webnovel

3. Cinta Satu Malam

"Kalau begitu aku akan mengajarimu, betapa nikmatnya menghabiskan malam dengan wanita."

Elnara memberanikan diri mengatakan hal yang menantang pada Evander.

"Kau tak perlu berbuat apapun, aku akan memuaskanmu."

Elnara berdandan di depan meja rias sambil bicara sendiri sedangkan Evander hanya diam duduk di ranjang.

Elnara menggerai rambut panjangnya. Wajahnya yang cantik tak bisa dipungkiri, menggunakan make up ataupun tidak, dia tetap cantik.

"Kau ingin melihat aku memakai pakaian atau ...?"

"Aku akan menutup mataku." Evander langsung menutup matanya. Elnara tersenyum melihat lelaki yang biasanya tak sabaran ingin melihat keindahan tubuhnya tapi justru tak menginginkannya. Dia menghampiri Evander, duduk di pangkuannya. Meraih kedua pipinya dengan kedua tangannya. Evander terkejut dan mendorong Elnara.

"Kau menggodaku?"

"Bukankah kita akan menghabiskan malam? seperti ini yang dilakukan sepasang lelaki dan perempuan pada umumnya."

"Aku tidak suka wanita."

"Kau hanya belum mencobanya, yang jelas rasanya ...? lebih dari saat melakukannya dengan lelaki belok itu." Suara Elnara menggoda Evander dengan tatapan genitnya, sedangkan Evander hanya diam dengan ekspresi datarnya.

Elnara kembali mendekati Evander. Dia berusaha memimpin keromantisan itu. Awalnya Evander berusaha menolak dan risih, lama-kelamaan dia nyaman dan terbuai. Dia merasakan sesuatu yang berbeda dan jauh lebih nikmat dari yang dibayangkannya. Wajah cantik Elnara yang bak bidadari menghipnotisnya. Tubuh indahnya tak dipungkiri membuat Evander seperti melihat pemandangan indah yang sangat berbeda. Elnara membuat Evander jatuh dalam buaian asmara. Ketika beberapa putaran diselesaikannya, Elnara berhenti dan hendak beranjak dari ranjang tapi tangan Evander meraih tangannya.

"Lakukan lagi, aku akan membayarmu mahal."

"Kau ketagihan ya? aku bilang apa lebih enak melakukannya dengan wanita."

Elnara ditarik lagi ke ranjang tapi kini Evander yang memimpin. Dia benar-benar menunjukkan keperkasaannya. Elnara merasa malam ini jadi malam yang takkan terlupakan. Lelaki tampan dengan tubuh atletis, sempurna dipandang oleh kedua netranya, membuatnya rela jika tak dibayar sekalipun.

"Aku lelah." Elnara kelelahan.

"Aku ingin sampai pagi."

Elnara terkejut, lelaki berkelainan itu ternyata baru bangun dari tidur panjangnya. Dia baru menyadari betapa bodohnya dia selama ini tak bertemu wanita secantik dan semolek Elnara yang mampu membangunkan gairah lelakinya.

Setelah kelelahan, Evander tidur memeluk Elnara. Dia tak menyangka akan melakukan malam panas itu bersama Elnara seorang wanita malam.

Matahari mulai terbit, suara burung mulai bersiul. Cahaya matahari masuk ke celah-celah lubang udara. Evander terbangun, melihat ke sekeliling. Mengingat kejadian semalam. Dia tersenyum, aroma tubuh Elnara masih tercium di indera penciumannya. Wajah cantik dan tubuh indahnya membuah gairahnya naik kembali tapi saat dia menoleh ke samping, Elnara sudah tak ada di sampingnya. Evander segera memanggil Elnara.

"Wanita kau ada di mana?"

Tak ada satupun suara menyahut. Evander beranjak dari ranjang mencari Elnara. Dia masuk ke toilet, mungkin saja Elnara ada di dalam tapi tak ada siapapun di toilet. Evander memeriksa seluruh ruangan, tidak ada Elnara di ruangan kamar itu. Hanya sebuah Cek yang masih tergeletak di atas laci. Evander mengambil Cek itu dan memegangnya.

"Kenapa dia tak mengambil Cek ini?"

Evander tidak tahu kenapa Elnara tidak mengambil Cek yang sudah diberikan Evander di atas laci. Evander mandi lalu ke luar kamar itu. Dia menemui penjaga rumah besar itu.

"Pak Juki, apa kau melihat wanita cantik yang keluar dari kamarku?"

"Iya Tuan, pagi sekali dia keluar dari kamar Tuan."

"Kau tahu dia akan pergi ke mana?"

"Tidak Tuan, tapi dia naik mobil pribadinya keluar dari rumah ini."

Evander terdiam. Dia berharap bisa bertemu Elnara lagi. Wanita malam itu sudah membuat keperkasaannya kembali. Dia meninggalkan rumah besar itu, mengendarai mobilnya menuju perusahaan miliknya.

***

Elnara berhenti di tepi jalan. Dia turun dari mobil. Perasaannya bimbang. Sejak menghabiskan malam dengan Evander, membuat dia merasakan rasanya tertarik pada seorang lelaki. Selama hidupnya Elnara tak pernah memiliki rasa cinta pada lawan jenisnya. Dia menganggap semua lelaki sama hanya tertarik wanita karena kecantikan dan keindahannya, tapi melihat Evander yang seorang pria berkelainan membuat hatinya tergerak, apalagi malam tadi menjadi sebuah malam yang terlupakan olehnya.

Elnara berjalan di tepi jalan. Melihat sepasang suami istri terlihat bahagia bersama anaknya.

"Apa suatu saat aku akan memiliki sebuah keluarga bahagia? apa wanita kotor sepertiku berhak bahagia? atau sampai mati akan menjadi wanita yang menjajakkan harga dirinya?" Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi pikirannya seperti sebuah kuis yang terus mencecarnya.

Elnara terus berjalan di tepi jalan. Dia melihat keramaian yang terdapat di tepi jalan.

"Aku punya segalanya tapi aku tak punya kebahagiaan yang sejati. Terkadang kesepian dan sendiriaan." Elnara meratapi nasibnya, selama ini kebahagiaan yang didapatnya hanya palsu belaka, sesungguhnya dia merasa hampa dan sendiriaan.

Elnara bertemu seorang anak kecil buta yang sedang menjual kerupuk. Dia duduk di samping anak kecil itu. Matanya memperhatikan anak buta yang sedang menawarkan kerupuk pada setiap pejalan kaki yang melintasi tepi jalan. Air matanya menetes di pipi tanpa disadarinya.

"Dik kamu jualan kerupuk untungnya berapa?"

"20 ribu kak kalau laku semua."

"20 ribu? kecil sekali."

"Yang penting halal."

Elnara merasa tertampar dengan ucapan anak buta itu.

"Aku diberi kesempurnaan fisik, tapi menjual diriku sedangkan anak ini buta tapi dia bekerja keras dengan cara yang halal meskipun untungnya kecil." batin Elnara yang mulai meronta.

"Aku malu, aku malu." Suara pelan Elnara terdengar penuh rintih menggambarkan penyesalan yang mendalam. Elnara menangis di samping anak kecil itu. Dia tahu anak di sampingnya jauh lebih mulia dari pada dirinya yang penuh dosa.

"Orangtuamu kenapa membiarkanmu bekerja? kau buta seharusnya di rumah aja."

"Orangtuaku sudah meninggal."

Ucapan anak buta itu semakin menyayat hati Elnara.

"Kenapa kau tidak meminta-minta? pasti dapat banyak."

"Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah. Hasilnya juga akan nikmat kalau hasil kerja keras."

Elnara tersenyum sambil menangis. Dunia malam penuh dosa dilaluinya demi sebuah harta. Dia tak pernah tahu di luar sana banyak orang tetap bekerja keras meski hasilnya sedikit asalkan halal.

"Siapa namamu Dik?"

"Muhammad Alif."

Elnara tersenyum melihat Alif. Anak yatim piatu itu mengetuk pintu hatinya, membuatnya malu akan dirinya sendiri. Dia merasa jadi manusia lemah yang tak berguna. Anak kecil dengan kondisi cacat saja masih bisa bekerja keras dengan cara halal sedangkan Elnara yang sempurna hanya merendahkan harga dirinya dicicipi berbagai lelaki hidung belang demi uang.

Elnara kembali ke apartemen miliknya. Dia mandi lalu duduk di tepi jendela melihat pemandangan di luar apartemen.

"Apa Alif sudah makan? di luar hujan. Apa dia kehujanan?"

Elnara mencemaskan Alif. Hujan deras yang dilihatnya dari jendela mengingatkannya pada Alif. Lamunannya terpecah saat bunyi handphone miliknya berdering. Elnara mengambil handphone miliknya dan melihat panggilan dari Mamy Desi. Dengan sengaja dia mematikan handphone-nya.

***

Evander duduk di kursi kerjanya. Memikirkan Elnara. Dia tersenyum membayangkan wanita malam yang membuatnya jatuh hati dan tertarik pada wanita. Tak lama masuk seorang lelaki cantik ke dalam kantornya.

"Sayang."

Lelaki cantik itu menghampiri Evander dan hendak memeluknya tapi ditahan Evander.

"Sayang, kenapa sih? jangan-jangan kau terpikat wanita malam itu?"

"Untuk apa kau ke sini?" Evander tidak menjawab pertanyaan lelaki cantik itu, justru bertanya balik padanya.

"Loh, bukannya sudah biasa ya kalau aku ke sini."

"Keluar!" Evander langsung memerintah lelaki cantik itu keluar.

"Kau ini kenapa sih sayang?"

"Keluar atau ku panggilkan sekuriti?"

Evander terlihat marah sampai membentak lelaki cantik untuk ke luar dari ruangan kerjanya.

"Kau benar-benar dipelet wanita malam itu, sadar sayang, kembali ke jalan yang benar."

Evander menarik lengan lelaki cantik dan mengeluarkannya dari ruangan kerjanya. Dia langsung mengunci pintu. Evander yang berdiri di depan pintu, menyandarkan tubuhnya sambil memegang kepalanya dengan kedua tangannya lalu melepasnya.

"Aku benar-benar gila. Aku harus bertemu wanita malam itu."