webnovel

Perkawinan Dua dunia

Diangkat dari kisah nyata yang terjadi pada leluhur kami yaitu kisah tentang perkawinan antara seorang gadis dari dunia kita ini dengan seorang pemuda dari dunia siluman ( siluman macan ). Peristiwa tersebut terjdi pada tahun 1700 an di wilayah Kadipaten Pemalang ( sekarang kabupaten ), tepatnya di Dukuh Sikemplang wilayah distrik Watukumpul. Nama-nama seperti Nyai Sedi, Nokidin, Kyai Astrajiwa adalah nama sebenarnya dari para leluhur kami. Sedangkan nama-nama : Lukita, Ki Sangga Langit, Ki Suta Blonos, Bagus Kuncung, Ki Setra Wungkal dan Jaka Kentring adalah nama-nama imajinasi saja.

kohjoen · Fantasy
Not enough ratings
7 Chs

SAYEMBARA TANDING 2

Bagus Kuncung terkesiap, semua berseru kaget termasuk Ki Suta Blonos. Apabila lambung kanan Bagus Kuncung terkena lutut Jaka Kentring, bisa dipastikan isi perutnya akan hancur, termasuk dua rusuknya patah. Namun Bagus Kuncung memang hebat, dengan cepat2 ia segera menjatuhkan diri serta menggunting kaki Jaka Kentring. Sementara itu Jaka Kentring begitu melihat Bagus Kuncung menjatuhkan diri sekaligus menyerang dengan guntingan kaki, Jaka Kentring langsung melenting keatas, berjumpalitan menghindarkan diri. Begitu menginjak tanah, tiba2 kaki Bagus Kuncung sudah meluncur lurus mengarah dada. Sekali lagi Jaka Kentring berjumpalitan kebelakang untuk menghindar. Begitulah, mereka saling melibat dan menyerang dengan kecepatan yang tinggi. Angin pukulan dan tendangan terdengar bersuit seperti puting beliung. Mereka telah bertarung hampir sepenanak nasi lamanya, ketika akhirnya terdengar sebuah ledakan serta bunyi gemrincing gelang kroncong Jaka Kentring. Semua mata memandang ketengah kalangan dan ketika asap ledakan tersebut hilang, tampak Bagus Kuncung berdiria agak terhuyung sementara sepuluh langkah didepannya Jaka Kentring terkapar diam. Pelan Jaka Kentring berusaha bangkit, namun terjatuh lagi. Suasana terasa hening mencekam, " Kentring ! ", suara Ki Setra Wungkal memecah kesunyian, dengan tergesa Ki Setra Wungkal segera menuju anaknya yang terbaring. Ternyata ledakan serta bunyi gelang kroncong tadi akibat adanya benturan tenaga antara Bagus Kuncung dan Jaka Kentring. Sejenak kemudian terdengar Kyai Astrajiwa berkata dengan nada dalam : " Maaf Ki Setra Wungkal, putramu kalah ! ". " Ya Kyai ", jawab Ki Setra Wungkal.

Selanjutnya Kyai Astrajiwa berkata lagi : " Bagus Kuncung, engkau telah menang pada pertarungan pertama, sebelum melanjutkan ke pertarungan berikutnya engkau dipersilahkan istirahat selama 3 X pemakan sirih ". " Aku sudah siap Kyai ! " jawab Bagus Kuncung dengan tengadah. Ki Suta Blonos segera berseru : " Kuncung, engkau harus mentaati aturan. Jangan mengacaukan, kemari istirahat dahulu ! '. Bagus Kuncungpun menuruti perintah ayahnya, ia segera beristirahat untuk mempersiapkan diri lagi.

Nini Sedi menarik nafas dalam2, apakah Kakang Lukita nanti berhasil menang melawan Bagus Kuncung. Selanjutnya apabila menang, apakah nanti juga berhasil menang terhadap Nokidin. Berbagai pertanyan gemuruh memenuhi rongga dadanya, akhirnya iapun pasrah terhadap apa yang akan terjadi nanti. Sementara itu, kembali dada Lukita tergetar : " Ah, mengapa aku tergetar lagi, seperti ketika akan bertemu dengan Ki Singa Truna " bisiknya dalam hati. " Lukita, engkau harus bisa mengendalikan perasaanmu ! " , bisik Ki Sangga Langit, " Kalau tidak engkau akan kehilangan semuanya !". Lukita memang menyadari bahwa ia harus bertarung secara manusia, bukan dengan instingnya yang selama ini selalu menguasai dirnya. Namun sampai dengan waktu istirahat habis Lukita masih belum bisa mengatasi getaran dalam dirinya. Rasanya ingin saja ia menggeram, kemudian meloncat dan menerkam manusia didepannya. " Ah tidak ! ", bisiknya dalam hati. Kalau itu yang terjadi, maka akan musnah semua yang ia idam2kan.

Lukita terkejut ketika mendengar Kyai Astrajiwa menyebut namanya untuk segera maju melwan Bagus Kuncung, karena saat itu ia masih belum sepenuhnya dapat meredam gejolak yang terjadi dalam dirinya. " Lukita, majulah! ", bisik Ki Sangga Langit : " Itu lawanmu sudah menunggu !". Perlahan Lukita melangkahkan kakinya ketengah kalangan, sementara Bagus Kuncung tak acuh menunggunya. Keduanya saling menghormat, namun tiba2 Bagus Kuncung menyerang dengan tendangan kaki miring kearah kepala Lukita. Tentu saja hal ini membuat Lukita tekejut, lebih2 dalam batin Lukita memang masih terjadi pergolakan yang belum selesai. Secara tidak sadar Lukita mengangkat tangan kirinya untuk melindungi wajahnya. Benturan kaki Bagus Kuncung dengan tangan kiri Lukita menyebabkan Lukita terhuyung. Tampaknya Bagus Kuncung tidak memberi kesempatan sedkitpun kepada Lukita untuk memperbaiki kedudukannya, Bagus Kuncung menarik kakinya sedikit, diteruskan dengan tendangan lurus mengarah kedada Lukita. Dalam keadan setengah terhuyung Lukita menyilangkan dua tangan didepan untuk melindungi dadanya. Akibatnya Lukita terpental empat langkah kebelakang. Bagus Kuncung belum berhenti sampai disitu, dengan loncatan panjang Bagus Kuncung menyerang lagi ketika Lukita baru menjejakkan kakinya. Serangan guntingan kaki Bagus Kuncung diarahkan pada kaki Lukita. Diserang tiga kali berturut2 seperti itu tanpa bisa membalas, membuat Lukita tampak seperti jadi bulan2an Bagus Kuncung. Menyaksikan keadaan Lukita tersebut hampir saja Nini Sedi menjerit, wajahnya tampak pucat memandang kearah pertarungan. Hatinya begitu sedih melihat Lukita yang diserang habis2an.

Sementara itu ketika guntingan kaki Bagus Kuncung hampir sampai, Lukita melenting sambil mulutnya mulai menggeram. Dada Lukita begitu sesak oleh kemarahan yang menggumpal.

Ketika Lukita melenting untuk menghindari guntingan Bagus Kuncung, bersaman itu pula mulutnya mulai menggeram karenan desakan kemarahan di dadanya. Hanya karena cahaya bulan yang terhalang awan menyebabkan perubahan yang terjadi pada tubuhnya tidak begitu terlihat. Namun tiba2 ia mendengar Ki Sangga Langit berbisik dengan bahasa siluman : " Jangan Lukita, engkau akan kehilangan semuanya. Lihatlah gadismu itu, begitu pucat wajahnya dan meleleh air matanya. Apakah engkau akan membiarkan ia kehilangan dirimu!". Tiba2 Lukita menyadari dirinya kembali, bahwa ia harus mampu mengendalikan diri agar tidak berubah wujudnya menjadi harimau kumbang yang besar. Dan ketika kakinya menyentuh tanah, Lukita berhasil kembali lagi menjadi manusia. Bersamaan dengan itu terdengar kembali bisikan Ki Sangga Langit : " Tarik nafasmu dalam2, tahan dan menggeramlah dalam batinmu, bukan dengan mulutmu!".

Ketika Lukita mencoba menarik nafas dalam2 serta menahannya, kemudian menggeram dalam batinnya, terasa hawa hangat menjalar keseluruh tubuhnya. Sepeti kalau ia sedang berubah wujud menjadi harimau hitam yang besar. Semua gerakanya menjadi ringan, namun wujudnya tetap tidak berubah. Bersamaan dengan itu, serangan Bagus Kuncung datang membadai. Sebuah tendangan putar melibas setinggi pinggangnya, Lukita tersenyum. Ia tidak melenting lagi, tapi hanya menggeser langkah kebelakang dan mengempiskan perutnya. Tendangan Bagus Kuncung lewat sejari didepan lambungnya. Lukita masih belum membalas, ia masih ingin mencoba melihat dan merasakan perubahan yang terjadi dengan dirinya.

Kembali Bagus Kuncung melancarkan serangan beruntun, pukulan dan tendangan silih berganti. Namun semua hanya terlewat satu jari saja dari tubuhnya. Kini Lukita merasa sudah mapan untuk membalas serangan2 yang melibasnya. Namun ternyata Bagus Kuncung sudah tidak sabar lagi untuk segera menyelesaikan sayembara tanding ini, tiba2 saja Bagus Kuncung meloncat mundur delapan langkah. Tangan kanannya diangkat mengepal lurus keatas, sementara tangan kirinya menekuk didepan dada, Sementara kaki kirinya diangkat menekuk kedepan. Melihat sikap ini Ki Suta Blonos berseru tertahan : " Kuncung ! ". Akan tetapi seruan Ki Suta Blonos sudah terlambat, Bagus Kuncung sudah meloncat kearah Lukita. Sambil mengayunkan tangannya Bagus Kuncung berteriak keras. Sementara itu Lukita yang baru saja mapan untuk mengenali dirinya terkejut melihat serangan yang datang. Secepatnya Lukita menyilangkan tangan didepan dadanya dan diangkatnya untuk menahan serangan Bagus Kuncung.

" BLAAARRR ", sebuah ledakan dahsyat terdengar memecahkan telinga. Dibawah siraman cahaya purnama yang semakin terang, terlihat Lukita jatuh terduduk, sementara Bagus Kuncung terlempar dan terkapar diam. Karena ingin segera mengakhiri pertempuran tersebut, ternyata Bagus Kuncung telah melepaskan pukulan " sewu kepelan " ( seribu tinju ) kepada Lukita. Itulah mengapa tadi Ki Suta Blonos berseru terkejut, dan berusaha untuk mencegahnya namun sudah terlambat. Ilmu pukulan tersebut memang masih belum sempurna, sehingga Lukita masih mampu menahan dengan keluatan silumannya. Namun sebaliknya, kekuatan pukulan " sewu kepalan " yang berhasil ditahan dengan keluatan siluman Lukita, justru berbalik menyerang Bagus Kuncung sendiri sehingga ia terlempar dan jatuh terkapar. Bagus Kuncung masih beruntung karena jantungnya tidak rontok oleh daya pukulan tersebut.

" Kakang !", Nini Sedi terpekik kecil. Rasanya ingin segera menghambur kearah Lukita, akan tetapi ia sadar bahwa hal itu tidak pantas. Nini Sedipun terdiam beku disamping ayahnya. Ki Suta Blonos segera meloncat kearah putranya yang terkapar diam : " Kuncung ! " , tiba2 Bagus Kuncung menggeliat hendak bangun. " Sudah2, Kuncung. Engkau sebaiknya jangan bergerak. Kamu telan saja obat ini ! " Ki Suta Blonos segera menjejalkan sebutir obat ke mulut Bagus Kuncung. " Ayah, bagaimana dengan si Pengembara dari Pasundan itu, apakah.... apakah..." . " Sudah2 Kuncung, kelihatannya ia tidak apa2 ", jawab Ki Suta Blonos. Sejenak Ki Suta Blonos beringsut kearah Lukita, : " Bagaimana keadaanmu anak muda? ". " Ya Kyai, aku tidak apa2 !" jawab Lukita sambil mengusap beberapa tetes darah yang meleleh dipipinya.

Malam mulai merangkak ke puncak bersama purnama yang semakin terang, sementara angin kemarau yang behembus dari punggung bukit Banowati terasa semilir dingin. Kyai Astrajiwa berkata pelan : " Ki Suta Blonos, ", belum selesai kalimatnya sudah dijawab oleh Ki Suta Blonos : " Iya Kyai, anak saya kalah. Sekalian saya minta diri untuk pulang !". " Silakan ", kemudian Kyai Astrajiwa memberitahu Lukita untuk istirahat sebelum meneruskan pada pertarungan terakhir melawan Nokidin. Pertarungan yang akan menentukan siapa pemenangnya dalam sayembara tanding malam ini. Dalam pada itu Ki Sangga Langit berkata perlahan pada Lukita : " Engkau terluka dalam, apakah tidak sebaiknya minta agar sayembara tanding ini ditangguhkan dulu ". " Tidak usah Ki Sangga, cuma luka sedikit saja. Aku masih bisa meneruskan pertarungan ini ", jawab Lukita.

Ketika waktu istirahat selesai Kyai Astrajiwa meminta Lukita dan Nokidin bersiap. Ketika keduanya saling berhadapan, tiba2 Nokidin berkata : " Engkau telah terluka dalam, apakah akan kita teruskan pertarungan ini ? ". " Ah, tidak apa2. Hanya terluka sedikit, mari mita teruskan sayembara tanding ini !" jawab Lukita. " Baiklah, mari kita teruskan. Kita berpura2 bertarung saja !" kata Nokidin berbisik. " Maksudmu, aku masih mampu bertarung " jawab Lukita sambil berputar untuk menyerang. Lukita tidak mau keduluan diserang seperti ketika berhadapan dengan Bagus Kuncung. " Aku tidak berminat mencari istri " tiba2 Nokidin berbisik.

Lukita berbisik pula sambil melakukan tendangan berganda : " Lalu apa maumu memasuki sayembara tanding ini kalau bukan untuk mencari istri ?". Nokidin berkelit dengan menjatuhkan diri : " Aku sebel melihat Bagus Kuncung dan Jaka Kentring, sepertinya cuma mereka saja yang laki2. Sekarang mereka sudah tidak ada, jadi selamat untuk engkau!". Lukita menyerang kembali dengan pukulan berantai sambil berbisik : " Terus sekarang bagaimana ?". " Ya engkau yang menang, bukankah kalian saling mencinta" , bisik Nokidin. " Darimana engkau tahu?" jawab Lukita. " Ah gampang, aku melihat kecemasan pada wajah Nini Sedi kalau melihat engkau sedang diserang Bagus Kuncung !". Lukitapun terdiam, kemudian sambil melontarkam tendangan, bertanya : " Lalu sekarang caranya bagaimana?". " Kita pura2 saling menyerang saja, nanti mendekati tengah malam akan kuberitahu caranya " bisik Nokidin. Mereka berduapun terlihat saling menyerang, benar2 seperti pertarungan yang sengit.

Sementara itu Nini Sedi benar2 cemas melihat jalanya pertarungan, kembali dadanya bergejolak. Bagaiman kalau Lukita kalah, apakah ia sanggup menyaksikannya. Apakah ia akan sanggup menjadi istri orang lain, " Ah aku tidak tahu ". Demikian batin Nini Sedia berkata. Dalam pada itu baik Ki Singa Truna, Ki Astrajiwa, Ki Sangga Langit serta semua yang menyaksikan sayembara tanding menunggu dengan cemas. Siapakah yang bakal menang dalam pertarungan terakhit ini.

Ketika malam sudah hampir mencapai pertengahannya, tiba2 terlihat kejadian yang menegangkan. Entah bagaimana peristiwanya, tahu2 Lukita telah menjepit leher Nokidin dari belakang sambil tubuhnya merendahkan diri. Tampak, Nokidin berusaha keras untuk melepaskan diri dari jepitan tangan Lukita, sementara Lukita mengunci posisi jepitan pada leher Nokidin sedang tubuh Lukita terus merendahkan diri dibelakang Nokidin. Mereka berkutat cukup lama, ketika tiba2 Kyai Astrajiwa berseru : " Nokidin, sudahlah. Kamu kalah, tidak perlu diperpanjang lagi, bisa2 lehermu yang patah !". Sejenak kemudian terlihat tangan Nokidin melambai tanda menyerah, selanjutnya perlahan Lukita melepaskan jepitanya. " Engkau menjepit terlalu kencang, hampir2 aku tidak bisa bernapas ", bisik Nokidin. Lukita menjawab dengan berbisik pula : " Maaf, aku tidak sengaja. Biar kelihatan sungguh2".

Kemudian Kyai Astrajiwa berkata : " Ki Singa Truna dan saudara2 sekalian, telah kita saksikan bersama bahwa pada pertarungan terakhir telah dimenangkan oleh Lukita, seorang pengembara dari Pasundan. Demikian kwajiban saya sebagai saksi dalam sayembara tanding telah selesai, kepada Ki Singa Truna diminta untuk segera melaksanakan perkawinan putrinya sesuai hasil sayembara tanding ini.

Nini Sedi tampak begitu bahagia menyaksikan kemenangan Lukita dalam sayembara tanding ini. Kecemasan dan kesedihan hatinya manakala ia harus menjadi istri orang lain sirna sudah. Kini dadanya terasa lapang untuk meniti masa depan yang diidam2kan selama ini. " Kakang Lukita, aku ucapkan selamat atas keberhasilan kakang dalam sayembara tanding ini ", kata Nini Sedi setengah berbisik. " Ya Nini ", Lukita menjawab lirih. Sebenarnya Nini Sedi ingin berlari dan memeluk Lukita untuk menumpahkan isi hatinya, namun itu tidak mungkin karena mereka memang belum menjadi suami istri.