webnovel

Suami Bangor

"Haishh.. Raka kemana sih."

Seorang wanita tengah mondar mandir di ruang tamu rumahnya, tangannya tidak bisa lepas dari ponsel yang ia genggam. Berharap ada satu panggilan dari seseorang yang sedang ia tunggu kehadirannya, wajah cantiknya menyiratkan kegelisahan dan sesekali menggigit bibir bawahnya cemas. Jam sudah menunjukkan pukul 01.00, dan suaminya tidak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Alisya Lesham, wanita yang beberapa bulan yang lalu sudah resmi menjadi istri Raka Bramantio. Kedua menikah atas dasar cinta, tidak ada paksaan ataupun insiden. Kini Alisya sedang menunggu Raka yang sudah pergi sejak pagi, entah dimana suaminya itu sekarang sampai tengah malam belum pulang juga. Itu bukan hal yang baru bagi Alisya, hampir setiap hari Raka pulang malam. Tetapi biasanya dia selalu mengabari Alisya jika pulang terlambat atau ada urusan kantor, namun hari ini Raka sama sekali tidak mengabarinya.

Tak lama kemudian ponselnya berdering, membuat kecemasan wanita itu sedikit berkurang. Dengan cepat ia menggeser ikon hijau dari layar ponselnya.

"Halo! Ada apa?"

"Apa! Okok gue kesana sekarang."

Tutt...

Setelah memutuskan sambungannya, Alisya segera berlari kecil ke kamarnya untuk mengambil jaket dan kunci mobil. Lalu segera melesat menemui seseorang yang tadi menghubunginya.

Hanya lima belas menit kemudian, Alisya sampai di tempat tujuan. Sebenarnya ia sempat ragu untuk masuk kedalam, karena tempat itu bukan tempat yang Alisya sukai. Sebuah club malam remang remang, dengan bau alkohol yang sangat menyeruak menembus indra penciumannya. Tetapi mau tidak mau Alisya harus masuk kedalam.

"Ok hanya masuk sebentar saja," gumamnya menghembuskan napasnya kasar.

Alisya melanglah masuk, matanya mencari cari keberadaan orang yang menghubunginya tadi. Persetan dengan pandangan orang disana terhadap dirinya, yang masuk kedalam sebuah club dengan piyama berlapis jaket tebal.

"Astaga!" pekik Alisya saat mendapati suaminya sedang mabuk dan dikelilingi dua wanita murahan.

Alisya mempercepat langkahnya menuju ke arah mereka, hatinya seolah sudah kebal dengan kelakuan sang suami. Siapa yang bodoh disini?.

"Minggir minggir!" Alisya dengan kasar menjauhkan dua wanita murahan itu dari Raka, dan mengambil tempat duduk disampingnya. Kedua wanita yang awalnya menatap remeh serta heran pada Alisya, kini memilih pergi dari sana.

"Heh kalian berdua! Ini Raka kok bisa mabuk? Kalian pasti yang ngajak dia. Ngaku nggak!" omel Alisya pada kedua orang samping Raka, salah satunya adalah orang yang menghubunginya tadi.

Keduanya kompak menggeleng guna menghindari amukan Alisnya, walaupun dia terlihat selalu sabar jika menghadapi Raka. Tetapi jika dia marah, entah apa yang akan terjadi pada mereka semua.

"Farel! Daniel! Kalian itu sahabatnya Raka, seharusnya bisa dong ngelarang dia minum sampai mabuk kayak gini." Alisnya mengomel pada keduanya.

"Dih, suami lo tuh yang bangor banget kalo dibilangin," celetuk Daniel tidak terima. Sementara Farel hanya diam sambil melipat tangannya di atas dada, sama sekali tidak berminat dengan perdebatan keduanya.

Alisya menghela napasnya kasar, memang kemungkinan Raka disini yang bersalah. Karena memang Raka suka seenaknya saja dengan siapapun. "Ok ok terserah, sekarang bantuin gue bawa Raka ke mobil," sahut Alisya.

Setelah berhasil membawa Raka keluar dari tempat jahannam itu, Alisya juga segera masuk kedalam mobil. Dan ingin secepatnya pergi dari sana.

"Thanks ya Niel! Farel!" teriak Alisya dari dalam mobil sebelum dirinya benar benar melesat pergi dari sana.

Selama di perjalanan pulang, Alisya sesekali menatap Raka yang meracau tidak jelas. Membuat Alisya lagi lagi menghela napasnya dalam, ia sendiri tidak tau kenapa dirinya sangat mencintai Raka. Walaupun sudah berkali kali disakiti, tetapi itu semua tidak membuat cintanya pada Raka luntur.

"Sampai kapan sih Ka! Kamu kayak gini terus," ucap Alisya menusap lengan kekar milik Raka saat lampu lalu lintas berubah menjadi merah.

"Ayo kita bersenang senang haha, tapi aku hanya mencintai Alisya haha." Raka terus meracau tidak jelas karena pengaruh alkohol, sesekali menyebut nama Alisya.

Sementara Alisya yang mendengarnya tersenyum getir, entah bagaimana dia harus bersikap. Haruskan dia senang? Atau justri sedih? Perasaannya sudah sering diacak acak oleh Raka, hanya dengan perkataan serta perbuatannya.

Tak lama kemudian lampu kembali hijau, Alisya langsung menancapkan gasnya menuju rumah. Sepuluh menit kemudian, Alisya dan Raka sampai di rumahnya. Mereka sudah tinggal sendiri tentunya, karena Raka juga sudah punya penghasilan bahkan perusahaan sendiri.

Alisya dengan susah payah memapah Raka masuk kedalam, membawanya menaiki anak tangga satu persatu menuju kamarnya. Butuh banyak tenaga membawa Raka sampai ke dalam kamar, terlebih saat mabuk seperti itu.

Alisya membaringkan tubuh Raka diatas ranjang, tak lupa melepas jas serta sepatunya agar tidak menganggu tidur suaminya. Menarik selimut untuk menutupi tubuh Raka, setelah semuanya selesai baru ia sendiri yang membersihkan diri. Karena Alisya tidak suka dengan bau alkohol yang menempel di bajunya.

Lima menit kemudian Alisya sudah selesai bersih bersih, lalu ia segera naik keatas ranjang samping Raka. "Mimpi indah Raka," gumamnya tersenyum tipis, sebelum ia benar benar terlelap karena sangat mengantuk.

***

Matahari mulai terbangun dari peraduannya, memancarkan sinarnya yang menghapus titik-titik embun di dedaunan. Kicauan burung terdengar nyaring di indra pendengaran, cahaya mentari pagi menusuk menghangatkan tubuh dari udara dingin.

Seorang pria yang awalnya tertidur pulas dalam balutan selimut tebal, akhirnya membuka matanya perlahan karena sinar matahari yang menembus celah jendela. Saat membuka mata, yang Raka rasakan hanyalah rasa pusing dikepalanya.

"Aishh, kenapa kepala gue pusing banget ya." Raka mencoba mengingat ingat kejadian semalam yang membuatnya seperti ini.

Ceklekk..

Saat Raka bergulat dengan pikiranya, tiba tiba sang istri masuk kedalam membawa gelas berisi air lemon di tangannya.

"Nih minum dulu, biar nggak pusing. Habis itu tidur lagi gak apa-apa, libur kerja aja," ucap Alisya dengan wajah datarnya, menyodorkan gelas itu pada Raka. Sebenarnya ia sama sekali tidak marah pada Raka, hanya saja sesekali suaminya itu harus diberi pelajaran agar tidak seenaknya saja lain kali.

Alisya berbalik hendak pergi dari sana, namun langkahnya terhenti saat ia merasakan pergelangan tangannya di celak oleh Raka.

"Lepas Ka! Aku mau berangkat sekarang, ada urusan di butik," gerutu Alisya mendengus kesal.

Raka bangkit dari tempat tidurnya, berdiri tepat didepan Alisya. "Kamu kenapa sih? Marah?" tanyanya menaikkan alisnya sebelah, satu tangannya digunakan untuk membelai lembut pucuk kepala Alisya.

Alisya memutar bola mata malas, lalu berkata, "Pikir saja sendiri!" jawabnya ketus mencoba menghempaskan tangan Raka, namun nihil. Raka justru menguatkan cengkraman tangannya di pergelangan tangan Alisya.

"Kalau ditanya itu jawab yang bener!" Raka yang terbawa emosi akhirnya membentak sang istri, tanpa peduli perasaannya.

Alisya meringis, lagi lagi dirinya terkena imbas perlakuan kasar Raka. Walaupun bukan pertama kalinya dia mendapatkan itu, tapi tetap saja hati Alisya terasa sakit. "Awss sakit Ka! Kenapa kamu selalu kasar sih sama aku. Kamu semalem mabuk sampai tengah malam, dan akhirnya aku yang jemput kamu!" jawab Alisya lirih, mati matian dia menahan air mata dan sesak dalam dadanya.

Raka mematung ditempatnya kala melihat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata istrinya, lagi lagi ia membuat sang istri menangis untuk kesekian kalinya. Sementara Alisya yang merasa cengkraman tangan Raka mengendor, dengan cepat ia menyentakkan tangannya dengan kasar. Lalu berbalik dan pergi dari sana.

Grep...

"Maaf."