webnovel

Prince Of Last Pubred

Kehidupan di dalam Kerajaan saat ini tak seperti yang Thalia bayangankan. Tak ada lagi bunga-bunga indah dan kupu-kupu cantik yang mengelilinginya, tak ada lagi warna-warni cerah dan lampu-lampu terang yang mengehiasinya, semuanya telah leyap digantikan dengan warna hitam dan kegelapan yang pekat. Harapan dan khayalan Thalia seketika berubah saat ia bertemu dengan Valeo. Pangeran tampan dari Kerajaan Vedrales yang hidup hanya dengan dendam dan kebencian. Valeo adalah satu-satunya keturunan murni Kerajaan yang tersisa. Ialah, satu-satunya harapan dunia. Bersama Thalia, ia berjuang untuk hidup, menyelamatkan dunia dari kejahatan, berambisi berebut kembali Kerajaan dan bersembunyi dari incaran peguasa kegelapan. Mereka saling menguatkan, melindungi satu sama lain, menjaga dan saling berkorban. Melalui pelak pelik kehidupan, mereka akhirnya sadar apa arti cinta yang sesungguhnya. Bagaimanakah perjalanan mereka? Apa mereka berhasil menyelamatkan dunia dari kejahatan dan kembali merampas tahta Kerajaan? Ayo, ikuti terus pertualangan seru mereka.

Princess_Neo · Fantasy
Not enough ratings
5 Chs

Keputusan

Boa mengerjap lucu, memperhatikan dua orang sedang berdebat itu. Mereka terlihat seperti seorang yang sudah akrab. Namun, tak bisa akur. Jarang sekali ada pemandangan seperti sekarang ini karena biasanya rumah ini cukup sepi dan suara Thalia lah yang terdengar setiap harinya hingga Boa bosan sendiri mendengarnya.

Perdebatan mereka terhenti saat Boa datang, yang sebenarnya sudah sejak tadi memperhatikan dua insan berbeda jenis itu berdebat. Tak ada yang mau mengalah, baik itu Valeo maupun Thalia, keduanya sama keras kepalanya.

Boa menunjukan mata berbinar yang sangat lucu dan menggemaskan didepan Valeo. Namun, bukannya gemas lelaki itu malah memandang datar makhluk didepannya itu tanpa menunjukan ekspresi apapun. Membuat rambut menyala-nyala Boa redup seketika, mata berbinarnya berubah menjadi raut sedih yang membuat Thalia semangkin gemas saja tapi berbeda dengan Valeo, laki-laki itu malah menjinjit rambut Boa dengan tidak berperasaan.

"Hei! Kau menyakitinya!" Thalia kaget saat Valeo menjinjit kasar makhluk kesayangannya itu.

Valeo tak mengindahkan ucapan Thalia, ia memandang datar Boa yang masih berada dikedua jepitan jarinya itu tepat didepan wajahnya.

"Apa yang kau lakukan?!" Thalia memekik semangkin kaget saat Valeo malah mengguncang tubuh Boa keatas dan kebawah layaknya mengocok botol. Ditambah lagi tubuh Boa sangat lentur seperti jeli, membuat Valeo semangkin gencar menggoncangnya.

Lagi-lagi Valeo tak mengindahkan ucapan Thalia, membuat gadis itu kesal sendiri. Thalia hendak merebut Boa dari tangan Valeo tapi secepat kilat Valeo menyembunyikannya.

"Kau pelit sekali," ucap Valeo dengan wajah menyebalkan.

"Aku tidak pelit!"

"Maka pinjamkan,"

"Boa bukan mainan!"

"Oh, nama mu Boa" Valeo kembali menatap Boa yang menatap polos dirinya.

"Iya! Namanya Boa!"

"Kenapa namanya jelek sekali," komentar Valeo membuat Thalia melotot.

"Kalau kau tidak suka, kembalikan pada ku!"

"Ini," ujar Valeo santai lalu memberikan makhluk itu pada Thalia. Membuat gadis itu menatap tak percaya padanya.

"Kenapa tidak dari tadi saja," gumam Thalia kesal.

"Dimana kau mendapatkan makhluk aneh ini?"

"Dia tidak aneh, dia unik."

"Apa bedanya," ujar Valeo sambil memutar bola matanya.

"Tentu saja berbeda!"

"Terserah kau saja," ujar Valeo malas "Jadi, dimana kau mendapatkannya?"

"Aku tak tau," Thalia menggeleng.

"Sudah ku duga" Thalia menyerngit mendengarnya. Bukankah harusnya Valeo bingung dengan jawabannya?

"Apa maksud mu?" tanyanya tak mengerti.

"Yang aku tau makhluk ini berasal dari Grizly,"

"Grizly?"

"Em, Grizly adalah tempat dimana para makhluk aneh tinggal"

"Ada tempat seperti itu?"

"Tentu saja,"

"Kau tau?" tanya Thalia antusias.

Valeo hanya mengangguk.

"Bisa kau bawa aku kesana?" tanya Thalia berbinar.

Valeo nampak berpikir sejenak lalu mengangguk, "Tentu," ujarnya santai.

"Benarkah?!" tanya Thalia bertambah senang lalu sedetik kemudian rautnya berubah, "Kau tidak sedang membohongi ku kan?" Thalia memandang Valeo menyelidik.

"Menurut mu?" tanyanya balik.

"Ck, kau memang tidak bisa dipercaya!"

"Sebenarnya aku bisa saja membawa mu kesana, tapi..." Valeo sengaja menggantungkan kalimatnya.

"Tapi apa?" tanya Thalia tak sabaran, sekaligus penasaran.

"Tapi..." lagi-lagi Valeo memancing kesabaran gadis itu membuat Thalia menggerang.

"Tapi apa?!" ujarnya kesal.

"Tapi aku tak mau," ujar Valeo membuat Thalia spontan menjitak kepala. Namun, hanya dibalas kekehan lelaki itu.

"Kau kasar sekali, tidak pantas menjadi perempuan anggun," komentar Valeo yang dibalas delikan tak terima gadis itu.

"Tidak bisakah kau lebih serius?" tanya Thalia kesal.

"Aku sudah sangat serius,"

Thalia mendengus. Baiklah, sepertinya Thalia harus terbiasa berhadapan dengan lelaki gila ini. Jangan didebat! Jika tak ingin tenggorongkannya akan benar-benar kering.

"Tak bisakah kau membawa ku kesana?" Thalia terlihat lebih serius dengan tatapan memohon membuat Valeo nampak berpikir.

"Sebenarnya tak ada yang boleh masuk," jelas Valeo terlihat tak lagi bercanda.

"Kenapa?"

"Dulunya, Grizly dilindungi oleh sihir Kerajaan, tapi sekarang pasti tempat itu sudah dikuasai oleh sihir jahat atau bahkan sudah diporak-porandakan. Aku rasa, Grizly bukan lagi tempat yang aman untuk dikunjungi." Valeo menjelaskan panjang lebar dengan nada yang cukup dingin membuat Thalia meneguk salivannya.

"Oh, jadi begitu..." ujar Thalia tak tau harus berkata apa.

Valeo mengangguk, "Jadi kau dapatkan dimana mahkluk ini?"

Thalia memandang Boa lalu tersenyum, "Seseorang memberikannya pada ku, dia jugalah yang memberinya nama," ujar Thalia kembali berseri.

"Pantas saja namanya jelek,"

"Bisakah kau tidak mengajak ku berdebat?!"

"Aku hanya mengatakan faktanya,"

"Itu opini bukan fakta!"

"Lalu, kenapa kalau itu opini?" tanya Valeo santai.

Thalia terdiam, kesal karena selalu kalah berdebat dengan Valeo, laki-laki ini memang patut diacungi jempot tingkat menyebalkannya.

"Kenapa kau diam?"

"Aku kesal"

"Kesal karena kalah?"

"Kesal karena kau menyebalkan!" Valeo terkekeh mendengarnya.

"Besok aku akan pergi..." ujar Valeo tiba-tiba membuat Thalia menatapnya. Suasana berubah seketika.

"Kemana?" tanya Thalia terlihat tak senang. Entalah, seperti ada perasaan tak rela dihatinya.

"Entahlah, tapi... Aku harus menemukan seseorang." Jawab Valeo seadanya.

"Siapa?"

"Seseorang yang bisa menbantuku,"

"Aku bisa membantu mu!" Thalia spontan menutup mulut setelah mengatakannya.

"Sepertinya kau tak ingin aku pergi hemm?" ujar Valeo sambil menatap menyelidik kearah gadis itu membuat Thalia gelagapan.

"Si-siapa bibibiilang aku tak ingin kau pergi! Justru, aku sangat senang kau pergi!" Thalia memang tak handal dalam berbohong.

"Benarkah?

"Tentu, saja!"

Valeo berpikir sejenak, lalu menatap Thalia serius "Kau ingin ikut dengan ku?"

"Kau mengajak ku?"

Valeo mengangguk, "Kau bilang ingin membantu ku membalas dendam bukan?"

"Iya, ta... Tapi, aku takut akan menyusahkan mu, kau bilang aku hanya akan menyusahkan."

Valeo mengangguk, "Benar" ucapnya membuat Thalia merengut kesal, tak seperti jawaban yang Thalia inginkan "Benar, kau memang akan akan menyusahkan ku, tapi... Aku rasa kau juga bisa menbantu ku, seperti mengobati ku ketika terluka contohnya, kau belajar ilmu penyembuhan bukan?" lanjut Valeo membuat Thalia mengembangkan senyumnya.

Gadis itu mengangguk antusias "Iya, aku mempelajari ilmu penyembuhan," ujarnya.

"Baiklah, kalau begitu. Kau akan ikut atau tidak?" lagi-lagi Thalia mengangguk semangat, "Aku ikut!"

"Kau semangat sekali," cibir Valeo menghilangkan semangat Thalia dalam sekejap.

"Kenapa kau ini sering sekali berubah-ubah! Membuat ku kesal saja!" ujar Thalia kesal.

Terkadang Valeo itu menyenangkan, terkadang juga menakutkan, terkadang baik dan terkadang menyebalkan, tidak dalam waktu yang lama, kadang hanya sepersekian detik saja laki-laki itu sudah merubah sifatnya. Benar-benar menyebalkan!

Valeo mengangkat kedua pundaknya tak perduli. Terkadang dia juga suka bingung, kenapa dia senang sekali menjaili dan menggoda gadis didepannya ini, padahal mereka belum terlalu lama kenal, atau bisa dibilang baru.

"Keputusan ada ditangan mu, aku akan membiarkan mu berpikir sampai besok, apakah tetap ingin ikut atau tid–"

"Tentu saja aku ikut!" potong Thalia cepat membuat Valeo menatapnya kesal. Thalia hanya menunjukan wajah tak berdosanya sambil menyengir.

"Aku belum selesai berbicara! Jangan memotong ucapan ku!" tegas Valeo.

"Baiklah, baiklah, lanjutkanlah Tuan," ujar Thalia sedikit mengejek.

"Sampai besok aku masih akan memberikan mu pilihan, berpikirlah dengan matang, karena jika kau tetap memilih ikut dengan ku maka kau harus bersedia menanggung akibatnya," Valeo menjeda sejenak ucapannya "Akan banyak bahaya yang akan datang dan bisa mengancam nyawa mu, perjalanan ini bukan permainan yang jika kau kalah maka tak akan berisiko, diluar sana banyak yang mengincar nyawaku sebagai keturunan Kejaraan murni terakhir, dan otomatis kau akan ikut terseret." Valeo menjelaskan panjang lebar memberi pengertian pada Thalia agar tak mengambil keputusan yang akan dia sesali nantinya.

Thalia menatap Valeo, tak terlihat adanya keraguan sedikit pun diwajahnya. Thalia tersenyum sambil berucap.

"Kau pasti akan melindungiku kan,"