webnovel

Perkawinan Dua dunia

Diangkat dari kisah nyata yang terjadi pada leluhur kami yaitu kisah tentang perkawinan antara seorang gadis dari dunia kita ini dengan seorang pemuda dari dunia siluman ( siluman macan ). Peristiwa tersebut terjdi pada tahun 1700 an di wilayah Kadipaten Pemalang ( sekarang kabupaten ), tepatnya di Dukuh Sikemplang wilayah distrik Watukumpul. Nama-nama seperti Nyai Sedi, Nokidin, Kyai Astrajiwa adalah nama sebenarnya dari para leluhur kami. Sedangkan nama-nama : Lukita, Ki Sangga Langit, Ki Suta Blonos, Bagus Kuncung, Ki Setra Wungkal dan Jaka Kentring adalah nama-nama imajinasi saja.

kohjoen · Fantasy
Not enough ratings
7 Chs

PERPISAHAN 2

Malam belum begiru larut, cahya purnama benderang menerangi kaki bukit Banowati. Pengasinan dipinggir sungai Lumeneng telah senyap kembali, setelah anak2 yang ramai bermain telah pulang ke rumahnya masing2. Nokidin duduk sendirian diatas batu memandang bukit Banowati yang disiram cahya purnama. Ingatannya melayang kembali ke saat2 sayembara tanding lima tahun yang lalu. " Ah, itu sudah lima tahun yang lalu ", desah Nokidin. " Seperti apa mereka sekarang ? Tentunya mereka sudah punya anak paling tidak dua orang " bisiknya dalam hati. " Sementara aku? Aku masih saja sendirian belum ada pendampingnya " . Ah, biarlah. Meteka ya mereka, aku ya aku. Tak ada kaitanya sama sekali ", demikian kata hatinya. Memang Kyai Astrajiwa, ayahnya itu sudah sering meminta Nokidin untuk mencari pendamping hidup, namun memang hatinya belum mau. Padahal umur Nokidin sekarang sudah dua puluh tiga tahun, didesanya rata2 seumur itu sudah punya anak dua atau bahkan tiga. Tetapi Nokidin masih saja suka bepergian mengembara, mencari ilmu sambil berdakwah menyebarkan agama.

Tiba2 perasaannya mengatakan ada sesuatu yang memperhatikan dirinya, bukan bahaya tetapi seseuatu atau seseorang yang sedang memperhatikan dirinya. Dan betul, tiba2 muncul disebelah kirinya seekor macan kumbanng yang besar. Selanjutnya macan kumbang itu berubah menjadi seseorang dan berjalan menuju dirinya. " Kau ? ", agak terkejut Nokidin berkata. " Ya, aku Lukita ", jawab orang itu. " Aku dahulu sudah menduga siapa sebenarnya engkau Lukita !" Nokidin berkata : " Tapi kupikir, itu bukan urusanku. Silakan duduk Lukita ! ". Lukitapun duduk disamping Nokidin. Sejenak suasana terasa lengang, hanya bunyi jengkerik serta binatang malam saja yang terdengar. Sementara puncak bukit Banowati terlihat putih keemasan, ditimpa cahaya purnama. Sedang air sungai Lumeneng gemericik berkilat2 memantulkan sinar bulan yang semakin terang.

" Maafkan aku sebelumnya Nokidin ", Lukita membuka percakapan : " Aku ingin bertanya dulu kepadamu sebelum aku sampaikan maksudku ". ' Ah Lukita, engkau ini aneh. Lima tahun kita tidak pernah ketemu, kemudian engkau muncul sebagai seekor macan kumbang yang besar. Lalu kemudian engkau mau bertanya dulu. Baik, apa yang ingin engkau tanyakan ?, jawab Nokidin. " Maafkan sekali lagi Nokidin ", Lukita melanjutkan : " Apakah engkau sudah beristri ? ". " Lukita, apa maksud pertanyaanmu ? ", Nokidin menjawab dengan nada agak tinggi : " Apakah maksudmu bahwa sekarang engkau telah mempunyai anak dua atau mungkin tiga, sementara aku malam2 seperti ini duduk sendirian merenungi sungai Lumeneng, begitu?". " Maafkan Nokidin, bukan itu maksudku. Tolong dengarkan dulu apa yang akan aku sampaikan " jawab Lukita. " Baik2 Lukita, namun sebelum engkau mengatakanya, aku jawab dulu pertanyaamu itu " , Nokidin melanjutkan : " Aku belum beristri, puas? ". " Ya ya, terima kasih. Sekarang dengarkan apa yang aku sampaikan " , kata Lukita.

" Nokidin, aku kira engkau masih ingat ketika kita bertarung dalam sayembara tanding lima tahun yang lalu disini, di Pengasinan ini. Keadaanya tepat seperti sekarang ini, dibawah sinar purnama yang terang ", demikian Lukita mengawali kata2nya. " Lukita, engkau tidak usah berputar2. Langsung saja katakan maksudmu ! " potong Nokidin tidak sabar. Namun Lukita mengacuhkan saja kata2 Nokidin yang memotong : " Saat itu engkau mengajaku pura2 bertarung, karena engkau sebenarnya tidak bermaksud mencari istri. Kita pun pura2 bertarung sampai akhirnya aku yang menang, karena engkau memang tidak ingin menang. Padahal kalau bertarung sungguh2 aku belum tentu menang, apalagi saat itu aku terluka dalam ". " Ah itu kisah lima tahun yang lalu, tidak usah dibicarakan lagi ", kata Nokidin. Lukita terus melanjutkan : " Aku datang kesini untuk meminta pertolonganmu, ini tentang istriku !". " Maksudmu sekarang engkau sedang bertengkar?", tanya Nokidin. " Bukan, bukan....aku tidak sedang bertengkar !", jawab Lukita. " Lalu ? ", tanya Nokidin lagi. " Aku akan pulang ke duniaku, ini adalah permintaan istriku sendiri setelah mengetahui siapa aku. Gara2 peristiwa kematian pengantin di desa Danasari itu ". " O jadi engkau yang menerkam pengantin perempuan itu ?", Nokidin memotong. " Bukan, bukan aku, tetapi teman2ku yang melakukannya ketika mereka mengajaku berburu ".

Suasana hening sejenak, Lukita melanjutkan lagi : " Dulu aku memang sudah diingatkan oleh salah seorang tetua bahwa manusia memang beda dengan bangsa siluman. Pada saatnya istriku akan tua, sementara aku masih seperti ini. Disamping itu, juga tidak bisa mempunyai keturunan ". Nokidin bertanya lagi : " Lalu apa hubungannya dengan aku ?". " Nokidin, tolong dengarkan dulu. Jangan kau potong kata2ku ! ", Lukita melanjutkan : " Aku sudah memutuskan untuk pergi malam ini juga. Aku mohon engkau bersedia mengawini Nyai Sedi untuk memberi keturunan setelah aku pergi.

Suasana kembali lengang, ketika kemudian terdengar Nokidin berkata : " Tetapi,.... kenapa engkau memilih aku ?", tanya Nokidin. " Aku percaya padamu Nokidin, karena dulu engkau menolongku dengan memberi kemenangan ketika sayembara tanding ", jawab Lukita.

"Ah, itu sudah lama berlalu. Tidak usah disebut-sebut lagi. Aku sebenarnya saat itu tidak berniat mengikuti sayembara tanding. Aku hanya tidak suka melihat tingkah Bagus Kuncung dan Jaka Kentring", Nokidin berhenti sejenak.

Suasanapun kembali senyap, hanya bunyi suara jengkerik dan burung malam yang kadang menyela diantara suara gemericik air sungai Lumeneng: " Maaf Lukita, aku sendiri sampai saat ini memang belum mempunyai istri, dan aku memang belum punya niat untuk beristri ", jawab Nokidin lirih.

"Tetapi, tetapi....maukah engkau menolongku?" tanya Lukita, " aku akan melakukan apa saja permintaanmu asal engkau mau mengawini Nyai Sedi untuk memberi keturunan", lanjut Lukita. " Setelah itu terserah engkau, mau melanjutkan atau tidak. Atau engkau mau mencari isteri dulu baru mengawini Nyai Sedi?"

" Ah, sudahlah Lukita, tetapi apakah engkau bersungguh-sungguh dengan permintaanmu itu. Bukankah engkau sangat mencintai Nyai Sedi, istrimu itu? jawab Nokidin. " Aku bersungguh-sungguh Nokidin. Aku percaya kepadamu" jawab Lukita.

" Baiklah Lukita, aku sanggupi permintaanmu. Namun aku belum tahu apakah aku akan mencari istri terlibih dulu atau langsung memenuhi permintaanmu ", jawab Nokidin. " Yang jelas aku harus menunggu 3 bulan untuk memenuhi permintaanmu itu. Karena itulah ketentuan dalam agamaku, seorang janda boleh dikawini setelah habis masa tunggu ( idahnya ) yaitu 3 bulan".

" Terima kasih Nokidin, terima kasih atas kesanggupanmu itu. Selama masa menunggu 3 bulan, aku akan mengawasi dari jauh. Barangkali engkau lupa, atau ada kejadian yang lain" Lukita melanjutkan " aku percaya kepadamu, aku pamit. Terima kasih atas semuanya". Lukitapun kembali berubah menjadi harimau hitam yang besar, meloncat memasuki semak2 diseberang sungai. Lenyap dikeremangan cahaya bulan.

Setelah Lukita pergi, Nokidin kembali tercenung sendirian diatas batu ditepi sungai Lumeneng : " Ah mengapa jadi begini akhirnya ? ". Sementara bulan yang menggantung pucat dilangit sudah bergeser agak ke barat. " Ah, sudah lewat tengah malam " desah Nokidin. " Sudahlah, apa yang akan terjadi biarlah terjadi sesuai kehendak Yang Diatas sana".

Sementara itu, dikejauhan terdengar sayup auman harimau seperti merintih. Ya, hati Lukita memang sedang dilanda kepedihan yang dalam, karena harus pergi meninggalkan wanita yang dikasihi dengan sepenuh jiwanya.

Tanpa tersasa waktu 3 bulan telah berlalu, akan tetapi Nokidin belum juga mempunyai istri. Iapun bimbang, apakah akan mencari istri terlebih dulu atau langsung pergi melamar Nyai Sedi sesuai janji yang telah disanggupi pada Lukita. Nokidin segera minta ijin pada ayahnya karena memang sudah berkali2 ayahnya meminta agar Nokidin segera beristri.

Nokidinpun melangkah pergi dari rumah, namun ia tidak tahu mengapa langkah kakinya justru menuju desa Sikemplang desa tempat tinggal Nyai Sedi. " Ah, sudah terserah saja apa yang akan terjadi nanti ", demikian kata hati Nokidin. Sesampainya di desa Sikemplang, iapun menuju rumah Ki Singa Truna ayah Nyai Sedi.

" Assalamualaikum ", demikian Nokidin mengucap salam. " Waalaikumsalam ", seraut wajah tua berambut putih menyambutnya. " Ah, kalau tidak salah yang datang adalah anakmas Nokidin, betulkah? " demikian Ki Singa Truna berkata. " Betul Ki Singa, aku Nokidin. Salam dari ayahku untuk Ki Singa Truna, mohon maaf ayahku tidak bisa ikut datang".

" Ah tidak apa2, tentu Kyai Astrajiwa juga sudah tua seperti aku ini" sahut Ki Singa Truna. " Tentu sudah malas untuk pergi kemana2. Silakan duduk anakmas, apakah ada sesuatu yang penting dari ayahmu sehingga engkau berkunjung?"

" Oh tidak tidak Ki Singa " jawab Nokidin terbata. " Aku...aku...kesini memang atas kemauanku sendiri ".

" Ya ya, silakan. Maafkan aku, mungkin kurang penerimaanya " kata Ki Singa Truna sambil mempersilahkan duduk diatas tikar pandan.

" Oh tidak...tidak apa2 Ki Singa, aku...aku...sebenarnya....", Terasa ada yang menyangkut ditenggorokan Nokidin. " maksudku....aku...aku...ingin menanyakan tentang Nyai Sedi ".

" Maksud anakmas ?" tanya Ki Singa Truna.

" Maksudku apakah....apakah...ia masih sendiri, maksudku apakah Nyai Sedi belum kawin lagi sepeninggal Lukita ". tanya Nokidin.

" Ya ya, itulah... sebenarnya ...aku ini sudah tua. Aku cuma ingin momong cucu saja, tapi..." jawab Ki Singa Truna lesu. Sambil menghela nafas panjang Ki Singa meneruskan : " Tampaknya Yang Maha Agung memang belum mengijinkan. Dua hari yang lalu juga ada tamu, datang berturut2, Bagus Kuncung dan Jaka Kentring. Tapi semuanya ditolak, bahkan menemui saja Sedi tidak mau".

" Coba aku akan mengatakan padanya bahwa yang datang adalah engkau, anakmas Nokidin. Tetapi jangan kecewa kalau nanti Sedi juga tidak mau menemui anakmas" demikian Ki Singa Suta berkata sambil beranjak masuk ke dalam rumah. " Ya ya Ki Singa, aku akan menunggu " jawab Nokidin.

Kembali terasa ada sesuatu yang menyekat didada Nokidin, " Apakah aku juga akan ditolak seperti Bagus Kuncung dan Jaka Kentring ?" Berbagai perasaan campur aduk didadanya. " Ah, sudahlah. Aku kesini adalah atas permintaan Lukita. Kalau memang nanti ditolak, ya sudah. Itu bukan salahnya, ia tinggal menyampaikan pada Lukita nanti " demikian kata hati Nokidin.

" Selamat datang kakang Nokidin ", suara yang halus lembut memecah kesunyian. Tergagap Nokidin dari lamunannya, ia pun menoleh kearah datangnya suara lembut tersebut. Sekali lagi Nokidin terperangah ketika melihat sosok yang muncul dari dalam

" Astaghfirlloh, mimpi apa aku semalam " demikian kata hatinya. " Ada apa kakang Nokidin, kok seperti melihat hantu " nyai Sedi menyapa lembut. " Oh tidak...tidak.." jawab Nokidin terbata. Ia terpana ketika melihat Nyai Sedi yang muncul sambil membawa minuman.

Dulu ketika sayembara tanding, dibawah terangnya purnama, memang Nokidin pernah melihat nyai Sedi meski cuma selintas. Nokidin memang tidak terlalu memperhatikanya, karena ia memang tidak berniat mencari istri. Ia mengikuti sayembara tanding karen benar2 tidak suka melihat tingkah Bagus Kuncung dan Jaka Kentring.