webnovel

BAB 18 MUDAH?

BAB 18 MUDAH?

Suara tawa itu terdengar saat Novia baru saja terbangun. Hari masih begitu pagi, suara burung kenari yang berkicau di dahan pohon mulai terdengar. Tapi bukan itu yang membuat Novia terbangun, dia mendengar suara Raihan. Suaminya itu terdengar begitu santai saat tertawa, tawa yang sangat tulus kali ini dan baru pertama kali didengarnya.

Novia menyentuh dadanya, tiba-tiba jantungnya berdegup kencang. Sejak malam Raihan memangku dirinya dan mengatakan kalau Raihan tidak akan berpaling darinya seumur hidupnya. Hal itu benar- benar membuat Novia luluh.

Novia bergeser dan meraih kursi roda yang diletakkan persis di samping kasur. Bahkan kursi roda itu sudah disiapkan untuknya. Karena sudah terbiasa, Novia bisa menggeser sendiri tubuhnya untuk duduk di kursi roda itu meski sedikit lebih lama dan terasa sedikit nyeri tapi selama ini dia bisa. Menghela nafas karena berhasil duduk, Novia segera menjalankan kursi rodanya menuju wastafel yang ada di ujung kamar. Biasanya Raihan sudah menyiapkan sikat gigi lengkap dengan pasta gigi di atasnya. Novia tersenyum dengan kebiasaan itu. Dia mulai berkumur dan juga menyikat giginya. Perhatian Raihan semakin hari membuatnya merasa beruntung.

Akhirnya setelah siap keluar dari kamar, Novia menjalankan kursi rodanya menuju ruang tamu. Dan dia begitu terkejut saat di sana ada dua pria yang sedang berbincang dengan seru.

"Adek?"

Sapaan itu mengalihkan tatapan Novia dari pria yang ada di hadapan Raihan. Yang tak lain adalah Kenan.

"Udah bangun? Maaf suaraku pasti membangunkanmu."

Raihan sudah berdiri dari sofa yang didudukinya dan kini melangkah ke arah Novia. Pria itu mendorong kursi roda mendekati sofa.

"Kenan lagi ke sini, jenguk Mbak Sofia."

Penjelasan Raihan membuat Novia kini menatap Kenan lagi. Pria itu menyeringai khas Kenan.

"Halo Nyonya Raihan. Makin cantik. "

Novia tersenyum mendengar gurauan Kenan. Raihan kini sudah duduk di sofanya lagi, tapi menggenggam jemari Novia yang ada di atas pangkuan. Terasa begitu hangat.

"Cacanya mana? Kangen sama Caca."

Ucapannya itu membuat Kenan kini menggembungkan pipinya.

"Caca nggak mau diajak, katanya pipinya makin gembil kayak gini nih," Kenan menggembungkan pipinya lagi menunjukkan kalau dia suka menggoda Caca.

"Males diejek sama Mas bos katanya."

Novia dan Raihan langsung tertawa begitu mendengar ucapan Kenan yang kocak itu.

"Kalian memang serasi."

Raihan mengatakan itu dan beranjak dari duduknya.

"Bentar aku buatin teh hangat, Adek mau aku buatin apa? Susu kayak biasa?"

Raihan sudah membungkuk dan menatap Novia. Tentu saja hal itu membuat Novia terkejut. Dia terkesiap dan menahan nafasnya. Tentu saja pipinya langsung merona karena wajahnya begitu dekat dengan Raihan. Tapi suaminya itu malah tersenyum dan mengecup keningnya.

"Bentar ya, Ken."

Kenan mengacungkan jempolnya saat Raihan melangkah masuk ke dalam. Sedangkan Novia kini menunduk merasa malu.

"Aku ikut senang kalian sudah seakrab ini."

Suara riang Kenan membuat Novia kini mengerjap dan mengangkat wajahnya lalu menatap Kenan. Pria yang pernah akan menjadi calon suaminya itu tampak sangat tulus mengatakan itu.

"Terimakasih ya Mas, karena sudah membawa malaikat kepadaku."

Novia mengucapkan itu dengan lirih, membuat Kenan tersenyum lagi.

"Bukan aku yang membawa, tapi kamulah yang membawanya sendiri. Dia sudah jatuh cinta kepadamu sejak melihat foto kamu. Bukankah itu sungguh keajaiban?"

******

Setelah percakapannya dengan Kenan, Novia makin merasa bersalah dengan Raihan. Pria itu begitu baik dan tulus kepadanya. Tapi dia belum bisa memberikan kewajibannya sebagai seorang istri. Novia kini menatap Raihan yang sedang sibuk membaca di ruang tengah. Setelah Kenan berpamit pulang, Raihan memang mengajaknya untuk menonton televisi meskipun pria itu sibuk membaca buku.

Raihan menatap Novia dan meletakkan buku yang sejak tadi dipegangnya ke atas meja. Alis pria itu bertaut.

"Ada yang salah?"

Novia langsung menggelengkan kepala.

"Enggak."

"Atau ingin sesuatu?"

Raihan sudah mengalihkan perhatiannya penuh kepada Novia saat ini. Hal itu malah membuat jantung Novia makin berdegup kencang. Dia terlalu gugup untuk menatap Raihan.

"Hei, ada apa? Masih ingat sama Kenan?"

Pertanyaan Raihan itu membuat Novia mengernyit tapi kemudian menggelengkan kepala.

"Kenapa dengan Mas Kenan?"

Raihan kini menyugar rambutnya dan tersenyum tipis. Nampak ada kesedihan di matanya.

"Aku tahu kamu mencintai Kenan."

Kali ini Novia yang mengerutkan kening. Dia tidak menyangka Raihan akan mengatakan itu.

"Kenapa Mas bilang begitu?"

Novia kini menatap Raihan yang tampak salah tingkah. Bahkan duduknya sepertinya tidak nyaman. Tapi kemudian Raihan menatapnya lekat.

"Dek, meninggalkan seseorang itu mudah. Tapi menghilangkan kenangannya itu yang sulit. Aku tahu kamu belum bisa menghapuskan kenangan Kenan saat kalian bersama. Dan aku..."

Raihan tampak susah untuk mengungkapkan perasaannya. Tapi Novia segera menyentuh tangan Raihan.

"Mas, mudah. Semuanya mudah Mas."

Mendengar hal itu Raihan kini seperti terkejut.

"Mudah untuk apa?"

Novia mengulurkan tangan untuk menyugar rambut Raihan yang terjatuh di dahi lahi. Lalu mengusap wajahnya dan berhenti di dagu pria itu.

"Semuanya mudah kalau kenangan itu tergantikan oleh kamu. Aku siap Mas untuk menyempurnakan pernikahan ini."

Novia menggigit bibirnya setelah mengatakan itu. Dia terlalu malu untuk menatap Raihan. Menunduk dengan jantung yang berdegup semakin kencang. Sampai beberapa saat tidak ada suara dari Raihan, saat dia mengangkat wajahnya dia menemukan tatapan Raihan yang masig tertuju kepadanya.

"Mas..."

Raihan hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.

"Aku tidak bisa menyakitimu. Kamu masih butuh perawatan."

Saat Novia akan memprotes pria itu mengusap pipinya dan mendekat.

"Aku masih bisa menunggu, sayang."