webnovel

BAB 12 JODOH

BAB 12 JODOH

"Aku sangat senang bisa bertemu denganmu."

Novia menatap sosok wanita yang sangat mirip dengan Kenan. Pria yang sudah pernah menjadi calon suaminya.

Sofia, kakak kandung Kenan itu kini sedang mengamatinya dari seberang ruangan. Tampak begitu cantik dengan balutan baju warna merah muda senada dengan kerudung yang dikenakannya.

Novia tidak pernah berpikir kalau jalan hidupnya akan menjadi seperti ini. Dulu, dia pernah akan menjadi adik ipar dari Sofia. Wanita yang sejak tadi dia datang ke rumahnya menyambut dengan keramahan yang membuat hatinya menghangat.

Saat dia memutuskan untuk memilih pendidikannya daripada Kenan, dia pikir semua masa depannya tidak akan bersinggungan lagi dengan keluarga dari dokter Kafka itu. Tapi takdir sudah membawanya ke sini lagi.

Menjadi istri Raihan yang merupakan sepupu dekat dari Aslan, yang tak lain suaminya Sofia tentu saja membawanya kembali ke dalam keluarga yang penuh kehangatan ini.

Dia bisa berpikir kalau almarhum papanya dulu, menyetujui pinangan Raihan karena pria itu masih berhubungan dekat dengan keluarga Dokter Kafka. Obsesi papanya yang memang ingin menjadikan salah satu anaknya untuk menjadi bagian dari keluarga Dokter Kafka.

Novia kembali mengamati wanita yang pernah juga ada di dalam hati kakaknya, Bagus. Dia masih teringat dengan jelas bagaimana kakaknya patah hati saat Sofia menolaknya. Kakak kandungnya memang pernah mencintai wanita cantik ini. Keluarga Dokter Kafka memang istimewa.

"Saya yang sangat senang karena mengundang saya ke sini."

Jawabannya membuat Sofia tersenyum ramah. Raihan memang membawanya ke sini untuk memenuhi undangan keluarga kakak sepupunya itu. Dan dia memang sangat senang saat disambut dengan ramah.

Raihan meninggalkannya duduk di kursi rodanya saat dia meminta ijin ada yang perlu dia bicarakan di ruangan kerja Aslan. Dan Novia menganggukkan kepala. Bagaiamanapun juga suaminya itu butuh privasy. Karena sejak membawanya ke Yogya ini, Raihan terus menerus ada di sisinya.

"Nggak usah, saya pakai bahasa aku aja. Kamu kan adik iparku."

Sofia mengulurkan bolu lapis yang sudah diiris dan diletakkan di sebuah piring kecil ke arahnya. Novia menerimanya dan kini mulai menggigit bolu yang berwarna kecoklatan itu. Rasa manis langsung menguasai lidahnya.

"Ah aku senang dapat temen lagi. Sejak Kenan boyong lagi Caca ke Jakarta aku jadi sedikit kesepian. Nggak ada yang diajakin curhat."

Novia tersenyum mendengar ucapan Sofia. Tapi kemudian melihat Sofia tampak tak enak menatapnya.

"Owh maaf. Soal Kenan dan Caca.."

Tapi Novia segera menggelengkan kepala.

"Enggak apa-apa, Mbak. Aku dan Kenan serta Caca sudah menjadi sahabat selama ini. Adik Mbak Sofia memang sangat baik. Caca juga sangat mengerti. Selama aku di London, dialah yang selalu memberitahuku tentang apa yang dilakukan Mas Raihan."

Dia terkejut sendiri saat menyebut suaminya dengan kata mas. Tapi itu yang perlu Raihan dapat darinya. Sebuah penghormatan.

Sofia kini tersenyum cerah. Mereka tengah duduk di teras belakang rumah keluarga Aslan itu. Udara sore hari yang lembab karena hujan baru saja mengguyur membuat Novia merasa nyaman. Meski kalau lebih dingin lagi kakinya akan terasa nyeri.

"Dek..teh buatku sama Rai mana?"

Suara itu membuat Novia menoleh ke arah belakangnya. Ada Aslan yang menjulang tinggi. Pria itu menatap istrinya dengan pandangan memuja.

"Udah ada di ruang tamu papap. Emang udah selesai urusannya? Raihan mana?"

Aslan kini meliriknya dan tersenyum tapi kemudian melangkah mendekati Sofia dan berbisik di telinga istrinya. Sofia tampak mengernyit tapi kemudian beranjak berdiri.

"Novia kita ke ruang tamu yuk."

Novia hanya menganggukkan kepala saat Sofia membantu untuk mendorong kursi rodanya dari belakang. Dan Aslan berada di samping istrinya.

Saat akhirnya mereka sampai di ruang tamu, Novia melihat punggung Raihan yang kini berada didepan pagar rumah Sofia. Terdengar tawa merdu seorang wanita.

"Rai, .."

Panggilan Aslan itu tentu saja membuat Raihan menoleh ke arah mereka. Dia sudah dibawa ke teras depan rumah. Lalu tatapan mereka bertemu. Raihan tampak sangat lega saat melihatnya. Suaminya itu langsung melangkah ke arahnya. Lalu membungkuk di depannya.

"Sudah kedinginan?"

Pertanyaan itu membuat Novia sedikit menganggukkan kepala. Dia memang sedikit merasa dingin dan membuat kakinya sakit.

"Baiklah kita pulang."

Raihan menegakkan diri lagi. Lalu mengusap kepalanya dengan lembut. Membuat Novia ingin menangis atas kelembutan suaminya.

"Mas Rai.."

Panggilan itu menyentakkan mereka semua. Novia bisa melihat seorang wanita muda yang masih berdiri di balik pagar depan. Tampak menatapnya dengan bingung.

"Owh hai, perkenalkan ini istriku."

Pandangan wanita itu langsung mengarah ke arahnya. Bibir wanita itu melengkung seperti ingin menangis. Entah karena apa.

"Ah Ningsih, aku buat bolu lapis, kamu masuk sini aku nitip buat mama dan papa ya."

Novia bisa melihat Sofia langsung melesat ke depan rumah dan membukakan pintu pagar. Lalu menggandeng lengan Ningsih yang masih terus menatapnya. Sedangkan Raihan kini malah membenarkan sweater yang dipakaikan ke bahunya.

"Kita pulang ya?"

Raihan langsung menatap Aslan dan tersenyum.

"Kami pulang dulu, Mas, Novia tidak bisa diluar terlalu lama."

"Baik. Hati-hati ya."

Aslan menepuk bahu Raihan. Lalu Sofia yang masih berdiri di ambang pintu kini melepaskan gandengan tangannya dari Ningsih dan mendekatinya.

"Besok aku yang ke rumah Rai ya?"

Novia menganggukkan kepala dan tersenyum. Saat akhirnya mereka berada di dalam mobil Raihan. Novia bisa melihat tatapan wanita bernama Ningsih itu. Dan gal itu membuatnya resah.

*****

"Sudah hangat?"

Raihan menyelimuti kaki Novia dengan beberapa selimut. Mereka sudah sampai di rumah. Hujan telah turun lagi yang membuat kaki Novia terasa nyeri lagi.

Raihan membawanya ke dalam kamar lalu membaringkannya di sana. Menghangatkannya dan menyalakan penghangat ruangan. Harusnya tidak perlu tapi Raihan bersikeras kalau Novia harus terap merasa hangat.

"Udah."

Raihan tampak tersenyum saat mendengar jawabannya. Pria itu kini beringsut untuk duduk di sebelahnya. Aroma musk menguar dari tubuhnya. Membuat Novia langsung menoleh.

"Mas..."

Panggilan itu tentu saja membuat Raihan langsung mengerjap. Seperti tidak percaya.

"A...apa?"

Novia sedikit tersenyum tapi kemudian menatap Raihan.

"Aku perlu memanggilmu seperti itu. Kamu suamiku dan aku menghormatimu."

Raihan tampak masih belum percaya. Tapi pria itu menyentuh jemarinya dan menggenggamnya erat.

"Kalau begitu bolehkan aku memanggilmu Dek?"

Rasa haru menguasai hati Novia. Dia menganggukkan kepala tanpa kata.

"Baiklah. Ada apa Dek Novia?"

Bisikan itu membuat Novia merona. Panggilan itu begitu intim untuknya.

"Ehmm tadi itu siapa?"

Raihan tampak bingung. Tetapi kemudian mengerjap

"Owh itu Ningsih. Tetangganya Mas Aslan yang baru saja lulus kedokteran. Di banyak nanya-nanya sejak tahu aku dokter."

"Owh.."

Hanya itu yang keluar dari mulut Novia. Dia tidak boleh cemburu tentu saja.

"Kenapa? Kamu cemburu?"

Pertanyaan itu tentu saja mengguncangnya. Bagaimana bisa Raihan mengetahui kalau dia cemburu?