webnovel

Time To War

Setelah memposisikan Anna dengan benar. Nathan mengajak semuanya keluar, termasuk kedua ajudan yang masih belum sadarkan diri. Iri sekali Nathan—karena mereka berdua meskipun berubah menjadi jembatan... namun lama sekali berada di dunia yang dihuni ibunya.

Nathan menceritakan semua yang Ia lalui di alam mimpi singkatnya. Termasuk mengenai Renata yang menyuruh mereka lari serta bersembunyi. Nyali Nathan menciut sebab keinginannya menjadi monster pun—pudar begitu saja. Apalagi Renata bahkan melarang Nathan untuk mencoba membunuh Ayahnya.

Bandul kalung yang Anna dapatkan pun tengah diraba ke empat jiwa—memegangnya secara bergantian. Bagaimana bisa, benda dialam mimpi dapat dibawa ke dunia nyata. Sangkat membuat Nathan teringat mengenai kalung kesukaan ibunya yang berbandul sebuah botol kecil dengan dua tetes air berwarna biru di dalamnya.

Sempat—sebelum melarikan diri. Nathan mencoba mencari barang itu berkali-kali. Namun hasilnya nihil, bahkan kedua tangannya sempat akan dipotong Steven karena mengobrak-abrik brankas miliknya. Nathan juga baru ingat mengenai kalung ini yang ikut tenggelam bersama jasad Ibunya saat dilempar dua perempuan—simpanan Ayahnya. Mungkin.

Untung saja yang melihat kejadian tersebut hanya Dirgan. Kedua adiknya belum sempat melihat wajah Renata untuk terakhir kali, karena disekap dan disiksa oleh Rey kala Ia pulang, "Mau pergi ke hutan amazon sekalipun, kita tidak akan bisa," pungkas Crystal. Terkecuali jikalau mereka mengubur hidup raganya masing-masing. Baru ayahnya tidak akan mencari.

Atau setidaknya mereka bermigrasi dan tinggal di palung lautan terdalam semisal segitiga bermuda, mungkin Steven Narendra itu tidak akan sanggup mengejar. Karena selama ini, yang mereka lakukan hanya pertahanan diri. Terus dibombandir ketiga orang yang gatal sekali ingin meringkus mereka bertiga.

Apalagi sekarang, pertahanan mereka terus merosot, Rey dan Henry sedikit demi sedikit—mengikis bisnis yang menjadi tempat bernaung mereka semua. Zoger hanya bersifat lunak, Tidak bisa melindungi mereka dari tembakan atau serangan-serangan yang membahayakan nyawa.

Namun tameng yang menjadi pegangangan mereka... terus saja melorot hingga semakin membuat kepala Nathan ingin pecah saja.

"Satukan Zoger dengan penyeludupan," saran Alam. Tentu hal tersebut langsung ditolak mentah-mentah oleh Nathan. Selama dia masih bisa bertahan, perusahaan itu harus tetap bersih. Jangan di campur-campur—karena jika gagal satu, maka masih ada satu.

Bukannya dibuat saling terhubung hingga roboh satu maka roboh dua-duanya.

***

Nathan memeriksa daftar obat yang akan dia impor besok ke bali, bernilai empat milyar dengan senjata yang akan diseludupkan ke negara cina bernilai sepuluh milyar. Bisa dibilang ini transaksi kecil, sebab untuk menggaji para pengawal saja masih kurang.

Semakin Nathan bermain dengan uang besar, pengeluarannya pun selalu bertambah menjadi besar, terlebih sekarang Ia harus menyiapkan uang sebesar delapan milyar untuk membantu ajudan yang ditangkap pemerintah.

Padahal Ia sudah berteman dengan beberapa walikota yang bersepakat membiarkannya menyeludupkan beberapa senjata. Namun entah kenapa para penjabat tersebut sulit sekali memegang omongannya sendiri, ketika anak buah nathan tertangkap basah. Memang tidak bisa dipercaya.

"Argh, aku mati jika tidak mendapatkan yang ini," nathan mengusap wajah frustasi ketika dia akan menjual obat langka ke brazil dengan harga delapan puluh milyar.

Proyek besar!

Transaksi kali ini juga akan langsung membuat usahanya stabil lagi. Jodi memberikan data pembeli—yang merupakan seorang Menteri dari Brazil. Beliau sendiri yang akan menjemput obat tersebut dipelabuhan sana, serta akan mengutus beberapa anak buahnya ke indonesia untuk ikut mengawasi pengiriman dari awal.

"Aku yang pimpin," nathan memutuskan untuk terjun langsung. Tidak mungkin kesempatan emas ini dia sepelekan. Apalagi jikalau Ia mempercayakannya lagi pada ajudan yang beberapa kali kecolongan.

***

Siang ini, nathan menunggu kedatangan lima orang yang diutus dari Brazil. Lusi menangani zoger dan alam bersikukuh ingin ikut operasi. Sembari menunggu dalam kegusaran serta luka hati. Hanya sekedar mengecek, Natahn memeriksa kamar miliknya yang dikuasai oleh seorang cenayang.

Anna sendiri yang mengatakan bahwa dirinya iblis, nathqn hanya menganggap anna bidadari cantik saja yang benar-benar akan menjadi kartu As miliknya. Meski sedikit gentar karena sampai saat ini, Husein yang Ia bius beserta dua anak buahnya masih belum sadarkan diri. Takut jikalau dirinya pun bernasib sama seperti mereka.

Atau barangkali saja anna juga sama masih belum sadarkan diri—dengan mantap nathan memutar knop pintu seraya tersenyum cerah sampai semua badannya terasa kaku karena... "Ahh, sudah bangun ternyata," lontar nathan.

Ia mengaruk kepala bingung, sampai mengedipkan mata kikuk—seraya senyum-senyum bajingan! Menurut anna. Nathan belingsatan, lantas merutuk dalam hati... karena seharusnya dia mengintip dulu dari lubang kunci sebelum masuk. Namun sekarang sudah terlanjur dan disuguhkan dengan atensi anna yang menatapnya.

Jadi nathan harus bagaimana?

Maya juga sama—ingin beranjak bangun, namun ia masih kekurangan energi, tidak sanggup untuk membuka mulut atau menggerakan jemarinya—meminta nathan menghampiri, "Butuh, sesuatu—barangkali?" tanya Nathan ragu. Ini sebagai kemurahan hatinya untuk kerja sama mengenai anna yang akan membantu usahanya stabil lagi lalu nathan akan melepaskan dirinya.

Anna mengangguk pelan sekali. Membuat pria itu bergerak secepat kilat menghampiri dirinya, "Apa?" tanya nathan bersemangat. Wajah anna masih terlihat pucat, apalagi dari dekat... bisa nathan lihat wanita itu kekurangan banyak energi.

Nathan menyodorkan telinga mendekat pada wajah anna, memasang baik-baik pendengaran, bahkan memejam—agar bisa mendengar dengan jelas meski anna hanya bernapas. Nathan mengernyitkan dahi. Malah suara degup jantung anna saja melemah sampai nathan cemas dan memegang dahinya.

Hanya dalam hitungan detik, "Tidak ada," cetus anna ringan. Nathan terdiam ketika Maya memegang lengan yang berada di dahinya. Dengan cepat wajah pucat itu beringsur—berseri kembali. Setelah selesai—anna menepis lengan nathan... beranjak bangkit dan mendorong raga yang masih linglung karena menduduki selimut yang anna kibaskan untuk beranjak keluar.

"Woah, apa kekuatanmu kembali setelah menyentuh laki-laki?" tanya nathan takjub. Anna tidak langsung menjawab meski melihat betapa antusiasnya nathan... sampai mengekori di belakang punggungnya ketika menghampiri koper di sofa.

Mengambil selembar baju, menyikap kaos yang Ia kenakan hingga spontan membuat nathan membelalak dan memutar tubuhnya membelakangi anna. Nathan menelan saliva canggung—sebagai pembalasan anna karena nathan juga pernah berganti pakaian di hadapannya.

"Bisa di bilang begitu," jawab anna datar. Nathan hanya mengangguk menatap lantai, pantas saja Tsuyoi sentoki itu sangat memikat... karena incarannya para lelaki. Nathan memutar kembali tubuh menghadap padanya, setelah merasa anna selesai dengan urusannya.

Wanita itu tampak menata kembali barang-barang miliknya, sedangkan nathan... memasukan kedua lengan pada celana longgar nan panjang berwarna coklat—senada dengan kaos pendek yang menyembunyikan potongan otot-otot miliknya. Ia menutup mata sejemang ketika menatap tekuk leher anna untuk menghilangkan rasa gusar yang melanda.

"Hanya sekedar bertanya... " nathan beralih menggaruk telinga saking bingungnya harus melontarkan kalimat yang membuatnya penasaran ini dengan cara bagaimana.

"Apa kau pernah menemani ayahku tidur?" Anna langsung menghentikan aktifitasnya. Menatap nyalang nathan, hingga Pria itu menghirup nafas dalam-dalam seraya tersenyum lebar, "Okey, tidak perlu di jawab, aku sudah membaca pikiranmu... " sergah nathan senang. Ia bertepuk tangan satu kali kemudian mengusapnya dengan—gembira.

Setidaknya sekarang nathan yakin... anna belum dijamah oleh Steven. Atau bercumbu panas dengan kakek tua itu, sungguh... sepertinya anna belum pernah?

'Iyakan ann?' Batin nathan terus saja berkoar.

Atensi nathan tertarik lagi pada gelang yang sempat membuat anna menjerit saat Ia memegangnya. Ingin sekali dia merampas barang-barang anna, kemudian meracik sendiri serbuk warna-warni tersebut—agar bisa bertemu dengan Ibunya kembali. Mantra apa yang anna ucapkan? Pelet, gendang, guna-guna atau... Klap!

Pintu terbuka... "Bos, mereka datang," ucap ajudan nathan.

Nathan berdecak karena pengawalnya itu tidak tahu etika mengetuk pintu kamar dengan penghuninya seorang perempuan. Bagaimana jikalau Ia datang saat anna masih berganti pakaian? Sudah pasti nathan akan mencongkel kedua bola matanya... lantas merebus dan mengunyahnya kasar karena melihat sesuatu yang tidak seharusnya dia lihat.

Padahal nathan juga ingin sekali... melihat anna telanjang, kenapa Ia berbalik tadi?

Anna dan ajudannya menatap nathan yang mengerucutkan bibir seraya mengacak rambutnya sendiri, terlihat frustasi dengan pemikirannya. Sampai anna berdeklarasi bahwa nathan memanglah seorang psikopat—gila.

"Aku ikut," ucap anna. Ia membuyarkan lamunan nathan hingga pria itu tersadarkan. Semakin cepat dia membantu nathan... Semakin cepat juga anna melanjutkan tualangnya dengan bebas. Nathan mengangguk... lantas pergi keluar setelah sejemang menatap kembali gelang yang membuat jantungnya sedikit berdegup saat ini.

***

Alam menunjukan satu koper besar berisi obat-obatan langka—pada pria bersenjata lengkap di depannya. Tidak ada acara bercengkrama ringan atau basa basi, disini suasan canggung serta tegang. Tangan mereka siaga memegang pistol. Hanya nathan beserta pimpinan dari Brazil yang nampak sedikit berkenalan.

Semua pandangan teralihkan. Ketika suara heels hitam beradu dengan lantai anak tangga hingga membuat semua terpukau... menelisik wanita bersetelan dress hitam terbuka, sampai menampakan paha dan belahan dada karena terlalu rendah.

Nathan yang berada di ruang tengah saja bisa melihat Maya menggenakan anting panjang dengan riasan natural serta rambut terurai. Cantik sekali!

"Hello," sapa anna. Ia mengulurkan tangan pada pemimpin rombongan yang lama sekali menyambut lengannya. Setelah nathan menjelaskan secara singkat—bahwa anna adalah asistennya. Maka disambutlah tangan anna hingga memberikan sengatan listrik yang membuat sudut bibir anna naik.

Nathan gemas. Ingin sekali dia mengurung anna dalam selimut, karena pakaian yang Ia kenakan, membuat semua orang menjadi tidak fokus. Setelah ini semua selesai, nathan akan meminta salah satu ajudan milik menteri Brazil yang saat ini melek-melek melihat dada anna. Nathna akan menyiksanya.

Dia juga menjadi sama tidak fokusnya, ketika anna menghadap seraya tersenyum kecil—bangga menatapnya. Hanya saja, pernyataan anna tidak seindah wajahnya kali ini.

"Mereka penipu."

To Be Continued...