webnovel

Pluviophile Seorang yang sangat menyukai hujan.

Pluviophile. Seseorang yang menyukai hujan, tapi kenapa ketika aku mulai menyukai hujan, kamu pergi?

Rifkah_Azisah · Urban
Not enough ratings
8 Chs

Pluviophile 2 | Payung Biru

Makan siang hari itu masih sama, Faris dan Andra memilih makan di restoran teman mereka yang tak jauh dari rumah sakit, mereka berdua sedang duduk menunggu pesanan mereka sembari mengobrol.

Beberapa menit kemudian seorang pria datang membawa satu nampan berisi 2 mangkuk mie ramyeon. Ia kemudian duduk disamping Andra.

"Gas, lo ada payung ga? Kayaknya bakal hujan" tanya Andra setelah menyeruput sesendok mienya.

"Kayaknya ada satu di ruangan gue, ntar ambil aja"

"Lah? Kok satu? Gue gimana?" Tanya Faris.

"Yah lo pakai berdua lah"

"Dih ogah" kompak Faris dan Andra menolak membuat Bagas tertawa.

"Ntar gue tanya pegawai gue, siapa tau ada yang punya payung" sahut Bagas.

"gitu dong"

"Akhir-akhir ini hujan mulu perasaan" celetuk Faris tiba-tiba.

"Ya iyalah, namanya musim hujan"

"Tapi hujannya turun ga tau situasi" gerutu Faris sembari mengaduk mie-nya kemudian menyeruputnya.

"Kenapa sih? Anti banget lo ama hujan" kekeh Bagas.

"Ga anti bro, tapi ngerepotin aja. Minggu lalu aja lab berantakan gara-gara hujan" setelah mengatakan itu, hujan turun begitu deras disertai angin kencang dan juga suara guntur. "Kan? Gue bilang apa? Ntar pulang dari sini, pakaian gue basah. Ck"

"Lari bro kalau ga mau kebasahan"

"Sama aja"

Suara bunyi kursi yang berderek dan seorang perempuan yang tiba-tiba menghampiri meja mereka dengan payung berwarna biru membuat mereka bertiga mengernyit bingung.

"Eung-gh maaf, kalau saya tiba-tiba ikut campur gini, tapi hujan ga semerepotkan itu kok" perempuan itu tersenyum kemudian meletakkan payung birunya di samping Faris "ini payung saya, cukup besar. Kamu bisa pakai, saya juga ga butuh. Permisi" setelah mengatakan itu, perempuan tersebut melangkah pergi dan keluar dari restoran tanpa memedulikan hujan yang membasahi tubuhnya. Bahkan, ia terlihat bahagia.

"Eh mbak!" Panggil Andra namun diabaikan oleh perempuan itu.

"Wait, gue kayak kenal cewe tadi" gumam Faris kemudian ia tersentak "HEH! Dia pasien di roaftop itu"

"Pasien yang main hujan tengah malam?" Tanya Andra memastikan begitu mengingat cerita Faris malam itu.

"Iya"

"Kayaknya dia Pluviophile" ujar Bagas membuat kedua temannya menatapnya bingung "Yah buktinya, tadi dia bilang 'hujan ga semerepotkan itu' artinya dia denger keluhan lo soal hujan dan dia ga setuju, itu tandanya dia suka hujan. Terus lo bilang tadi, dia main hujan tengah malam. Pikir aja nih, siapa sih yang mau hujan-hujanan tengah malam? yah si penyuka hujan. Pluviophile."

"Iya juga" Faris terdiam dan memandang payung biru pemberian perempuan itu.

|●●●●●●●●|

Hari ini, Faris mengikuti sebuah kegiatan sosialisasi kesehatan gigi yang diadakan oleh pihak rumah sakit untuk memberikan pembelajaran pentingnya menjaga kesehatan gigi anak-anak disekolah dasar.

Sebenarnya ini bukan bidangnya, Faris adalah dokter spesialis bedah, namun karena pada pagi hari itu ia tidak memiliki jadwal selain siang sampai sore nanti akhirnya ia memilih ikut bersama dokter gigi lainnya untuk bantu-bantu sedikit, dan juga ada Andra yang berada di rumah sakit untuk berjaga-jaga jika ada keadaan darurat.

Alasan lain Faris ingin ikut ialah, ia suka anak-anak dan terpenting langit hari itu sangat cerah, sangat cocok untuk jalan-jalan keluar.

Faris membantu mengangkat barang-barang keperluan untuk sosialisasi nanti saat jam pelajaran berikutnya akan masuk, sedangkan dokter Aini dan dokter Akbar sedang berdiskusi dengan kepala sekolah dan juga beberapa guru.

Setelah meletakkan barang-barang ditempatnya, Faris berjalan-jalan dikoridor sekolah hanya untuk melihat anak-anak yang sedang belajar, ada kelas yang sangat bising hingga kelas yang sunyi, mungkin kelas itu diisi guru killer. Faris terkekeh pelan memikirkan hal itu.

Namun, perhatiannya teralihkan ketika ia melihat perempuan yang sedang berdiri di samping ruang kepala sekolah, tempat dokter Aini dan dokter Akbar berdiskusi. Faris menghampiri perempuan itu ketika ia menyadari siapa perempuan itu.

"Hei, kamu!" Panggil Faris membuat perempuan yang sedang sibuk membaca mading di samping ruangan kepala sekolah itu menoleh.

"Saya?"

"Iya. Roaftop. Hujan" Faris menyebutkan tempat dan keadaan ketika mereka bertemu pertama kali, namun perempuan itu mengernyit bingung.

"Eung? Maksudnya?"

Faris mengerjap kemudian meletakkan kedua tangannya di pinggang "cafe. Payung biru. Kamu yang memberikan saya payung biru tiga hari lalu. Ingat?"

"Ahhh" akhirnya perempuan itu ingat hampir saja Faris merasa malu karena sudah berbicara aneh kepada orang yang salah, tapi tidak dia benar. Perempuan ini yang memberikannya payung biru itu "iya maaf saya sedikit lupa. Heheh"

"Eh iya payung kamu ada di mobil saya, tunggu akan saya bawakan"

"Ti--" Faris sudah berjalan tergesa-gesa tanpa mendengarkan ucapan perempuan itu terlebih dahulu.

Perempuan itu menatap Faris kemudian menatap langit yang cerah hari itu.

"Sepertinya kamu ga akan turun hari ini" Perempuan itu menghela nafas "Tak apa, lain kali kita main lagi" perempuan itu kembali tersenyum kemudian melanjutkan membaca cerpen yang ada di mading.

Beberapa menit kemudian Faris kembali dan membawa payung biru milik perempuan itu.

"Nih" Faris menyodorkan payung itu dan langsung diterima oleh perempuan didepannya "terima kasih"

"Hm, it's okay. Lagipula saya nggak butuh payung" lagi. Perempuan itu tersenyum, membuat Faris teringat bagaimana di dua pertemuan mereka, perempuan itu selalu bermain hujan.

"Hmm" Faris menatap pintu di depannya kemudian kembali menatap perempuan itu, Faris tersentak ketika perempuan itu terus memperhatikannya.

"Kenapa?" Perempuan itu mengerjab kemudian menggeleng kecil dan tersenyum, ia mengulurkan tangannya "Raina. Nama saya Raina"

"Ah, saya Faris" sahut Faris sembari menyambut uluran tangan Raina.

"Dokter Faris?"

"Ah? Oiya, saya dokter dirumah sakit Airlangga" Raina mengangguk paham.

"Kamu buat apa disini?"

"Eung-ngh saya cuman bantu-bantu teman saya buat sosialisasi di sini nanti"

"Oh sosialisasi"

"Kamu? Disini ada urusan apa?"

"Saya ada perlu sama kakak saya, tapi dia sedang rapat di dalam makanya saya tunggu disini"

"Gitu yah"

Pintu terbuka membuat keduanya menoleh, Faris sedikit termundur karena terkejut.

"Loh? Faris, ngapain kamu disini?" Tanya Aini sembari melirik kedua manusia didepannya.

"Ah ga ada, tadi saya cuman mengembalikan payung milik Ra-- Raina?" Jawab Faris sedikit kaku, karena hampir melupakan nama perempuan yang ada di sampingnya itu.

"Kamu kenal dokter Faris, Ra?"

"Baru kenal kak. Oh iya kak, bisa bicara sebentar?" Raina mengerling ke arah kakaknya -Kinan- untuk segera berbicara berdua.

"Oiya. Kalau gitu saya permisi dulu Dokter Aini, Dokter Akbar, dan Dokter Faris"

"Iya Bu, kami juga permisi"

"Assalamualaikum"

"Waalaikumusalam" Raina tersenyum ke arah ketiga dokter di hadapannya kemudian melangkah mengikuti Kinan masuk kedalam ruangannya.

"Kalian kenal dimana?" Tanya Akbar begitu mereka melangkah meninggalkan ruang kepala sekolah.

"Hmm, rumah sakit" jawab Faris sedikit tidak yakin, soalnya pertemuan mereka saat itu belum bisa dikatakan benar-benar kenal. Ia bahkan baru tau nama perempuan itu.