webnovel

Penyambutan Pendeta Agung

PRANG! BRUK! PRANG!

"Hiii…!!" Menyerah, Sei pun akhirnya lari keluar kamar untuk menyelamatkan diri dari sarang amukan setan itu.

"Apa yang terjadi? Nona Arina mengamuk lagi?" Tanya Helen yang ikutan panik. "Apa kram datang bulannya segitunya menyakitkan? Kenapa nona Arina begitu terus sejak kemarin?" Gumamnya.

Sei ingin menjawab kalau lebih tepatnya Arina sudah begitu setelah gagal dari misi pembunuhannya kemarin. Tapi karena tidak bisa, dia hanya mengangguk-angguk.

Arina kadang memang suka marah tidak jelas, tapi mengamuk sampai seperti ini termasuk sangat jarang. Itulah kenapa semua pelayan cuma bisa bingung di depan pintu. Jangankan pelayan, Arina bahkan tidak mau membiarkan ayah dan ibunya masuk.

"Padahal yang mulia raja dan ratu juga akan datang. Rasanya tidak enak kalau Rina tidak datang." Kata tuan Almira. "Kau tidak bisa membujuknya?" Tanyanya kemudian.

"Dia bahkan tidak membiarkanku masuk…" Balas Anastasia cemberut. "Hmh, mungkin sebaiknya Aku di rumah saja?" Lanjutnya lagi, tidak bisa tenang mengingat anaknya masih mengurung dirinya di kamar entah karena apa.

"Kau kan juga diundang langsung oleh kepala pendeta, tentu saja kau harus datang." Balas tuan Almira. "Rina akan baik-baik saja. Para pelayan yang akan mengurusnya." Katanya. Sehingga dengan berat hati keluarga Almira pun harus pergi ke istana tanpa putri mereka.

Setiap tahunnya, acara penyambutan untuk para pendeta baru sebenarnya digelar seadanya. Dengan acara serius nan khidmat yang kemudian diikuti dengan pesta kebun kecil-kecilan, yang juga hanya dihadiri oleh penghuni istana.

Tapi karena tahun ini mereka kedatangan seseorang yang disebut-sebut sebagai titisan pendeta agung baru, tentu saja istana harus memperbesar skalanya. Bukan cuma penyambutan, acara ini lebih tepat kalau disebut sebagai perayaan!

Masyarakat biasa diperbolehkan untuk melihat dan menyambut mereka dari luar gerbang. Tapi yang bisa masuk ke istana tetap saja hanya para bangsawan dan undangan-undangan khusus yang punya hubungan khusus dengan istana. Termasuk keluarga Almira.

"Ah, tuan dan nyonya Almira. Kalian sudah datang." Sapa Alex begitu melihat mereka. Dia merasa tidak perlu bertanya kenapa Arina tidak bersama mereka, tapi mungkin akan aneh juga kalau tidak ditanya, jadi… "Omong-omong, Arina tidak datang ya?"

"Maaf ya. Arina sedang agak sakit, jadi dia tidak bisa datang." Balas nyonya Anastasia.

"Begitu. Tidak apa, Aku mengerti. Kalau begitu kalian bisa duduk dulu dengan para bangsawan lain, karena rombongan pendeta sudah akan datang sebentar lagi." Katanya yang kemudian pergi.

Setelah melihat Alex menghilang, nyonya Anastasia tadinya sudah akan duduk. Tapi saat merasakan ada pandangan yang mengarah kepadanya, dia pun menoleh ke arah balkon istana yang ada di lantai 2 dan tersenyum ke sana. Rupanya sang ratu sedang melambai ke arahnya. Bahkan tuan Almira yang melihat itu juga sempat membungkukkan punggungnya.

Tapi selain sosok raja dan ratu, ada pemandangan lain yang tidak biasa di balkon itu. "Pangeran Felix dan tuan putri Iris juga datang. Tumben." Celetuk tuan Almira pelan. "Benar kan?"

"Mm, yah." Balas nyonya Anastasia seadanya. Soalnya tidak seperti Alex, dua kakaknya itu memang jarang terlihat keluar. Apalagi hanya untuk acara penyambutan yang tidak wajib seperti ini. "Sepertinya semua orang memang penasaran dengan pendeta agung yang baru itu." Tambahnya.

Dan rombongan itu pun tiba.

Anastasia mengenali tiga pendeta yang berjalan di depan barisan, jadi 7 orang yang mengekor di belakangnya pasti adalah para anggota baru yang mulai hari ini akan diresmikan jadi pendeta khusus istana.

Dan tidak perlu kebingungan, dalam sekali lihat, Anastasia bahkan semua orang juga sudah langsung tahu pendeta mana yang merupakan titisan pendeta agung. Sudah pasti wanita muda dengan rambut emas berkilau itu.

Memang, dengan mata hijau dan kulitnya yang bersinar di bawah cahaya matahari, kecantikannya sudah cukup untuk menarik perhatian semua orang. Tapi tanda merah di lehernya--yang berbentuk bunga dan bulan sabit itu adalah bukti nyata kalau perempuan itu adalah titisan pendeta agung yang hanya muncul ratusan tahun sekali.

Memastikan itu dengan mata kepala mereka langsung, beberapa bangsawan yang ada di situ langsung menyentuh dada mereka dan memberi hormat, yang kemudian diikuti oleh semua orang. Meski sebaliknya, orang yang menerima penghormatan itu justru malah kelihatan tidak nyaman dan berusaha menundukkan kepalanya sedalam mungkin.

Makanya begitu mereka berhenti tepat di depan istana, perempuan itu terlihat jadi lebih tenang karena saat itu mereka yang harus membungkuk di hadapan yang mulia raja dan ratu.

Sampai tidak lama setelahnya, seorang pria tua dengan jenggot putih panjang juga terlihat keluar dari pintu istana. Itu adalah kepala pendeta.

Karena umurnya yang sudah tua, pendeta itu berjalan memakai tongkat panjang dan melangkah dengan perlahan. Semua orang sudah lupa berapa tepatnya umur kepala pendeta, tapi yang pasti memang sudah mendekati angka seabad. Bahkan Anastasia yang melihat itu juga jadi merasa tidak enak karena dia jarang mengunjunginya belakangan ini.

Detik itu, semua orang berpikirkan sama. Kalau memang sudah waktunya generasi pendeta diteruskan oleh generasi baru.