webnovel

BAB 07 PULANG

BAB 07 PULANG

Raihan tidak berani berbicara lebih banyak dengan istrinya. Setelah tangis pilunya membuat Raihan merepih. Dia membiarkan Novia tertidur.

"Kakak tahu selama satu tahun Novia kecelakaan?"

Kini dia menatap Bagus, kakak kandungnya Novia itu yang mengajaknya berbincang di teras depan rumah. Hari sudah beranjak malam saat ini, setelah hujan deras yang mendera langit mulai jernih tanpa ada mendung.

"Maafkan aku, Rai. Saat itu kami baru saja berduka atas meninggalnya mama."

Raihan teringat mama mertuanya sudah meninggal satu tahun yang lalu. Mamanya terlalu bersedih karena ditinggal sang papa. Sakit yang panjang akhirnya membuat mamanya Novia itu menyerah. Saat itu Raihan baru ditugaskan di Sumatera selama 6 bulan. Dan dia tidak bisa datang ke Jakarta. Novia sudah memutuskan kontaknya saat itu.

"Aku yang bertugas bolak balik London mengurus Novia. Sehari setelah mendapat kabar kalau Novia kecelakaan, mama menghembuskan nafas terakhirnya. Novia sendiri masih belum siuman saat itu. Untung saja ada sepupu kami di sana yang dengan sabar merawat Novia. Saat Novia siuman dia terlalu shock mendengar kabar mama dan kelumpuhannya. Dia membuat aku berjanji untuk tidak memberitahumu tentang keadaannya. Maafkan aku, Rai."

Hati Raihan makin remuk mendengar kenyataan itu. Novia yang malang. Kenapa nasibnya begitu tragis. Kalau saja dia ada di sana ingin rasanya memeluk wanita itu sampai kesedihannya menghilang.

Gurat kesedihan juga menaungi wajah Kak Bagus. Tidak dipungkiri, Novia adalah adik satu-satunya. Raihan bisa merasakan kesedihan itu.

"Apa yang menimpa Novia, Kak?" Raihan kini menyesap kopi pahit yang dibuatkan Nadia, istri Bagus.

"Dia ditabrak sebuah mobil. Selebihnya aku tidak bisa bercerita. Terlalu menyakitkan."

Raihan menganggukkan kepala. Dia sendiri masih belum siap mendengar cerita itu. Membayangkan tubuh istrinya ditabrak, membuatnya sakit.

"Makasih, Rai. Kamu selama ini sudah bersabar. Aku tidak bisa mengatakan apapun lagi. Kamu sangat berarti bagi kami."

Raihan menganggukkan kepala.

"Dia istri Rai, Kak. Dan itu sudah kewajiban Rai, untuk bertanggung jawab dan menunggu Novia. Rai mau meminta ijin, boleh Rai bawa pulang ke yogya?"

Raihan mengamati Bagus yang kini tampak berpikir. Tapi kemudian menganggukkan kepala.

"Jaga dia, Rai."

"Dengan seluruh jiwaku, Kak."

*****

Raihan menutup pintu kamar dengan perlahan. Dia tidak mau mengganggu tidur nyenyak Novia. Tapi saat dia berbalik, ternyata istrinya itu sudah bangun. Novia tampak begitu lembut sengan piyama warna merah muda. Rambut yang tergerai panjang dan wajah yang sendu.

"Rai.."

Saat Raihan mendekat, Novia memanggilnya. Novia tampak ragu saat mengulurkan tangan untuk meminta bantuan. Tapi Raihan paham maksud istrinya itu. Dengan cepat dia membantu Novia untuk duduk. Tapi takut menyakiti istrinya.

"Bisa?"

Istrinya itu menganggukkan kepala. Dengan jarak sedekat ini, dia bisa mencium aroma manis dari tubuh Novia. Hal itu membuatnya sedikit menjauh.

"Minum?"

Tapi Novia menggelengkan kepala. Istrinya itu tampak diam saat ini. Mereka memang belum banyak bicara.

Raihan akhirnya duduk di tepi kasur dan menatap Novia.

"Apa kabarmu, Rai? Aku dengar kamu jadi dokter yang hebat?"

Pertanyaan Novia itu membuat Raihan menggelengkan kepala. Dia tidak hebat. Pria yang membiarkan istrinya sendiri di negeri orang itu bukan seorang yang baik.

"Gosip."

Jawabannya membuat Novia tersenyum tipis.

"Bukan gosip lagi kalau prestasimu sudah masuk ke dalam media. Selamat ya."

Raihan tidak nyaman mendapatkan pujian dari Novia. Bagaimanapun juga bukan ini pembicaraan yang diinginkannya.

Raihan terdiam dan hanya menatap Novia yang malam ini tampak begitu cantik dengan wajahnya yang polos tanpa make up. Sejak dulu, Novia memang sudah cantik dengan kelembutan tersendiri. Tapi setelah 2 tahun lebih tidak bertemu kecantikan itu makin terlihat.

"Aku tahu kamu mau membawaku ke Yogya kan?"

Novia kini mengerjapkan matanya yang bulat itu. Membuat Raihan langsung menganggukkan kepala.

"Aku sudah terlalu lama membiarkanmu hidup sendiri, Nov. Kamu tanggung jawabku. Setidaknya aku bisa melindungimu kalau kamu ada di sisiku."

Novia tampak menghela nafasnya dan terlihat muram.

"Apakah kamu masih bisa menerima seorang istri yang tidak utuh lagi, Rai? Apa kamu mau menerima resiko ini selamanya? Kalau aku tidak bisa berjalan lagi dan hanya akan merepotkanmu. Kamu pria baik Rai, sangat baik."

Raihan bisa melihat pelupuk mata Novia menggenang air mata.

"Aku merasa sangat beruntung memilikimu selama ini. Meski hanya sebagai status. Tapi kali ini aku tidak bisa membiarkan kamu merasa terkekang dengan kehadiranku. Aku sudah tidak bisa melayanimu sebagai seorang istri."

Tetes air mata itu akhirnya runtuh juga. Wajah Novia yang putih kini basah oleh air mata. Raihan meraih jemari Novia dan menggenggamnya. Saat ini dia memang tidak bisa memaksa. Tapi dia tidak akan melepaskan Novia lagi. Tidak.