webnovel

BAB 15 CINTA

BAB 15 CINTA?

"Dokter Rai...hoi apa kabar?"

Raihan tersenyum dan menjabat tangan Leo. Salah satu sahabatnya dulu saat menempuh pendidikan kedokteran.

Raihan memang berada di salah satu pusat perbelanjaan. Novia hari ini mengatakan ingin membeli beberapa bahan makanan. Hal itu membuat Raihan sedikit terkejut, karena sejak membawa Novia ke Yogya ini istrinya itu baru kali ini meminta untuk pergi keluar rumah.

Leo mengamatinya dengan seksama. Raihan memang sedang berdiri di depan lorong yang mengarahkan ke toilet. Di lower ground mall ini.

"Kamu ditanyain Nia, dia belum nikah tuh."

Ucapan Leo membuat Raihan mengernyit.

"Nia siapa?"

Raihan mengerutkan kening yang membuat Leo tertawa.

"Dokter Nia, Karunia. Dulu kita tergila-gila sama dia. Ingat nggak?"

Raihan kembali mengernyit tapi kemudian tersenyum tipis.

"Owh, Karunia."

"Mas..."

Ucapannya berbarengan dengan panggilan Novia. Dia langsung menoleh ke samping dan menatap Novia yang duduk di kursi roda. Istrinya itu memang meminta ijin untuk membenahi kerudungnya.

"Udah?"

Raihan langsung berdiri di belakang kursi roda Novia. Wanita itu menganggukkan kepala.

"Dek, ini, Leo. Leo, ini Novia istriku."

Raihan langsung memperkenalkan keduanya. Novia hanya tersenyum sopan ke arah Leo. Dan sahabatnya itu tampak terkejut saat mengetahui hal itu.

"Istri? Kapan kamu nikah?"

Leo kini menatapnya yang membuat Raihan tersenyum.

"Sudah hampir 3 tahun yang lalu."

Mulut Leo menganga tak percaya. Tapi Raihan juga tidak mau mengatakan terlalu banyak. Dia menepuk bahu Leo.

"Main ke rumahku ya. Aku dengar kamu sudah jadi spesialis bedah yang berkompeten."

Leo hanya menganggukkan kepala dan sedikit tersenyum. Tapi selebihnya sahabatnya itu masih tampak bingung.

"Aku duluan ya."

Raihan langsung berpamitan dan mendorong kursi roda Novia menjauh dari Leo. Mendengar sahabatnya itu mengiyakan.

"Mas, kita pulang."

Ucapan Novia yang tiba-tiba membuat Raihan menghentikan langkahnya.

"Loh kok pulang? Katanya mau beli sayuran dan ikan?"

Tapi kepala Novia terlihat menggeleng kalau seperti itu Raihan tidak bisa membujuk istrinya.

******

Sampai di rumah Novia berpamitan ingin istirahat tidur siang. Raihan sendiri sibuk dengan memberesi hasil belanja mereka tadi.

Tapi setelah selesai dia langsung masuk ke dalam kamar. Hari memang masih pukul 11 siang. Dia melihat Novia meringkuk di atas kasur.

Raihan melangkah mendekati dan kini duduk di samping Novia.

"Lelah Dek?"

Raihan menyibakkan rambut yang menutupi wajah Novia. Istrinya itu membuka mata. Tapi hanya gelengan kepala saja yang dilihatnya.

"Nggak enak badan?"

Novia kembali menggeleng. Raihan tampak bingung dengan sikap diam Novia.

"Marah sama aku?"

Raihan kini menunjuk dirinya sendiri.

"Enggak. Nggak marah."

Jawaban singkat Novia membuat Raihan penasaran. Dia kini mengulurkan tangan untuk mengusap kening Novia.

"Anget."

Novia mengernyit saat Raihan menempelkan telapak tangannya di kening.

"Aku nggak sakit kok. Cuma nggak percaya diri saat tadi Mas ngenalin sama temen Mas. Dia natap aku kayak sampah."

Mendengar ucapan Novia yang sedih itu Raihan langsung mengernyit.

"Siapa yang bilang kamu sampah?"

Novia kini berbaring terlentang dan membuat Raihan menelan ludah. Bagaimanapun dia seorang pria yang mempunyai hasrat. Melihat lekuk tubuh istrinya itu makin membuatnya....

Raihan menggelengkan kepala untuk menjernihkan pikirannya.

"Itu Leo, Dek. Udah nggak usah dipikirin."

Raihan kini mencoba menghibur Novia. Tapi istrinya itu tampak murung.

"Nia itu pacar, Mas?"

"Hah?"

Raihan malah tidak paham dengan pertanyaan Novia. Dia mengerjap dengan bingung.

"Itu yang katanya kalian tergila-gila."

Untuk sesaat Raihan masih tampak bingung. Tapi kemudian dia tersenyum saat paham ucapan Novia.

"Siapa yang tergila-gila? Si Leo dulu yang suka, cuma Nianya nggak mau. Terus minta tolong sama aku buat jadi pura-pura saingan Leo gitu."

Setelah mengatakan itu Raihan menatap Novia yang tampak mencerna ucapannya. Pipi istrinya itu memerah. Malu.

Kalau seperti itu Novia tampak lebih manis.

"Ehemm... tapi katanya Nia nanyain Mas?"

Raihan mengangkat bahunya.

"Bukan apa-apa. Nia itu udah nikah dulu, tapi suaminya meninggal karena kecelakaan. Setelahnya aku tidak tahu "

Kali ini Novia tampak lebih tenang tapi tiba-tiba tangannya terulur untuk memegang jemarinya. Membuat Raihan sedikit terkejut dengan kontak fisik itu. Dia memang yang memulai kadang-kadang. Tapi Novia belum pernah mempunyai inisiatif untuk menyentuhnya selain malam kemarin.

"Mas..."

"Ya?"

Raihan memiringkan kepalanya untuk memperhatikan Novia. Istrinya itu kini tampak canggung.

"Bisakah kita memiliki perasaan cinta? Ehmm maksudku...ehmm.."

Pipi Novia makin terlihat merah. Raihan tahu istrinya itu sedang malu.

"Mas cinta nggak sama aku?"