webnovel

5. :* (emoticon kiss)

(emot.) melambangkan ciuman. Selayaknya tidak ditujukan kepada seseorang yang 'hanya teman'.

-(at)commaditya

Selama perjalanan pulang dari taman, baik Melody dan mas-mas driver saling diam. Mungkin mereka berdua merasa lelah karena terlalu banyak ngobrol sebelumnya. Sampai sebuah kejadian saat lampu merah, membuat Melody curiga akan sikap mas-mas driver.

Sudah sepatutnya jika lampu lalu lintas berwarna merah, semua kendaraan akan berhenti. Termasuk ojol yang sedang ditumpangi Melody. Mumpung lalu lintas sedang berhenti, Melody melakukan sedikit peregangan karena jarak dari taman menuju apartemennya lumayan jauh, ditambah ia menggunakan motor sport dengan boncengan yang sedikit menungging.

Melody membuka kaca helmnya dan mulai melakukan peregangan. Beruntung dirinya menggunakan masker sehingga orang lain tidak akan mengenalinya. Melody bukanlah orang jaim, ia tipikal perempuan ceplas-ceplos dan apa adanya. Ia mulai menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri serta dilanjut dengan meregangkan kedu tangannya ke atas. Otomatis membuat setelan kerjanya sedikit terangkat dan menampilkan kulit pinggangnya.

Sedangkan yang ia tidak tahu jika seorang pengendara motor yang tidak jauh dari ojolnya, menatapnya seolah-olah makanan lezat. Karena memang tubuh Melody body goals dan hal itu membuat iri perempuan lain yang melihatnya. Melody yang sibuk meregangkan badannya, sedang pegendara motor dibelakangnya sibuk meneliti tubuhnya dengan senyum smirk.

Semua itu tidak luput dari mas-mas driver yang melihatnya dari pantulan spion motornya. Meskipun tertutup kaca helm, tapi raut wajah 'pengendara mesum' tersebut tetap terlihat oleh driver Melody. Dirinya menggeram, rahangnya mengetat dan tatapannya tajam. Beruntung Melody sedang tidak menggunakan rok, yang justru membuat orang-orang semacam pengendara tersebut melakukan aksinya.

Pluk!

"Eeh," Melody kaget karena tangan kanan mas-mas driver menyentuh tempurung lututnya dan sedikit memberikan remasan.

"Mas," Melody memanggil orang di depannya tersebut agar tersadar akan kelakuannya. Namun, bukannya terlepas malah tangan tersebut memberi elusan menenangkan.

"Mas!" sekali lagi Melody memanggil disusul tepukan di bahu kanannya.

"Eh? Kenapa mbak?" sahut mas-mas driver.

"Tangan," ketus Melody.

"Kenapa sama tangan saya mbak? Masih dua kok," ucap mas-mas driver polos.

"Coba lihat tangan kanan mas, dimana sekarang," Melody kesal karena menganggap perlakuan mas-mas driver kali ini sedikit kurang ajar, meski dalam hati ia tidak menolak jika usapan tersebut yang justru membuatnya tenang.

"Eh?" mas-mas driver pura-pura terkejut saat mengangkatnya dari lutut Melody.

"Hehe, maaf ya mbak," cengir mas-mas driver meski mulutnya tertutup masker.

"Mbak, bisa bantuin saya?" tanya mas-mas driver tersebut.

Apalagi sih mau nih cowok, kesal Melody dalam hati.

"Bantu apa?" Melody menjawabnya malas.

"Peluk saya kayak orang pacaran lagi boncengan," ucap mas-mas driver santai. Melody menyipitkan matanya mendengar permintaan mas-mas driver.

"Jangan pikir saya mau modus. Justru saya mau selamatin mbak," ucap mas-mas driver panjang lebar dan langsung menarik kedua tangan Melody agar melingkari perutnya. Tangan kanannya sengaja kembali memegang betis Melody. Mas-mas driver kembali melihat pengendara dibelakang motornya melalui spion. Dirinya tersenyum puas dibalik maskernya karena berhasil menunjukkan 'kepemilikannya'.

Tak lama lampu lalu lintas berganti warna hijau, ojol yang ditumpangi Melody segera tancap gas menuju apartemennya. Melody tidak sadar jika kedua tangannya masih melingkari perut mas-mas driver. Kepalanya juga turut menyender di punggung kokoh yang sandarable, mungkin karena ia ingin cepat-cepat sampai atau mengantuk karena diterpa angin hingga tidak sadar melakukan hal itu. Kedua matanya hampir menutup jika ia tidak merasakan tepukan halus di punggung tangannya.

"Mbak," mas-mas driver memanggil Melody.

"Hm," sahut Melody.

"Sudah sampai nih," ucap mas-mas driver seolah menyadarkan Melody jika mesin motor telah mati sejak tadi.

"Hah? Ah, iya. Sorry," Melody terkejut sampai ia terburu-buru turun dari boncengan, tentunya sambil berpegangan pada kedua bahu mas-mas driver.

"Bayarnya pakai Oh-Pay ya mas. Makasih, saya duluan," Melody pamit dan mulai berjalan meninggalkan ojolnya sampai suara mas-mas driver menghentikan langkahnya.

"Mbak!" panggil mas-mas driver disusul dengan dirinya yang turun dari motor mengejar langkah Melody sebelum semakin jauh.

"Mbak!" sekali lagi mas-mas driver memanggil Melody disusul tepukan di bahu kanannya.

"Eh? Kenapa ya, Mas?" Melody terkejut dan segera menoleh ke belakang akibat tepukan yang ia rasakan dan menemukan mas-mas driver berdiri tepat di belakangnya.

"Ongkosnya kurang?" tanya Melody memastikan. Ia berpikir karena tadi sempat berhenti sebentar di taman, jadi ongkosnya extra.

"Bukan," mas-mas driver menggerakkan kedua tangannya menyangkal pertanyaan Melody.

"Ada yang ketinggalan mbak," lanjutnya. Melody menaikkan satu alisnya seolah bertanya 'apa'.

"Helm saya masih di kepala mbak," ucapnya sambil menahan tawa. Melody langsung memeriksa kepalanya dan mendapati jika helm yang dimaksud belum terlepas dari kepalanya.

"Saya ambil ya mbak," ucapnya sambil tersenyum menutupi rasa malu Melody sampai kepalanya tertunduk. Tangannya gesit membuka pengait helm tersebut.

Click.

"Nah, sudah. Saya permisi dan selamat istirahat mbak," ucap mas-mas driver pada Melody yang masih menunduk. Tangannya yang tidak memegang helm refleks mengacak rambut Melody yang saat itu tergerai.

Deg. Deg. Deg.

Melody menahan nafas sesaat. Dirinya merasakan perasaan familiar saat tangan mas-mas driver mengacak rambutnya. Rambut yang diacak, hati gue yang ambyar, batinnya. Ia menerka-nerka perasaan familiar itu.

Dilihatnya sepasang kaki yang tertutupi sepatu kets hitam tersebut belum bergerak, Melody mencoba mendongak. Ia bertanya apa masih ada barang yang tertinggal.

"Apa masih ada bar-"

Cup.

"Mbak blushing dan saya suka," ucap mas-mas driver setelah meninggalkan kecupan singkat di kening Melody. Meski mulutnya tertutup masker dan tidak bisa bersentuhan langsung dengan kulitnya, tapi Melody merasakan butterfly effect menggelitik perutnya.

Dirinya juga tidak teriak atau menampar mas-mas driver tersebut karena perlakuannya yang termasuk kurang ajar karena mereka adalah dua orang asing yang hanya berstatus penumpang dan pengemudi. Kedua kakinya bergerak meninggalkan Melody yang masih terkejut dengan mulut setengah terbuka karena ia belum sempat menyelesaikan ucapannya.

Setelah mas-mas driver melajukan motornya, akhirnya Melody tersadar. Matanya mengerjap. Ia merasa jika tadi hanya mimpi. Sampai tangannya mencubit pipinya dan itu terasa sakit. Berarti tadi nyata, batinnya. Oh God. Kenapa gue pake acara blushing segala sih? Bener-bener deh gue nih, rutuk Melody dalam hati. Setelahnya, ia bergegas menuju unitnya.

Ting!

Melody yang baru saja keluar dari kamar mandi, segera memeriksa ponsel yang tergeletak di ranjangnya setelah berdenting.

+6281243xxx

Dy, aku mau ngomong.

20.00

Deg.

+6281243xxx

Sebenernya aku

20.02

+6281243xxx

Sebenernya aku menyesal

20.03

Deg.

Apalagi ini? batin Melody.

+6281243xxx

Aku menyesal mutusin kamu.

Cukup sekali aku lepasin kamu.

Dan kali ini, aku akan buat kamu jadi milikku.

Karena memang kamu milikku.

Persetan dengan semua penolakanmu.

20.04

+6281243xxx

Kamu cukup diam.

Biar aku yang berjuang.

20.05

+6281243xxx

I'll always love you, hon :*

20.06

Melody yang membaca pesan berturut-turut dari Damar memunculkan senyum tipis dibibirnya. Ia merasa tersanjung dengan tekad Damar. Tanpa sadar, jemarinya mengirim pesan balasan pada Damar.

Me

(flexed biceps)

20.08

Dilain tempat, Damar tersenyum lebar hanya karena satu emoticon dari Melody. Cukup sekali aku jadi pengecut, batin Damar.