webnovel

Pernikahan Pahit

Ketika pernikahan tidak bahagia, apakah orang ketiga menjadi solusinya? Laura menerima lamaran dari Christian, sebab merasa berhutang budi pada laki-laki yang sudah menyelamatkan nyawa ayahnya itu Namun satu tahun berlalu, pernikahan indah yang diimpikan Laura hancur karena penghianatan yang dilakukan olehnya sendiri. Laura berselingkuh dengan Aldi penyanyi yang bekerja di kafe yang diberikan Christian untuknya. Tapi penghianatan Laura bukanlah tanpa sebab. Karena selama satu tahun menikah, Christian tak pernah memperlakukannya seperti seorang istri pada umumnya.

Rita_sw10 · Urban
Not enough ratings
27 Chs

Siapa Wanita Itu?

Christian kembali mengobati luka pada lengan Laura tanpa mengucapkan sepatah katapun setelah kejadian tadi. Sepertinya hal itu sama sekali tak berpengaruh padanya. Dan setelah selesai dia mengembalikan kotak p3k itu ke tempatnya.

"Aku langsung berangkat ya, udah siang." Tanpa menoleh lagi Christian langsung keluar dari rumahnya.

Laura hanya bisa melihat kepergian suaminya. "Kenapa dia nggak bereaksi apa-apa? Apa jangan-jangan dia beneran nggak suka sama wanita?" Laura masih berpikiran negatif perihal Christian yang masih acuh padanya. Dia tahu jika butuh waktu untuk memulai hubungan sebagai suami istri di saat mereka belum lama kenal. Namun Laura merasa jika hanya dirinya yang berusaha memulainya sendiri tapi tidak dengan suaminya.

Ada sedikit rasa kecewa pada hatinya. Dia kira kehidupan setelah menikah akan indah dan manis. Tapi ternyata ia belum bisa merasakan hal itu saat ini.

"Huhh... " Laura menghela napasnya. Seharusnya hari ini dia masih libur karena masih memiliki jatah cuti menikah. Jika pasangan lain mungkin akan memanfaatkan waktu ini untuk berbulan madu. Namun suami Laura justru sudah bekerja lagi.

Karena bosan, akhirnya Laura memutuskan untuk pergi ke kafe tempatnya bekerja. Dia tidak tahu harus pergi ke mana, karena dia sendiri tidak memiliki teman dekat lain yang bisa dia kunjungi.

"Mendingan aku juga masuk kerja. Daripada bosan sendirian di rumah.".

***

" Ciye, pengantin baru kok udah masuk kerja lagi sih?" goda Chintia teman Laura.

"Iya. Lagipula suamiku juga sudah masuk kerja lagi. Dan aku kesepian di rumah sendiri. Jadi bukannya lebih baik aku juga masuk kerja kan?"

"Kamu emang paling punya semangat yang tinggi Ra!" Chintia mengacungkan dua jempol ke arah Laura.

Tiba-tiba saja telepon di meja berbunyi. Dan Chintia bergegas untuk mengangkatnya. Setelah beberapa lama dia berbicara di telepon, Chintia terlihat mencatat beberapa pesanan kopi.

"Baiklah, akan segera kami antar. Terima kasih," kata Chintia dengan nada yang ceria seperti biasanya.

"Kebetulan Ra, ada pesanan dari kantor suamimu. Apa kamu mau mengantarnya sendiri? Nanti kan kamu bisa sekalian ketemu suamimu. Aku tahu, kalian masih dalam fase hangat-hangatnya kan?" Chintia terus saja menggoda Laura yang sebenarnya tidak merasa seperti itu.

Dia hanya bisa tersenyum kecut mendengar kalimat Chintia barusan. "Hangat-hangatnya nenekmu! Bahkan dia sama sekali nggak melihatku," protes Laura dalam hati.

Dia harus berpura-pura tersenyum di depan temannya tersebut. Karena tidak mungkin Laura menceritakan masalah rumah tangganya meskipun itu pada teman dekatnya sendiri.

"Tapi boleh juga," pikir Laura. Dia ingin tahu bagaimana reaksi Christian saat melihat dirinya ada di kantornya. Rasa penasaran Laura kembali muncul. Dia berharap suaminya itu akan memperlakukannya layaknya sebagai istri di depan para karyawannya.

Akhirnya Laura menyetujui usul dari Chintia. Setelah selesai membuatkan beberapa pesanan kopi, dia memasukkan semua gelas-gelas itu ke dalam kotak. Tidak lupa dia juga menyiapkan satu Americano spesial untuk suaminya nanti. Laura berharap jika Christian akan senang dengan kejutannya nanti.

Laura mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin kejadian waktu itu terulang kembali. Saat ia tak sengaja menabrak mobil Christian dari belakang.

Tapi tidak apa-apa. Laura tidak lagi menyesalinya. Karena berkat itu dia bisa menemukan jodohnya. Maklum saja selama ini ia hanya fokus untuk bekerja, dan sama sekali belum pernah memiliki hubungan dengan seorang lelaki manapun.

Dia tersenyum sendiri, ketika mengingat kejadian itu. Kejadian di mana ia dan Christian pertama kali bertemu.

Tidak memakan waktu lama, akhirnya Laura sudah sampai di depan kantor Christian. Kantornya tidak terlalu besar, namun sudah bisa diakui kualitas dari perusahaan ini. Laura langsung saja masuk ke dalam dengan langkah ringan.

"Oh! Bukannya kamu istri pak Christian?" tanya Grace saat mengambil pesanan kopinya dari tangan Laura.

"Iya," jawab Laura malu-malu. Dia masih belum terbiasa dengan sebutan seorang istri seperti sekarang ini.

"Pak Christian masih ada meeting di luar, apa kamu mau menunggu di ruangannya?" tanya Grace begitu ramah.

"Emang boleh?" tanya Laura polos.

"Tentu saja. Kamu kan istrinya." Grace kemudian membawa Laura menuju ke ruangan Christian.

"Aku tinggal ya," pamit Grace.

Laura mengangguk. Kemudian dia menghampiri meja kerja Christian dan menaruh segelas Americano di atasnya. Sambil menunggu, Laura melihat-lihat isi ruangan itu.

Terdapat papan nama bertuliskan CEO Christian di sana. Laura menyentuhnya dengan bangga. Namun tidak lama matanya tertuju pada sebuah bingkai foto yang berada di dekat komputer. Terdapat sebuah foto wanita di sana. Dan sepertinya wanita itu adalah istri Christian yang sudah meninggal.

Laura mengambil bingkai itu dan memandanginya. "Cantik sekali," gumamnya. Wanita itu berambut hitam panjang dan tersenyum begitu manis.

"Sepertinya cat rambutku sudah memudar, apa aku perlu menghitamkannya?" gumam Laura sambil menyentuh ujung rambutnya yang tengah ia kuncir.

Apakah Laura cemburu?

Sepertinya tidak. Bagaimana mungkin dia cemburu pada seseorang yang sudah meninggal? Pasti Christian memiliki alasan sendiri mengapa ia masih memajang foto itu di meja kerjanya.

"Kamu ngapain ada di sini?" Suara Christian dari depan pintu mengejutkan Laura. Saat ia membalikkan tubuhnya, lelaki itu sudah berdiri di ambang pintu.

"Hmm, aku kebetulan mengantarkan pesanan kopi ke sini. Dan aku juga menyiapkan satu untukmu. Tadi staffmu bilang, kalau kamu lagi keluar, jadi aku menaruhnya sendiri di mejamu." Laura gugup menjelaskan alasannya kenapa ia bisa berada di ruangan Christian. Rasanya dia seperti sedang diinterogasi karena ketahuan mencuri.

Christian berjalan mendekat. Dia melihat tangan Laura yang sedang memegang foto Luna. "Aku lupa nyimpan ini. Aku harap kamu nggak berpikiran aneh-aneh," kata Christian. Dia mengambil foto itu dari tangan Laura dan meletakkannya di laci mejanya.

"Ah, nggak apa-apa kok. Kalau begitu, aku pergi ya. Aku harus kembali ke kafe." Laura dengan kikuk menuju ke pintu untuk keluar.

"Nanti sore, apa kamu bisa ikut denganku ke suatu tempat?" tanya Christian membuat Laura langsung berbalik.

"Bisa," jawabnya dengan antusias.

"Oh iya, bukannya kamu seharusnya masih libur?"

"Itu.. Aku bosan di rumah. Jadi aku putusin buat masuk kerja aja."

"Oh, ya udah. Nanti aku jemput di kafe.".

"Oke. Tapi, apa aku boleh tahu kita mau ke mana?" tanya Laura penasaran.

"Nanti kamu juga tahu."

"Begitu ya. Ya udah, sampai ketemu nanti," pamit Laura sambil memperhatikan Christian yang sudah fokus dengan pekerjaannya.

"Hmm... " jawab Christian tanpa menoleh lagi ke arah istrinya.

Laura keluar dari ruangan Christian dan menutup pintu dengan perlahan. Rencananya memberikan kopi untuk Christian sudah berhasil. Meskipun ia tidak terlalu puas dengan reaksi yang diberikan oleh suaminya tersebut.

Baru beberapa langkah ia meninggalkan ruangan Christian. Mata Laura tertuju pada seorang wanita modis yang sedang berjalan di depannya dari arah berlawanan.

Setelah wanita itu melewatinya, Laura menoleh ke belakang. Sepertinya dia mau masuk ke dalam ruangan Christian. Namun bukan itu yang mengganggu Laura. Melainkan saat wanita itu merapihkan rambut dan juga make up–nya sebelum ia masuk ke dalam ruangan suaminya tersebut.

"Sepertinya aku nggak melihatnya kemarin di acara pernikahan," gumam Laura sambil terus memandangi Astrid yang sudah masuk ke dalam ruangan Christian.