webnovel

Peran Utama

CherilynCey · Teen
Not enough ratings
390 Chs

Suruhan

"Nih," kata Deri seraya menunjukkan layar ponselnya pada Daya. "Acaranya Minggu depan."

Daya mengambil ponsel Deri dan di sana dia melihat sebuah gambar banner yang menjelaskan kalau Aron menjadi bintang tamu di sana. Sambil menghembuskan napas berat, Daya mengembalikan ponsel cowok itu. Dia menatap Deri dengan malas.

"Itu kan tempatnya dekat, kenapa enggak lo aja yang ke sana?"

"Gue ada pertandingan di hari itu. Kalo Alice ada acara perayaan sama teman dancenya."

"Kenapa harus gue yang ke sana sih? Gue sama sekali enggak punya kepentingan di sana."

"Ayolah Day, bantuin gue," bujuk Deri, tangannya mengamit tangan Daya dan menggenggamnya.

Masih teringat jelas di benak Daya apa yang terjadi padanya tadi malam. Deri mengatakan dirinya payah, cowok itu tidak peduli dengan keadaannya dan Daya menangisi kebodohannya semalaman. Akan tetapi, siang ini Daya masih saja berbaik hati pada Deri.

Dia pun mengangguk untuk menyetujui permintaan Deri. Daya berjanji akan datang ke acara yang mengundang Aron.

"Tapi gue punya satu syarat."

"Apa?"

"Traktir gue makan di kantin," kata Daya.

Eki melepaskan pegangannya yang sendari tadi memegang tangan Daya. Dia menggaruk belakang lehernya dan memasang mimik muka seperti orang yang sedang memikirkan alasan.

"Nggak mau bayarin makanan gue?" tanya Daya suaranya sedikit meninggi.

"Bukan gitu Day," kata Deri menahan kemarahan Daya. "Bukan gue enggak mau bayarin lo makan, tapi bisa nggak soal itu ditunda dulu?"

Daya sudah bersiap menyemprotkan kata-katanya untuk memaki Deri namun cowok itu segera melanjutkan bicaranya. "Gue janji, nanti gue pasti traktir lo makan. Sekarang ini gue lagi ngehemat. Uangnya lagi gue tabung buat beli hadiah untuk Alice."

Lagi-lagi Alice. Berbicara dengan Deri sepertinya tidak akan pernah bisa terlepas dari nama cewek itu. Daya sudah muak mendengarnya.

"Oke, gue bakalan tagih lain kali."

Setelah itu Daya membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Deri. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Dia marah kepada Alice yang sudah mengambil apa yang ingin dia miliki.

"Day," panggil Rin waktu Daya sampai di kantin.

Daya melihat ke arah Rin dan melambaikan tangan sekilas. Rin malah membalas dengan ketukkan di meja yang ada di hadapannya.

"Makan di sini aja, meja yang lain sudah penuh."

Dari yang bisa Daya lihat, apa yang dikatakan oleh Rin memang ada benarnya juga. Semua meja yang ada di kantin sudah terisi. Daya terlambat ke kantin karena harus berurusan dengan Deri dulu. Membicarakan hal yang tidak penting.

Masalahnya, di meja yang dipakai Rin juga tidak sepenuhnya kosong. Di meja itu sudah terisi tiga orang. Yaitu Rin dan seorang cowok yang duduk di sebelahnya. Daya mengenal cowok itu bernama Alif yang biasa Rin ceritakan. Namun cowok yang duduk di hapan Alif itu Daya tidak mengenal namanya dan dia harus duduk di samping cowok itu.

"Day, kenapa diam aja?" tanya Rin membuyarkan lamunan Daya.

"Iya, ini gue mau pesan kok," kata Daya. Kemudian dia memesan makanan dan minuman kesukaannya.

Setelah mendapatkan pesanannya, Daya pun terpaksa ke meja Rin. Duduk di hadapan Rin dan bersampingan dengan cewek yang tidak dia kenal namanya.

"Gue enggak apa-apa duduk di sini?" tanya Daya melihat ke arah Alif dan cowok yang duduk di sampingnya secara bergantian.

"Santai aja, asal lo enggak terganggu sama obrolan gue sama Alif," kata Cowok yang duduk di sebelah Daya.

"Mereka lagi ngomongin soal olimpiade fisika yang mau mereka ikuti. Biasalah, kegiatan anak kelas unggulan," jelas Rin menambahkan.

Daya hanya mengangguk dan dia pun menyantap makanannya tanpa berbicara apapun dengan Rin. Namun, sambil makan Daya tetap mendengar apa yang mereka bicarakan. Dari obrolan yang terdengar, mereka memang membicarakan soal metode apa yang akan mereka pakai untuk belajar nantinya. Pembicaraan itu tentu tidak akan bisa masuk dengan Daya. Dia benci fisika atau lebih tepatnya pelajaran soal hitungan.

"Lo kenapa lama ke kantin sih?" tanya Rin saat cewek itu sudah selesai dengan makanannya.

"Ditahan Deri, dia ada perlu sama gue," kata Daya.

"Ah, sudah gak heran Deri begitu. Dia pasti aja samperin lo pas ada perlunya."

"Ya udahlah, namanya juga teman."

"Teman macam apa yang datang pas butuhnya aja?" sindir Rin.

Daya menaikkan kedua bahunya. Dia tidak mau menjawab pertanyaan Rin, walau kalimat jawaban itu sudah ada diujung lidahnya. Dia tidak mau mengeluarkan kata-kata kotor untuk mengatai Deri. Dia tidak mau Deri terlihat buruk di depan orang lain.

Selang beberapa detik, ponsel Daya berbunyi. Daya segera mengambil ponselnya dan melihat siapa yang baru saja mengirimnya pesan.

"Deri lagi?" tanya Rin. Perhatian cewek itu tidak pernah terlepas dari Daya.

"Bukan, ini Kak Eki."

"Kenapa? Enggak bisa jemput?"

Daya mengangguk lalu berkata, "Dia nyuruh gue ke Mall Central Plaza habis pulang sekolah."

"Mau bareng gue nggak? Rumah gue dekat situ," tawar cowok yang ada di samping Daya.

"Oh iya, gue hampir lupa," ucap Rin lalu menepuk dahinya. Sambil menunjuk cowok itu Rin berkata, "Ini Sandi teman sekelas Alif."

Daya menoleh ke Rin dan mengangguk. Setelah itu, dia kembali lagi pada cowok yang di sampingnya. "Gue nanti bisa minta antar sama teman gue kok."

"Oke, kalo ada yang ngaterin," jawab Sandi.

Ya, Daya berharap ada yang mengantar dirinya. Harapan itu tentu saja pada Deri. Tapi sayangnya, harapan itu seketika sirna.

"Gue sih pengen ngantar lo, tapi gue sudah janji sama Alice." .

"Mall Central Plaza dekat lho dari sini," kata Daya.

"Enggak bisa Day, Alice sebentar lagi selesai latihannya. Kalo dia ke luar dan gue enggak ada di sini, dia pasti ikut sama yang lain."

"Der, masa lo enggak mau bantuin gue? Antar bentar aja. Mall itu kan dekat dari sini. Kalo lo ngebut, paling sepuluh menit sampai."

"Day, lo ngertiin gue dong. Gue di sini lagi usaha buat dekatin Alice. Tiap ada kesempatan gue harus bisa ambil. Kayak sekarang ini, gue mau anterin Alice pulang. Tadi gue juga sudah janji sama dia."

Jika Daya menjawab perkataan itu, dia tahu akan terjadi pertengkaran kecil lagi. Daya sedang tidak mau berdebat lagi apalagi harus membicarakan soal Alice lagi. Sekali lagi, untuk kesekian kalinya, Daya kembali mengalah.

"Oke, gue naik taksi aja."

"Nah gitu dong," kata Deri.

Daya berjalan dengan perlahan ke luar gerbang sekolah. Sampai di pinggir jalan dia menunggu taksi di sana. Dari luar Daya tampak biasa saja, namun di dalam terjadi pergolakan. Daya ingin menyerah karena dia tahu apa yang dia lakukan ini terlalu bodoh. Tetapi, dia punya keyakinan bahwa suatu hari dia bisa membuat Deri melihat perasaan yang disimpannya selama ini.