webnovel

BAB 09 TERBIASA

BAB 09 TERBIASA

"Kamu nggak berangkat ke rumah sakit?"

Raihan mendengar suara itu tepat di belakangnya. Dia baru saja selesai menggoreng omlet dan nasi goreng. Terkejut karena Novia sudah berada di kursi rodanya. Padahal dia tidak berharap Novia akan terbangun sepagi ini. Semalaman Raihan menjaga Novia yang terus menerus bangun karena berteriak histeris. Novia mengalami mimpi buruk.

"Bagaimana kamu bisa duduk di situ?"

Raihan keluar dari balik meja dapur dan mendekati Novia. Dia membungkuk dan mengamati Novia.

"Aku bisa. Yang lumpuh itu kakiku sebelah kanan. Dan hanya itu. Semuanya masih bisa kugunakan."

Jawaban tenang Novia membuat Raihan menggelengkan kepalanya. Dia tidak bisa membayangkan Novia bisa naik sendiri ke kursi roda dengan satu kaki.

"Jangan ulangi lagi. Kamu membuatku khawatir."

Novia seperti akan membantah tapi kemudian menganggukkan kepala. Lalu wanita igu menatap meja dapur.

"Kamu masak nasi goreng?"

Raihan langsung menganggukkan kepala. Dia melangkah mendekati meja dapur yang sudah tersaji nasi goreng dan omlet. Ada jus jeruk juga yang baru saja dibuatnya.

"Mau makan di sini apa di meja makan?"

Novia menggerakkan kursi rodanya sampai di sampingnya.

"Di sini saja."

Raihan langsung menganggukkan kepala. Dia mengambil piring dan akan mengambilkan Novia nasi goreng saat tangannya tiba-tiba disentuh oleh Novia.

"Biar aku saja."

Raihan memberikan piring itu dan mendekatkan nasi goreng serta omletnya. Dia hanya diam dan mengamati istrinya saat mengambilkan semuanya.

"Buat kamu."

Novia dengan canggung meletakkan piring itu di depannya. Lalu berusaha meraih gelas dan menuang jus jeruk yang ada di tempat air minum dari kaca. Yang sayangnya, tempat itu terlalu tinggi dan berat. Dalam posisi Novia yang duduk tentu saja tidak bisa menuang dengan mudah.

Baru saja Raihan akan membantu saat tangan Novia terlepas dari pegangan kaca itu itu dan jusnya tumpah ke seluruh meja. Bahkan membasahi baju Novia. Istrinya panik

Raihan segera mengambil serbet dan membersihkan jus jeruk yang tumpah itu.

"Sudah. Kamu bisa.."

Raihan terdiam seketika saat berbalik dan menatap Novia yang kini menangis terisak. Hati Raihan merepih melihat kesedihan Novia. Dia segera berjongkok di depan Novia. Mengamati istrinya yang kini menyembunyikan wajahnya di kedua telapak tangan.

"Hei.."

Raihan mencoba untuk meraih tangan Novia. Tapi istrinya itu bersikeras. Dia tetap menutupi wajahnya dan menggelengkan kepala dengan keras.

"Aku bodoh. Aku tak bisa apa-apa."

Suara itu terdengar bergetar saat menjawab Raihan.

"Novia... ini cuma jus jeruk. Aku bisa membuatnya lagi."

Raihan mencoba untuk membujuk Novia. Perlahan kedua tangan itu turun dan wajah putih Novia terlihat memerah karena menangis. Raihan mengamati Novia yang kini menatapnya lekat.

"Aku hanya merepotkanmu."

Bisikan itu terdengar begitu lirih tapi Raihan bisa mendengarnya. Dia hanya menggelengkan kepala dan beranjak berdiri lalu beralih menuju belakang kursi roda.

"Sekarang ganti baju dulu karena ini lengket."

Raihan mendorong kursi roda itu keluar dari dapur dan masuk ke dalam kamar mereka.

"Aku bisa sendiri."

Jawaban Novia itu membuat Raihan menganggukkan kepala. Dia tidak mau memberi kesan kalau Novia tidak bisa apa-apa.

"Baiklah. Aku ambilkan dan kamu ganti baju sendiri?"

Novia menundukkan wajahnya. Wanifa itu tidak bereaksi. Membuat Raihan bingung. Akhirnya Raihan membungkuk dan kini mengamati Novia.

"Tapi aku tidak bisa... melepas ini."

Novia mengatakan itu dan menyentuh roknya yang basah. Hal itu membuat Raihan tersenyum tipis. Dia menepuk kepala Novia yang tertutup hijab berwarna hijau itu.

"Bilang sama aku kalau kamu gak bisa Nov. Gak usah malu."

Raihan menempatkan diri di depan Novia dan sudah memegang pinggang Novia tapi wanita itu menggelengkan kepala.

"Aku...aku..."

Raihan mengernyitkan kening melihat Novia yang gugup. Dia menggenggam jemari Novia yang ternyata gemetar.

"Hei... kenapa?"

Mata mereka bertemu tapi Novia langsung menundukkan wajahnya lagi. Rona merah menghiasi pipi istrinya itu.

"Kita belum...aku ...astagfirullah. kita belum akrab."

Jawaban itu membuat Raihan kini mengulas senyumnya. Jantungnya juga berdegup kencang dengan kedekatan ini. Tapi bagaimanapun juga dia harus membiasakan diri. Istrinya sudah ada di sini.

"Nanti pasti terbiasa. Sekarang awal kita untuk lebih mengenal. Ada waktu seumur hidup untuk semua ini."

Ucapannya itu membuat pelupuk mata Novia tergenang air mata lagi.

"Kenapa kamu begitu baik kepadaku?"

Raihan menggelengkan kepala mendengar ucapan Novia. Dia menyugar rambutnya.

"Aku tidak baik, Nov. Tidak baik karena tidak ada saat kamu mengalami saat terburuk."

Tetes air mata membasahi wajah Novia lagi. Raihan langsung meraih Novia masuk ke dalam dekapannya. Istrinya yang manis sudah ada di dalam pelukannya. Dan hanya itu yang dia butuhkan.