webnovel

BAB 13 HATI

BAB 13 HATI

Raihan tersenyum saat teringat semalam Novia sepertinya merajuk dan cemburu. Meski istrinya itu tidak mau mengakui. Tapi dia tahu saat Novia menyebutkan nama Ningsih di depannya, reaksinya berbeda. Setelah sekian lama, Raihan mendapatkan angin segar. Kalau istrinya setidaknya peduli dengannya.

"Dek.."

Raihan memanggil Novia saat pagi ini keluar dari dalam kamar mandi. Novia masih duduk di atas kasur tampak baru saja bangun tidur. Padahal tadi subuh dia sempat membangunkan Novia untuk salat subuh berjamaah, meski Novia memang hanya bisa melaksanakan di atas kasur.

"Mas mau ke mana?"

Novia kini menatapnya dengan bingung. Istrinya itu tampak masih sangat mengantuk karena semalaman dia mengalami mimpi buruk itu lagi. Raihan sendiri juga tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi mimpi buruk Novia. Dia merasa sangat buruk karena tidak bisa meringankan penderitaan istrinya itu.

Raihan memang sudah berganti baju dan tampak akan bepergian.

"Ehm mau ke klinikku sebentar saja. Banyak pasien yang sudah menanti."

Ucapannya membuat novia tampak muram dan hal itu membuat Raihan segera melangkah ke arah Novia. Dia duduk di tepi ranjang.

"Kamu mau ikut ya?"

Novia mengernyitkan kening, tapi kemudian menggelengkan kepala.

"Enggak, Mas. Di sana Novia bisa apa? Cuma ngerepotin Mas aja."

Tapi Raihan kini langsung meraih jemari Novia. Istrinya itu tampak gemetar dalam genggamannya. Hal itu membuat resah.

"Dek, kamu belum siap untuk bertemu orang?"

Novia kini menunduk dan membuat rambutnya yang tergerai panjang itu tampak menutupi wajahnya. Raihan segera mengulurkan tangan untuk menyingkirkan helai rambut itu dan memegang dagu Novia. Membuat istrinya itu menatapnya lekat.

"Aku nggak akan memaksa kalau kamu belum siap. Aku tahu ini berat buat kamu."

Pelupuk mata Novia sudah berair dan Raihan tahu dia malah membuat istrinya itu akan menangis.

"Ya sudah aku akan menelepon asistenku dan mengatakan.."

Tapi Novia langsung menggelengkan kepala.

"Aku akan coba, Mas."

Raihan menatap Novia dengan ragu, tapi kemudian menganggukkan kepala.

*****

"Saya beri rujukan ke rumah sakit ya? Dek Citra harus diperiksa ke dokter subspesialis. Sakit perutnya ini tidak biasa. Saya takutnya ada gangguan lain."

Raihan menuliskan surat rujukan saat ini. Dia sudah berada di tempat prakteknya. Setelah sekian lama mengambil cuti dan pasiennya sangat banyak untuk hari ini.

"Baik Pak dokter terimakasih ya." Raihan tersenyum saat pasien terakhir hari ini berpamit dari ruangannya. Dia merenggangkan ototnya lalu beranjak dari kursinya. Akhirnya Novia mau ikut bersamanya. Tapi membuatnya khawatir, karena Novia dia tinggalkan di ruangan baca yang ada di sebelah kamar periksanya.

"Don, udah nggak ada lagi kan?"

Raihan keluar dari ruang pemeriksaan dan menatap asistennya, Doni sedang berada di balik meja pendaftaran.

"Udah dokter, nggak ada lagi."

Raihan menganggukkan kepala lalu menujuk pintu ruangan baca yang tertutup.

"Istriku masih di sana?"

Doni menganggukkan kepala. "Sejak tadi belum keluar Pak."

Raihan langsung bergegas melangkah ke arah pintu itu dan membukanya.

"Dek.."

Panggilannya mengagetkan Novia yang tengah membaca sebuah buku. Istrinya ada di pojok ruangan, di depan rak-rak yang berisi berbagai macam buku bacaan.

Tapi Raihan terkejut saat mendekat dan mendapati Novia tengah menangis.

"Hei.."

Raihan berjongkok di depan Novia lalu menyentuh jemarinya.

"Mas selama dua tahun menulis ini?"

Mata Raihan mengerjap tidak mengerti tapi saat menunduk untuk melihat apa yang sedang dibaca Novia, dia terkejut karena mendapati sebuah buku yang memang selama dua tahun ini menjadi saksinya. Mengisi kesepiannya selama ini.

"Dari mana kamu dapat?"

Raihan tidak siap Novia mengetahui perasaannya saat ini. Dia belum sanggup memperlihatkan kerapuhannya selama menunggu Novia.

"Ehm maaf, Mas, kalau aku membaca ini. Mungkin ini rahasia Mas dan..."

Raihan menghentikan ucapan Novia dengan mengambil buku itu dari pangkuan Novia. Dia segera beranjak berdiri dan menutup buku itu lalu meletakkan di rak paling atas. Menyimpannya kembali.

"Mas..."

Suara Novia bergetar dan Raihan melihat kalau Novia terkejut dengan sikapnya itu.

"Aku.."

Raihan menyugar rambutnya, dan tampak salah tingkah. Dia belum bisa mengatur hatinya untuk saat ini. Dia tidak mau Novia mengetahui semua kesedihannya selama ini. Dia ingin menjadi kuat di depan Novia..

"Kita pulang."

Hanya itu yang bisa diucapkan Raihan. Dia segera menyelimuti Novia dengan jaket yang dibawanya. Lalu mendorong kursi roda Novia. Istrinya itu hanya menganggukkan kepala dan menurut. Tapi Raihan tahu, ini masalah untuk mereka berdua. Jika hati belum siap untuk membuka kelemahan maka itulah masalah yang sebenarnya.