webnovel

Perkawinan Dua dunia

Diangkat dari kisah nyata yang terjadi pada leluhur kami yaitu kisah tentang perkawinan antara seorang gadis dari dunia kita ini dengan seorang pemuda dari dunia siluman ( siluman macan ). Peristiwa tersebut terjdi pada tahun 1700 an di wilayah Kadipaten Pemalang ( sekarang kabupaten ), tepatnya di Dukuh Sikemplang wilayah distrik Watukumpul. Nama-nama seperti Nyai Sedi, Nokidin, Kyai Astrajiwa adalah nama sebenarnya dari para leluhur kami. Sedangkan nama-nama : Lukita, Ki Sangga Langit, Ki Suta Blonos, Bagus Kuncung, Ki Setra Wungkal dan Jaka Kentring adalah nama-nama imajinasi saja.

kohjoen · Fantasy
Not enough ratings
7 Chs

SAYEMBARA TANDING 1

Hari pelaksanaan sayembara tanding akhirnya sampai juga, yaitu hari Respati Cemengan atau malam Sukra Kasih. Sayembara tanding akan dimulai pada saat purnama penuh, atau kira2 kalau waktu sekarang ya sekitar jam 19.30.

Menjelang senja para peserta sayembara tanding sudah mulai berdatangan di Pengasinan, ditepi sungai Lumeneng Dukuh Pekuncen. Pada saat musim kemarau seperti saat itu, masyarakat dukuh Pekuncen sering mengambil air asin yang keluar ditepi sungai Lumeneng untuk dijadikan " bleng" , bahan untuk membuat garam dapur. Itulah mengapa tempat itu disebut Pengasinan, karena disitu muncul sumber air asin. Disamping itu Pengasinan juga sering digunakan sebagai arena "Ujungan", tempat untuk saling mengadu kesaktian dengan cara saling memukul kaki masing2 peserta dengan lenthu ( pentungan ) dari galih asem. Biasanya ujungan diselenggarakan pada malam purnama penuh, itulah mengapa sayembara tanding juga diselenggarakan pada malam purnama penuh dimusim kemarau.

Rombongan Ki Suta Blonos, Bagus Kuncung bersama pengiringnya menempatkan diri disebelah utara kalangan. Sementara rombongan Ki Setra Wungkal, Jaka Kentring dan pengiringnya ada disebelah barat. Sedangkan Lukita berdiri sendirian tanpa pengiring disebelah selatan, sementara Ki Singa Truna dan nanti Kyai Astrajiwa sebagai saksi menempatkan diri disebelah timur kalangan. Kyai Astrajiwa sebagai tokoh masyarakat akan hadir setelah menunaikan sholat isa di mushola yang dibangun oleh Mbah Agiana pada masa dulu. Meskipun keadaan cukup terang karena cahaya bulan, namun empat buah obor telah dinyalakan di empat penjuru kalangan, tempat untuk sayembara tanding.

Dalam pada itu Lukita yang berdiri sendiri disebelah selatan kalangan terkejut ketika seseorang menepuk bahunya. Lukita segera menoleh dan betapa terkejutnya ketika melihat siapa yang hadir menemaninya. " Ki Sangga !!! ", demkian Lukita menyapa dengan suara pelan. " Ya Lukita, aku datang untuk menemanimu. Aku tahu engkau pasti sendirian disini ", jawab Ki Sangga Langit setengah berbisik. " Ya Ki Sangga, aku memang sendirian disini. Terima kasih atas kesediaan Ki Sangga menemani ", bisik Lukita. " Mana lawanmu ? ", Ki Sangga Langit bertanya lagi. Lukita pun berbisik : " Itu sebelah utara, namanya Bagus Kuncung. Anak dari Ki Suta Blonos, orang yang berkumis dan memakai ikat kepala separo. Sehingga kepalanya yang plontos kelihatan mengkilat " . Ki Sangga Langit memperhatikan Bagus Kuncung, kemudian bebisik : " Anak yang sombong, meskipun rupanya tampan. Lalu satunya lagi mana ?". " Itu Ki Sangga, sebelah barat. Ia anak dari Ki Setra Wungkal, orang yang memakai baju hitam2 " jawab Lukita. Ki Sangga Langit berkata : " Hati2 Lukita dengan anak ini, ia tak segan2 berlaku curang. Ah, mana perempuan yang diperebutkan ? ".

" Sebenarnya bukan diperebutkan Ki Sangga ", Lukita menjelaskan : " Dua orang itu datang melamar secara berurutan. Ketika lamaran pertama belum dijawab, keburu datang lamaran kedua. Kemudian aku bertemu Nini Sedi dipinggir sungai ketika sedang mencuci. Itu gadis yang berdiri disebelah orang yang berbaju lurik dengan ikat kepala wulung. Ia adalah Ki Singa Truna, ayah dari gadis itu. Sesuai adat maka jalan keluarnya adalah sayembara tanding ". Sejenak Ki Sangga Langit memperhatikan Nini Sedi, kemudian berbisik : " Lukita, aku tidak menyalahkan kalau engkau berkeras untuk mengikuti sayembara tanding ini. Gadis itu memang cantik sekali". Dalam siraman sinar purnama serta pancaran cahaya obor, Nini Sedi tampak begitu cantik mempesona, siapapun pasti akan jatuh hati melihatnya. Ki Sangga Langit menepuk bahu Lukita : " Berbahagialah engkau Lukita, dicintai oleh gadis yang begitu cantik mempesona. Melihat lawan2 mu, , engkau pasti bisa memenangkan sayembara tanding ini ". " Ya Ki Sangga, aku akan berusaha sebaik-baikny untuk memenangkan sayembara tanding ini ", jawab Lukita.

Dalam pada itu tiba2 keadaan menjadi senyap ketika Ki Singa Truna berseru mengucapkan selamat datang kepada Kyai Astrajiwa : " Selamat datang Kyai Astrajiwa, kami semua menunggu kehadiran Kyai. Sayembara tanding akan dimulai manakala Kyai sudah siap untuk menjadi saksi ", demikian Ki Singa Truna berseru. Kyai Astrajiwa hadir disertai dua orang santri serta seorang anaknya yang bernama Nokidin. " Terima kasih Ki Singa Truna, saya minta maaf karena baru bisa hadir setelah saya menyelesaikan kwajiban saya. Kepada Ki Suta Blonos beserta anak dan pengiringnya, kepada Ki Setra Wungkal bersama anak dan pengiringnya saya sampaikan selamat datang di Pekuncen. Insha Allah saya sudah siap menjadi saksi dalam sayembara tanding ini " , demikian kata Kyai Astrajiwa. " Kepada anak muda pengembara dari tanah Pasundan, saya juga menyampaikan selamat datang ".

Ki Singa Truna segera berseru : " Kepada semua yang hadir, apabila sudah tidak ada yang perlu disampaikan maka sayembara tanding akan dimulai ! " . Tiba2 terdengar satu suara berseru : " Maaf Ki Singa Truna, sesuai adat maka sayembara tanding bersifat terbuka. Sebelum dimulai, siapapun boleh mengajukan diri untuk mengikuti. Ki Singa Truna harus menanyakan kepada yang hadir disini apakah sudah tidak ada yang akan mengiluti lagi ". Hampir semua orang menengok kearah datangnya suara tersebut, siapakah yang berseru tadi.

Tiba2 Kyai Astrajiwa berseru : " Nokidin, engkau jangan mengacaukan acara ini ! ". Namun Ki Singa Truna cepat2 menjawab : " Maaf Kyai Astrajiwa, saya memang terlupa. Apa yang dikatakan oleh putra Kyai benar, sekarang saya persilahkan bagi siapa saja yang ingin mengajukan diri dalam sayembara tanding ini dipersilahkan ! ". Dengan nada perlahan tapi penuh kepastian Nokidin berkata : " Ki Singa Truna, saya mengajukan diri untuk mengikuti sayembara tanding ini ". Kembali Kyai Astrajiwa berseru : " Nokidin !!! ", tetapi Nokidin cepat2 menjawab : " Maaf ayah, saya sudah berumur 18 tahun. Saya berhak untuk mencari pendamping hidup saya, dan sayembara tanding ini adalah cara yang baik bagi saya untuk mendapatkan pasangan hidup ". Tiba2 terdengar suara mendengus dari Bagus Kuncung, Ki Singa Truna segera bertanya : " Apakah ada yang ingin engkau sampaikan Bagus Kuncung? ". Yang menjawab justru Jaka Kentring, sambil tertawa Jaka Kentring berkata : " Ia khawatir kalau Nokidin ikut, khawatir kalah dalam sayembara tanding ini " . Bagus Kuncung menjawab dengan kethus : " Huh, siapa yang takut ! ".

Akhirnya Ki Singa Truna mengatakan : " Baiklah, kalau sudah tidak ada lagi maka sayembara tanding dimulai sesuai urutan lamaran. Yang pertama Bagus Kuncung akan berhadapan dengan Jaka Kentring, kemudian pemenangnya akan menghadapi Lukita seorang pengembara dari tanah Pasundan. Seterusnya Nokidin akan maju terakhir, karena ia mengajukan diri paling akhir ".

Sementara itu jantung Nini Sedi berdebar melihat perkembangan sayembara tanding. Ia benar2 mengaharap Lukita yang berhasil memenangkan sayembara tanding ini. Namun jika melhat lawan2 yang bakal bertarung, hatinya semakin cemas. Bagaimana kalau yang menang bukan Lukita, apakah ia akan sanggup menjadi istri orang lain. Padahal hatinya hanya untuk Lukita, Nini Sedi menunduk sedih. Tapi itulah adat kebiasaan yang harus dipatuhi.

" Lukita ", tiba2 Ki Sangga Langit berbisik : " Kyai yang menjadi saksi sayembara tanding ini adalah termasuk orang yang aku maksudkan. Manakala ia sudah membaca satu kalimat yang aneh itu, sebaiknya kita segera menghindar " . " Apakah Ki Sangga yakin itu? " tanya Lukita. " Ya, aku yakin itu ", jawab Ki Sangga Langit : " Dan anaknya yang akan ikut bertandng, jangan2 juga sudah menguasai kalimat aneh itu. Kalau seperti itu, sebaiknya engkau tidak usah berpikir untuk memenangkan sayembara tanding ini ", bisik Ki Sangga Langit. " Aku tidak tahu Ki Sangga", jawab Lukita. " Ya ya, mari kita lihat perkembangannya saja ! " , lanjut Ki Sangga Langit.

Sementara itu, Bagus Kuncung telah melompat ke kalangan. Dengan bersalto tiga kali Bagus Kuncung mendarat manis ditengah, tanpa suara sedikitpun. Pemuda berumur 19 tahun ini memang tampan, kuncungnya berjumbai diatas keningnya. Sepasang alis yang tebal serta sepasang mata yang hitam, dan sesungging senyuman menghias wajahnya. Dengan setengah membungkuk, ia menghormat kearah Kyai Astrajiwa dan Ki Singa Truna, sementara matanya nakal memandang Nini Sedi yang menunduk disamping ayahnya. Kemudian diteruskan kearah Ki Setra Wungkal dan Jaka Kentring dengan anggukan kepala saja, selanjutnya kearah Lukita, juga dengan mengangguk saja. Kesan sombong Bagus Kuncung memang tampak ketika bersalto untuk masuk kalangan maupun ketika menghormat. " Inilah Bagus Kuncung, putra Ki Suta Blonos dari Gepura ", demikian Ki Singa Truna memperkenalkannya : " Selanjutnya Jaka Kentring putra Ki Setra Wungkal dari Majakerta akan maju untuk melawan ".

Terdengar suara krincing2 ketika Jaka Kentring berjalan menuju kalangan. Suara krincing2 adalah bunyi gelang kroncong yang terpasang disalah satu kaki Jaka Kentring. Mungkin karena suara krincing2 itulah mengapa ia dijuluki Jaka Kentring. Pemuda yang juga berumur 19 tahun ini berjalan biasa saja ketengah kalangan, rupanya memang ingin memperdengarkan bunyi gelang kroncongnya. Jaka Kentring membungkuk dalam2 ketika menghormat kearah Kyai Astrajiwa dan Ki Singa Truna. Dengan tersenyum manis Jaka Kentring mengangguk kearah Nini Sedi. Selanjutnya dengan setengah membungkuk, ia menghormat kearah Lukita.

Bagus Kuncung dan Jaka Kentring saling menghormat, sesaat kemudian mereka mulai bergerak mencari kesempatan untuk menyerang. Namun ada sesuatu yang aneh, ketika tadi Jaka Kentring berjalan terdengar krincing2 bunyi gelang kroncongnya. Sekarang justru hening, tiada suara apapun meski Jaka Kentring bergerak memutari Bagus Kuncung. Tampaknya Jaka Kentring sedang menunjukkan kemampuanya menyerap bunyi. Jaka Kentring membuka serangan dengan pukulan kearah kening dengan jari tangan menekuk, namun Bagus Kuncung hanya menarik kepalanya sedikit kebelakang tanpa membalas. Serangan Jaka Kentring kearah kepala memang bukan serangan sesungguhnya, karena tiba2 saja tangan Jaka Kentring mengepal dan langsung meluncur kearah dada. Melihat perubahan ini siku tangan Bagus Kuncung dengan cepat menyongsongnya. Rupanya pada gebrakan pertama ini Bagus Kuncung sudah mengajak benturan tenaga. Melihat ini, Jaka Kentring langsung membuka tangannya yang mengepal. Kemudian dengan meminjam tenaga dorongan dari siku Bagus Kuncung, dialihkan kearah kanan sehingga lambung kanan Bagus Kuncung terbuka. Segera Jaka Kentring menarik lututnya terus diarahkan ke lambung kanan Bagus Kuncung.

Bagus Kuncung terkesiap, semua berseru kaget termasuk Ki Suta Blonos. Apabila lambung kanan Bagus Kuncung terkena lutut Jaka Kentring, bisa dipastikan isi perutnya akan hancur, termasuk dua rusuknya patah. Namun Bagus Kuncung memang hebat, dengan cepat2 ia segera menjatuhkan diri serta menggunting kaki Jaka Kentring. Sementara itu Jaka Kentring begitu melihat Bagus Kuncung menjatuhkan diri sekaligus menyerang dengan guntingan kaki, Jaka Kentring langsung melenting keatas, berjumpalitan menghindarkan diri. Begitu menginjak tanah, tiba2 kaki Bagus Kuncung sudah meluncur lurus mengarah dada. Sekali lagi Jaka Kentring berjumpalitan kebelakang untuk menghindar. Begitulah, mereka saling melibat dan menyerang dengan kecepatan yang tinggi. Angin pukulan dan tendangan terdengar bersuit seperti puting beliung. Mereka telah bertarung hampir sepenanak nasi lamanya, ketika akhirnya terdengar sebuah ledakan serta bunyi gemrincing gelang kroncong Jaka Kentring. Semua mata memandang ketengah kalangan dan ketika asap ledakan tersebut hilang, tampak Bagus Kuncung berdiria agak terhuyung sementara sepuluh langkah didepannya Jaka Kentring terkapar diam. Pelan Jaka Kentring berusaha bangkit, namun terjatuh lagi. Suasana terasa hening mencekam, " Kentring ! ", suara Ki Setra Wungkal memecah kesunyian, dengan tergesa Ki Setra Wungkal segera menuju anaknya yang terbaring. Ternyata ledakan serta bunyi gelang kroncong tadi akibat adanya benturan tenaga antara Bagus Kuncung dan Jaka Kentring. Sejenak kemudian terdengar Kyai Astrajiwa berkata dengan nada dalam : " Maaf Ki Setra Wungkal, putramu kalah ! ". " Ya Kyai ", jawab Ki Setra Wungkal.

Selanjutnya Kyai Astrajiwa berkata lagi : " Bagus Kuncung, engkau telah menang pada pertarungan pertama, sebelum melanjutkan ke pertarungan berikutnya engkau dipersilahkan istirahat selama 3 X pemakan sirih ". " Aku sudah siap Kyai ! " jawab Bagus Kuncung dengan tengadah. Ki Suta Blonos segera berseru : " Kuncung, engkau harus mentaati aturan. Jangan mengacaukan, kemari istirahat dahulu ! '. Bagus Kuncungpun menuruti perintah ayahnya, ia segera beristirahat untuk mempersiapkan diri lagi.

Nini Sedi menarik nafas dalam2, apakah Kakang Lukita nanti berhasil menang melawan Bagus Kuncung. Selanjutnya apabila menang, apakah nanti juga berhasil menang terhadap Nokidin. Berbagai pertanyan gemuruh memenuhi rongga dadanya, akhirnya iapun pasrah terhadap apa yang akan terjadi nanti. Sementara itu, kembali dada Lukita tergetar : " Ah, mengapa aku tergetar lagi, seperti ketika akan bertemu dengan Ki Singa Truna " bisiknya dalam hati. " Lukita, engkau harus bisa mengendalikan perasaanmu ! " , bisik Ki Sangga Langit, " Kalau tidak engkau akan kehilangan semuanya !". Lukita memang menyadari bahwa ia harus bertarung secara manusia, bukan dengan instingnya yang selama ini selalu menguasai dirnya. Namun sampai dengan waktu istirahat habis Lukita masih belum bisa mengatasi getaran dalam dirinya. Rasanya ingin saja ia menggeram, kemudian meloncat dan menerkam manusia didepannya. " Ah tidak ! ", bisiknya dalam hati. Kalau itu yang terjadi, maka akan musnah semua yang ia idam2kan.

Lukita terkejut ketika mendengar Kyai Astrajiwa menyebut namanya untuk segera maju melwan Bagus Kuncung, karena saat itu ia masih belum sepenuhnya dapat meredam gejolak yang terjadi dalam dirinya. " Lukita, majulah! ", bisik Ki Sangga Langit : " Itu lawanmu sudah menunggu !". Perlahan Lukita melangkahkan kakinya ketengah kalangan, sementara Bagus Kuncung tak acuh menunggunya. Keduanya saling menghormat, namun tiba2 Bagus Kuncung menyerang dengan tendangan kaki miring kearah kepala Lukita. Tentu saja hal ini membuat Lukita tekejut, lebih2 dalam batin Lukita memang masih terjadi pergolakan yang belum selesai. Secara tidak sadar Lukita mengangkat tangan kirinya untuk melindungi wajahnya. Benturan kaki Bagus Kuncung dengan tangan kiri Lukita menyebabkan Lukita terhuyung. Tampaknya Bagus Kuncung tidak memberi kesempatan sedkitpun kepada Lukita untuk memperbaiki kedudukannya, Bagus Kuncung menarik kakinya sedikit, diteruskan dengan tendangan lurus mengarah kedada Lukita. Dalam keadan setengah terhuyung Lukita menyilangkan dua tangan didepan untuk melindungi dadanya. Akibatnya Lukita terpental empat langkah kebelakang. Bagus Kuncung belum berhenti sampai disitu, dengan loncatan panjang Bagus Kuncung menyerang lagi ketika Lukita baru menjejakkan kakinya. Serangan guntingan kaki Bagus Kuncung diarahkan pada kaki Lukita. Diserang tiga kali berturut2 seperti itu tanpa bisa membalas, membuat Lukita tampak seperti jadi bulan2an Bagus Kuncung. Menyaksikan keadaan Lukita tersebut hampir saja Nini Sedi menjerit, wajahnya tampak pucat memandang kearah pertarungan. Hatinya begitu sedih melihat Lukita yang diserang habis2an.

Sementara itu ketika guntingan kaki Bagus Kuncung hampir sampai, Lukita melenting sambil mulutnya mulai menggeram. Dada Lukita begitu sesak oleh kemarahan yang menggumpal.