webnovel

Pendekar Lembah Damai

Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. “Kang Wulung!” seru satu suara lainnya, “Apa tindakan selanjutnya?” Sejenak tak ada suara, hanya langkah-langkah kaki yang berderap kesana kemari. “Anak-anak! Bakar tempat ini!!!” perintah dari orang yang dipanggil dengan sebutan Kang Wulung, yang disahut dengan suara gemuruh banyak orang. Tak lama, suasana malam menjadi terang benderang dengan cahaya merah, Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. Perjalanan seorang remaja, hingga dewasa di negeri yang jauh dari tempat kelahirannya. Takdir memaksanya menjalani hidup dalam biara Shaolin. Suatu saat ketika ia akan pulang ke kampung halamannya, ia harus bisa mengalahkan gurunya sendiri dalam sebuah pertarungan.

Deddy_Eko_Wahyudi · Action
Not enough ratings
112 Chs

Masa Lalu Lontang

Beberapa puluh tahun yang lalu.

Wulung keluar dari gubuk kecil itu dengan terburu-buru. Tetapi sebelumnya, ia sempat beberapa kali melongokkan kepala menyelidiki keadaan sekitar dengan pandangan was-was.

Letak gubuk itu agak berjauhan dengan rumah yang lain dan posisinya juga berada di tepi hutan hingga suasananya sepi.

Sesaat kemudian, Lontang datang setengah berlari dengan menjinjing tubuh kijang hasil buruannnya dibahunya. Dengan wajah riang, ia pun langsung masuk ke dalam gubuk yang pintunya sudah terbuka. Barangkali, saking girangnya hingga tak ada fikiran macam-macam dikepalanya yang menampilkan bayangan curiga sedikitpun.

"Lastri!" serunya, "Aku pulang!"

Mendengar tak ada sahutan, ia pun meletakkan tubuh kijang yang telah mati ke lantai tanah lalu masuk ke dalam kamarnya dengan langkah biasa, sementara senyumnya mulai menampakkan keheranan.

Tak seperti biasanya Lastri lambat memberikan sahutan. Kondisi pintu depan yang terbuka menandakan kalau isterinya pasti tidak keluar rumah. Namun, suasana dalam rumah tak jauh berbeda dengan kondisi diluar, sepi.

Wajahnya tiba-tiba langsung berubah tegang, darahnya berdesir cepat dan hangat. Pemandangan didepannya membuat lelaki itu mematung sesaat dengan bibir seperti terkunci dan tak bisa berkata apa-apa.

Sesosok wanita tergeletak dihadapannya di atas pembaringan yang berantakan. Pakaiannya robek disana-sini dan sebagian aurat kewanitaannya terbuka.

"Lastri!"

Setelah tersadar, buru-buru ia menghampiri sosok tubuh itu, dan mendapatinya masih dalam keadaan mata terbuka, mulutnya terlihat bergerak-gerak mengucapkan sesuatu.

Sekilas. Lontang bisa menyaksikan kondisi tubuh Lastri yang peuh dengan bengkak lebam dan biru. Ia bisa memastikan kalau isterinya itu mengalami penyiksaan yang kejam.

"Apa yang terjadi? Perbuatan siapa ini?" tanyanya panik.

Lalu ia melihat mulut perempuan itu bergerak-gerak dengan suara yang tak bisa ia dengar karena saking lemahnya. Perempuan yang dipanggil dengan sebutan Lastri itu seperti berusaha mengatakan sesuatu dengan sisa kekuatannya yang ada.

Ketika ia mendekatkan telinganya ke mulut Latri, ia mendengar sebuah nama yang membuatnya bagai disambar petir disiang bolong.

"Wu-lung!"

Selesai mengatakannya, tak ada lagi suara terdengar, tak ada lagi udara yang mendesah menyapa kulit telinganya, perempuan itu sudah menghembuskan nafas yang terakhir, tewas dengan kondisi yang mengenaskan.

Yang Li Yun menarik nafas panjang mendengarkan apa yang diceritakan oleh Lontang padanya. Ia tak menyangka kejadiannya bisa seperti itu, dan membuat banyak pertanyaan dalam kepalanya.

"Padahal, setiap hari aku selalu bertemu Wulung dikediamannya, melakukan perampokan dan pembunuhan bersama-sama, dimana-mana, demi untuk mengumpulkan kekayaan. Tetapi, tak kusangka ia tega berbuat seperti itu padaku, orang yang kuanggap bukan siapa-siapa telah memperkosa isteriku hingga tewas!" Lontang berkata dengan nada geram, matanya berkaca-kaca, kedua tangannya terkepal dan nampak bergetar.

Sejenak, Li Yun ragu untuk bertanya. Ia ingin memberikan kesempatan pada Lontang untuk menenangkan diri.

Tetapi setelah sekian lama, lelaki itu masih juga diam. Lontang sepertinya bukan orang yang suka berkata duluan sebelum dipancing dengan pertanyaan.

"Kenapa tuan tidak menuntut balas?" tanya Yang Li Yun akhirnya.

"Karena aku tidak bisa mengalahkannya," Lontang menjawab, "Sejak saat itu, aku menghilang dari Wulung. Belajar ilmu kanuragan kemana-mana. Hingga kurasa waktu yang tepat, beberapa bulan lalu aku kembali mendatanginya untuk menguji ilmuku. Aku datang seperti biasa dengan tidak menunjukkan kalau aku mempunyai dendam padanya. Meskipun aku tahu dari raut wajahnya nampak kalau ia khawatir aku mengetahui kematian isteriku adalah karena ulahnya. Aku tetap pura-pura menunjukkan bahwa aku tidak mengetahui siapa pembunuhnya. Namun, dalam uji tanding, aku masih kalah. Lalu kuputuskan untuk kembali menghilang."

Yang Li Yun menatap Lontang yang menghela nafas panjang. Ada raut wajah kesedihan tergambar dari matanya yang berkaca-kaca. Ia putuskan untuk kembali diam dan mendengarkan Lelaki paruh baya itu melanjutkan kisahnya.

"Lalu sekarang, kupikir aku sudah bisa mengunggulinya. Tetapi, aku keliru. Meskipun belum melakukan uji tanding, dari energi batin yang kurasakan kekuatan Wulung masih lebih unggul dariku. Aku sempat putus asa dan berfikir untuk mengasingkan diri dan melupakan semua dendamku. Tetapi sebuah ide muncul ketika dia menceritakan perseteruannya dengan padepokan Cempaka Putih. Makanya, saat itu juga aku datang dengan aji Supi Angin ke tempat suamimu berada dan melakukan pengujian terhadap ilmu kanuragan suamimu. Hasilnya, aku puas. Suamimu memiliki ilmu kanuragan yang tak terduga, apalagi dibantu dengan orang-orang sekitarnya. Aku yakin, dia pasti bisa mengalahkan Wulung!"

Yang Li Yun terperangah.

Kini semuanya sudah jelas. Tujuan penculikan ini rupanya sebagai alat agar Suro datang untuk membunuh Wulung. Sama saja artinya, Lontang meminjam atau memanfaatkan kekuatan Suro untuk membalaskan dendam atas kematian isterinya beberapa puluh tahun yang lalu.

"Jadi kesimpulannya, tuan memanfaatkan suamiku untuk membalas dendam?" Li Yun mengatakan apa yang ada difikirannya, mukanya berubah masam.

Mendapati kalimat Yang Li Yun dan masamnya raut wajah gadis itu membuat Lontang merasa bersalah. Ia menghela nafas panjang sebelum mengangguk membenarkan.

"Aku meminta maaf," katanya. Kalimatnya terdengar tulus, "Sejujurnya, aku bukan memanfaatkan, tetapi meminta bantuan. Aku sadari, semua terjadi sebagai hukuman untukku karena berbuat kejahatan. Dosa-dosaku barangkali sudah tak berampun hingga merenggut nyawa isteriku sebagai penebusnya."

Perempuan cantik yang kini sudah menjadi isteri Suro itu awalnya merasa kesal, namun selama ini wejangan dari Suro membuatnya menjadi orang yang lebih mampu untuk mengendalikan diri.

Tak ada manusia suci didunia ini. Manusia yang baik adalah manusia yang apabila berbuat salah kemudian ia bertobat. Pada dasarnya, fitrah manusia adalah lurus, jika saja dia berbuat jahat, barangkali tidak ada sesuatu kejadian atau peristiwa yang membuatnya tersadar. Dan Lontang bisa jadi orang yang berubah baik karena peristiwa tragis yang sudah ia alami.

Banyak orang yang ia temui awalnya adalah penjahat yang pada akhirnya berubah menjadi orang baik. Seperti Cheng Yu, gerombolan Srigala Merah, Tien Lie, Tien Jie yang saat ini mereka berada pada jalan kebenaran. Lontang, ia harapkan memiliki jalan yang seperti itu pula.

Jika benar Lontang ingin menjadi orang baik pasti dirinya akan baik-baik saja saat ini.

Yang Li Yun terdengar menghembuskan nafas panjang. Kenapa suamiku selalu bertemu dengan orang-orang seperti ini? Batinnya.

"Apakah kau menyukai kakak Luo mu?" Zhou Lin bertanya disela-sela mereka berkumpul di gazebo di tengah halaman rumah mereka.

Malam itu suasana sangat tenang dan damai, dan keluarga Yang sedang menikmatinya dengan hidangan-hidangan ringan. Hanya Suro yang tak ada diantara mereka, sedang bersama dengan Tan Bu di tempat lain.

Yang Li Yun tersenyum, tak ada rasa malu-malu terpancar di wajahnya yang cantik. Lalu, ia pun mengangguk tegas dan polos, "Umm!"

Zhou Lin langsung mengalihkan pandangan pada suaminya yang lebih dulu tersenyum mendengar jawaban spontan puteri tunggal mereka.

"Kenapa memandangku?" tanya Yang Meng pada Zhou Lin, isterinya.

"Tak kusangka kalau jodoh puteri kita berasal dari negeri yang jauh," jawab Zhou Lin sambil geleng-gelengkan kepala. Tapi, tetap saja ia tersenyum.

Yang Meng langsung tertawa mendengar ucapan Zhou Lin hingga tubuhnya berguncang-guncang.

"Aku tak perduli. Bagiku yang penting, anak itu mampu meneruskan keturunan generasi yang baik keluarga kita. Tak ada yang kuragukan darinya jika dilihat dari semua sisi. Ahlak, kekuatan, tanggung jawab, kesetiaan, semua ada padanya."

"Aku juga sependapat denganmu. Tetapi, aku merasa kehidupan mereka kelak tidak akan mudah," Zhou Lin menyahut.

"Kenapa, ibu?" tiba-tiba Li Yun bertanya. Pada awalnya ia merasa sudah berada di alam mimpi begitu mengetahui kedua orang tuanya sepertinya merestui jika suatu saat nanti mereka berjodoh. Tetapi, kalimat Zhou Lin berikutnya membuat hati gadis itu penasaran.

Zhou Lin memandang lesu ke arah Li Yun, kemudian ke arah Yang Meng. Sebelum menjelaskan panjang lebar, ia nampak menghela nafas.

"Aku merasa, Luo memiliki garis petualang. Dari kisah perjalanannya sepertinya hidupnya akan penuh dengan ujian. Tuhan sepertinya ingin membentuk anakku itu sebagai sosok panutan yang teguh dan kuat, sehingga pertumbuhannya akan dibarengi dengan kondisi-kondisi yang tidak selalu mulus. Tuhan ingin menjadikan dia sebagai seorang yang bijak dan bermanfaat bagi orang sekitarnya." Sampai disini, wanita paruh baya itu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya sambil mendesah, "Oh, tuhan. Lindungi Luo. Meskipun bukan keluar dari rahimku, tetapi aku sangat menyayanginya. Aku rela berkorban nyawa untuknya. Aku rela menjadi tumbal untuk menukar segala kesulitannya."

Yang Meng menarik bahu Zhou Lin lalu menariknya kesisinya, lalu mengusap-usap bahu isterinya itu dengan lembut.

"Tak apa," ucap Yang Meng, "Saat ini, Luo hanya sebutir debu dalam cangkang kerang sebelum menjadi sebuah mutiara. Luo adalah anak yang baik dan selalu berbuat baik, dan langit menyukai hal-hal yang baik, aku yakin langit memiliki mata dan pasti akan melindunginya. Bukankah itu yang kita harapkan?"

Zhou Lin mengangguk. "Meskipun bukan dari suku kita, entah mengapa aku merasa sangat menyayanginya."

Tiba-tiba saja, Yang Li Yun merasa tangan Lontang menyentuh bahunya dan membuyarkan apa yang sedang diingatnya beberapa tahun yang lalu.

"Kau melamun?" tanya Lontang sambil tersenyum.

Li Yun mengangguk. Tak langsung menjawab, pikirannya membuat kesimpulan dari apa yang pernah mereka bicarakan dimasa lalu di saat keluarga mereka masih utuh.

Ayahnya adalah ujian buat Suro, begitupun ibunya. Dirinya, tetua Nan Yu, orang-orang jahat yang bertobat, tabib Hu, dan Rou Yi. Saat ini, Lontang pun sepertinya akan masuk dalam ujian Suro.

Mengapa harus Suro yang mesti terlibat dalam urusan Lontang? Bukankah tak ada hubungannya? Ah, tuhan maha tahu siapa Lontang, sehingga Allah mengirimkan suaminya untuk membantunya.

Ia mengangkat kepala dan memandang Lontang yang sedari tadi menunggu apa yang akan ia katakan.

"Tuan seharusnya tidak sampai menculikku jika hanya untuk memanfaatkan suamiku. Anda hanya perlu datang menemui suamiku untuk meminta bantuan. Meskipun caranya barangkali bukan dengan membalas api dengan api, tetapi aku yakin dia mempunyai cara lainnya. Suamiku orang yang bijaksana," ucap Li Yun.

Apa yang disampaikan Yang Li Yun membuat Lontang tersenyum. Tadinya ia berharap kata memaafkan yang muncul dari bibir tipis gadis itu. Tetapi, dari nada suaranya yang merendah sudah bisa dirasakan kalau Li Yun memaafkannya.

"Jika suamimu tidak bijaksana, nona tidak akan mau menikahi orang dari suku luar, 'kan?" Lontang mengatakannya sambil tersenyum.

Li Yun langsung tersipu, kalimat Lontang membuatnya merasa ditembak.

"Dengar," Lontang melanjutkan, "Aku pastikan keselamatanmu disini. Aku tak akan membiarkan siapapun menjamahmu sampai kuserahkan kembali dirimu pada suamimu. Sekarang, makanlah. Aku akan meninggalkanmu dan akan datang lagi menjelang siang."

Selesai mengucapkan kalimat itu, Lontang berdiri dan berjalan meninggalkan Li Yun sendirian dalam kamar tempat ia di tahan.

Nampaknya, apa yang dikatakan Lontang memang dilakukannya. Hingga menjelang siang, tak ada satupun dari anak buah Wulung yang datang mengganggunya, sampai akhirnya lelaki itu sendiri yang datang dengan membawa nampan berisi makanan.

Senyumnya langsung menyapa Yang Li Yun begitu kepalanya muncul dari balik pintu. Tentu saja membuat gadis itu terkejut, ia menyangka anak buah Wulung yang datang.

Dengan santai, ia meletakkan nampannya di lantai dihadapan Li Yun yang duduk melipat lutut.

"Mengapa tak kau habiskan?" tanya Lontang begitu melihat sisa makanan tadi pagi masih bersisa.

"Bagaimana mungkin dalam kondisi begini aku punya nafsu makan?" Li Yun menjawab.

Lontang tersenyum kecil. Ia faham kondisi yang dialami oleh Li Yun.

"Ini, makanlah lagi," tawarnya kembali, "Firasatku, kamu harus makan. Kurasa tak lama suamimu akan datang."

Mendengar ucapan Lontang, Li Yun langsung membenarkan posisi duduknya, wajahnya langsung terlihat bersemangat.

"Benarkah? Apa yang terjadi?"

Lelaki itu berfikir sejenak sebelum menjawab, "Aku mendapat berita, anak buah Wulung yang dikirimkan untuk membunuh suamimu tewas tadi pagi. Artinya, perjalanannya ke tempat ini sudah tidak jauh lagi."

Li Yun terlihat makin bersemangat, lalu ia melihat ke arah makanan yang disodorkan kepadanya, tetap saja ia masih tak bernafsu. Makanan yang ia makan tadi pagi rupanya juga masih cukup untuk mengganjal perutnya.

Bisa juga, nafsu makannya hilang begitu saja mendengar berita tentang kedatangan Suro.

Brak!

Suara pintu didobrak terdengar keras, sontak orang yang berada didalamnya terkejut dan sama-sama memandang ke arah datangnya suara.

Wulung muncul dengan wajah penuh amarah sambil berjalan melangkahkan kakinya memasuki kamar dimana Li Yun ditahan. Matanya langsung tertuju pada Lontang.

Di belakangnya, Wiro menyusul dengan senyuman jahatnya, berhasil mengantarkan majikannya menangkap basah Lontang yang melindungi Yang Li Yun.

Jari telunjuk Wulung terarah tajam menuding Lontang yang menjadi sahabatnya selama ini, bibirnya nampak bergetar.

"Lontang!" bentaknya, "Awalnya aku tak percaya atas laporan Wiro, kalau kau melindungi tawanan ini. Tapi ternyata, semua ini benar. Apa maksudmu sebenarnya?"

Mendengar kata-kata keras Wulung, Lontang berusaha tetap tenang. Ia berdiri perlahan sambil kemudian merapikan pakaiannya. Senyuman datar masih menghias wajahnya.

Kini ia berdiri beberapa langkah dari hadapan Wulung.

"Barangkali, sudah saatnya kau tahu cerita sebenarnya," ucap Lontang.

Kening Wulung berkerut, ia terlihat heran dengan ucapan Lontang, "Apa maksudmu?"

Sebelum menjawab, Lontang menarik nafas panjang, "Singkat saja, kau pasti ingat tentang peristiwa beberapa puluh tahun yang lalu dimana kau telah merenggut nyawa isteriku."

Kalimat Lontang sontak membuat paras wajah Wulung berubah pucat. Raut wajah itu sudah cukup membuktikan kalau ia tak lagi bisa mengelak bahwa apa yang dikatakan Lontang adalah memang perbuatannya.

Wulung terdiam, ingatannya muncul kembali ke masa itu. Dimana setelah ia selesai melampiaskan nafsunya, ia langsung buru-buru keluar. Ia tak menyangka kalau ternyata isteri Lontang belum mati dan bahkan masih sempat memberitahukan kepada Lontang tentang apa yang telah dilakukannnya.

"He.he.he.... nampaknya tidak ada gunanya lagi aku menutupi kejadian itu. Memang akulah yang telah memperkosa isterimu. Sekarang, semua sudah terjadi. Jika kau mau membalas dendam atas perbuatanku waktu itu, silahkan. Jangan ragu!"

Kalimat Wulung cukup memprovokasi Lontang, membuat wajahnya yang tadi masih terlihat tenang sudah nampak sedikit kacau. Wulung saat ini sudah terang-terangan menantangnya dan membuat darahnya terasa naik di atas ubun-ubun.

Lontang sadar sepenuhnya kalau perbedaan jarak kekuatan ilmu kanuragan Wulung dengannya cukup jauh. Wulung barangkali bisa membuat satu serangan yang langsung menjadikannya mayat. Tapi, ia sudah cukup menunggu selama ini untuk membalas dendam, jikapun ia mati saat ini, ia pun sudah siap. Ia merasa cukup lelah hidup diusianya, mengejar ilmu tinggi untuk bisa mengalahkan Wulung hanya untuk membalas dendam. Ia ingin beristirahat.

Secara perlahan, Lelaki itu berjalan mendekati tubuh Wulung yang berdiri menantinya dengan raut wajah mengejek.

Begitu sampai pada jarak serang, Lontang terdiam. Energinya keluar deras menekan tubuh Wulung yang nampak santai. Ia berusaha menunjukkan kehebatannnya untuk menakuti Wulung.

Tekanan energi Lontang membuat tubuh Wulung mundur selangkah, dan itu membuat raut wajahnya berubah masam. Ia kecewa dan nyaris putus asa. Wulung terlalu tangguh!

Tiba-tiba saja, satu dorongan keras menghantam tubuh Lontang, memaksanya membuat sebuah gerakan tangan melintang di depan dada.

Buk!

Tubuh Lontang terlempar beberapa langkah akibat hentakan tangan Wulung yang berisi tenaga dalam, namun tidak sampai membuatnya jatuh.

"Huek!" tahu-tahu darah segar sudah Lontang muntahkan.

Betapa terkejutnya ia, semua ajian pelindung sudah ia pasang, tetapi Wulung masih bisa menembusnya!

"Tuan," Yang Li Yun langsung berdiri membantu tubuh Lontang yang nyaris terjatuh, "Tuan tidak apa-apa?"

Lontang mengangkat tangannya, memberi isyarat pada Li Yun kalau ia masih bisa berdiri di atas kedua kakinya.

"Ha.ha.ha.... Kufikir ilmumu sudah setinggi apa, ternyata masih seujung kuku. Ha.ha.ha...."

Wulung tertawa puas begitu mengetahui kalau ilmu kesaktian Lontang masih berada jauh diatasnya. Wulung mengayun-ayunkan tangannya memberi isyarat kepada Lontang agar menyerangnya terlebih dahulu.

Lontang mendengus, ia nampak kesal. Disertai dengan lompatan ringan, ia merangsek maju menyerang Wulung.