webnovel

Perjalanan Nandi Touka Dari Yang Terlemah Menjadi Yang Terkuat!

0

KikiYasarF · Realistic
Not enough ratings
4 Chs

Kaisar (1)

Nandi tersenyum, membalas hinaan dan cemoohan remaja di sekitarnya dengan sesuatu yang baik. Senyum, kata neneknya, adalah permata pengelihatan, tiap senyuman itu berharga, jadi ketika melihat senyuman, Nandi wajib membalasnya.

Sayangya, mereka tidak tahu dengan perkataan nenek Nandi, mereka tidak membalas senyum Nandi.

"Sekolah kita memang gak sebagus Akademi Tarian Matahari, tapi kenapa juga sekolah ini nerima anak cacat seperti dia?" Ucap seorang siswa, berdiri di depan pintu kelas.

Nandi mengabaikannya dan tetap berjalan di lorong sekolah. Langit sudah mulai sore, ini waktunya pulang sekolah, dan ada tempat yang ingin Nandi datangi. Kaki kanan prostetiknya melangkah maju, diikuti dengan kaki kirinya, lalu tongkat bantu jalan di tangan kanannya. Ritme berjalan Nandi berbeda dari yang lain, Nandi menyadari hal ini sedari kecil, dan ketika orang-orang mendengar ritme aneh ini, mereka berbalik dan memandang.

"Yang paling lucu, kudengar namanya Touka," ucap seorang siswa, "nama itu sama sekali gak cocok sama anak cacat ini.

"Aku penasaran, berarti dia cuman punya 10 ring doang kan yah?" ucap seorang siswa.

"Dia memang cuman punya 5 jari tangan sama 5 jari kaki, ya jadi cuman 10 ring doang."

"Sebenarnya," Nandi Touka berhenti, menatap seorang siswi yang berbicara tentang jari-jari miliknya, "jari kakiku cuman ada 4, jari telunjuk kakiku ilang waktu kecil, jadi aku cuman punya 9 ring."

"Uwah, dia bicara samamu Sel, mending pergi yuk!"

Nandi menghela napasnya, melihat dua orang siswi yang barusan bicara berjalan cepat menghindari Nandi.

Nandi tersenyum dan kembali berjalan. Punya satu tangan dan satu kaki sama sekali tidak menganggu. Nandi sedari kecil hidup dengan keadaan seperti ini, jadi dia sudah terbiasa. Akan bohong kalau Nandi tidak iri dengan orang lain, namun perasaan iri itu sangat kecil, di hatinya yang sebesar aula sekolah, rasa iri itu cuman sebesar kerikil.

Nandi berhasil keluar dari sekolahnya dan berjalan di pinggir jalan, kereta kuda masih menjadi alat transportasi dominan, namun kendaraan yang namanya mobil—kereta kuda tanpa kuda—mulai bertebaran di jalan. Nandi juga sempat mendengar Narak—kota ini, akan menjadi kota pertama yang jalannya dilapisi aspal, akomodasi untuk mobil-mobil ini.

Nandi fokus ke sebuah gedung tinggi di depannya, itu adalah Akademi Tarian Matahari, akademi terbaik di negeri ini untuk belajar sihir. Nandi beberapa bulan lalu mendaftar di akademi itu, ingin menjadi siswa Akademi Tarian Matahari di tahun ajaran yang baru ini, namun dia gagal dan ditolak. Jadi Nandi mendaftar ke akademi lain yang paling dekat dengan Tarian Matahari.

Nandi datang dari luar kota, yatim, meninggalakan kakek dan neneknya yang sudah tua renta di kampung halaman.

Dia datang ke kota ini berharap bisa masuk ke perpustakaan di Akademi Tarian Matahari, dan katanya, walaupun dibatasi, orang luar boleh masuk ke perpustakaan itu.

Ini kabar baik bagi Nandi, karena tujuan utama Nandi datang ke Narak dan mendaftar ke Akademi Tarian Matahari adalah untuk masuk ke dalam perpustakaan itu.

Nandi punya mimpi sederhana, dia ingin menjadi lebih kuat, ingin agar kehadirannya tidak merepotkan orang lain. Jadi dia mulai menyelidiki sihir kuno yang katanya bisa menumbuhkan kembali organ.

Tentu, Nandi bisa hidup hanya dengan satu tangan dan satu kaki, dia juga tidak terlalu iri dengan orang-orang dengan kaki dan tangan yang lengkap. Namun Fanalis butuh 20 jari agar bisa memiliki 20 ring, dan Nandi kekurangan 11 jari.

"Semangat, Nandi Touka," gumamnya, "kamu tidak mulai dari nol soalnya."

Penyelidikan sihir kuno ini sudah dimulai dari 16 tahun yang lalu, sejak Nandi umur 1 tahun dan baru kehilangan satu tangan dan kakinya. Yang Nandi perlukan cuman peta dan dokumen kuno yang bisa menunjukkan di mana dokumen tentang sihir kuno ini terkubur.

Nandi sampai ke gerbang Akademi Tarian Matahari, namun ketika melangkahkan kakinya melewati gerbang, dia dihentikan oleh seseorang.

"Mau ke mana?" Ucap si penjaga gerbang, berdiri di depan Nandi dengan tangan yang menyilang.

"Ke perpustakaan."