webnovel

Pencuri

Perut melilit yang ingin makan, Ziyi mei merunduk, mencoba tidak jatuh, memegangi perut besar. Sangat-sangat lapar! "Aaak, aw-aw, sialan! Aku tidak makan, lebih baik mati!" Tidak mau tumbuh semakin besar, memilih mati. Mana tahu bisa kembali ke dunia sendiri.

"Nona, jangan bilang begitu, siapa yang menemaniku." Bian memapah Ziyi ke kasur, Ziyi tidak bisa menolak. Sekujur tubuh mati lemas, membaringkan tubuh. Perut terus berbunyi minta asupan.

Memikirkan cara agar Nonanya makan. "Apa mau saya buatkan kentang rebus? Jujur, saya senang Nona mau membatasi diri dalam makanan, tapi harus tetap makan asupan. Supaya tubuh Nona sehat dan tidak jatuh sakit."

Betul juga. "Hah, rebuskan aku kentang, ambilkan buah pisang dan apel. Semua 1 biji, air putih yang banyak!" Takut juga tubuhnya mati, gegara tidak ada asupan.

Senyum riang melepas dari mulut Bian. "Hore, saya ke dapur, mencari yang Nona minta." Berlari cepat, 5 detik telah menghilang dari kamar.

"Gimana caranya menurunkan berat badan? Pasti ada obat mujarab, aku harus membelinya." Sesaat, Bian riyi membawa nampan hitam, berisi satu gelas air, apel, pisang dan kentang rebus.

"Nona, silakan, saya sengaja memanaskan airnya." 

Matanya berbinar, Ziyi tidak tega berlaku kasar. Bangun, meraih nampan dan makan. Hidung peseknya mengedut, pipi menggembung, merasakan kehidupan. "Aghh, aku tahu kenapa tubuh ini bersemangat dalam makanan." Mencium senampan makanan biasa, membuat Bian bingung. Ziyi mulai menyantap, tanpa mempedulikan setiap ocehan yang keluar.

"Nona, dari dulu sampai sekarang, tidak suka makan hambar dan buah-buahan, apa lagi sayur. Kenapa sekarang memilih makan ini? Haah, aku tahu, maafkan dayang bodoh ini. Pasti Nona mau menurunkan berat badan untuk 1 bulan lagi. Mau menikahi salah satu pangeran, agh~ Bian ikut senang, akhirnya Nona melepas si pria yang menolak Nona. Dia harus merasakan kalau Nona bisa mendapatkan lebih!"

Bhuhuhuk!

Segera mengambil ar, untung makan kentang, kalau makan daging. Tulang masuk ke kerongkongan! Terkejut saat mendengar pernikahan dan membuat para pria menyesal? Menepuk dada. "Kamu, apa maksudnya itu? Jan bilang, aku ada pernikahan dengan para pangeran? Gak mau, pokoknya gak mau!"

Menepuk pelan. "Bukan-bukan Nona, sama sekali tidak terikat pernikahan dengan orang lain. Tung–gu." Bian melepas tepukan, mengedipkan mata, mencerna apa yang terjadi.

Mengapa nona berubah? 

Ini bukan Nona pertama! Namun, sebelum bertanya, memperhatikan lebih dekat, dia tetaplah tuan-nya. Kepala menggeleng, rasanya dia bukan Nona, tapi dia adalah Nona. Tidak tahu cara menjelaskan di mana.

Ziyi mei merasa mulai dicurigai, segera menutupi kecurigaan. "Aduh, kepalaku sangat sakit dari jatuhan kemarin dan setengah ingatanku hilang. Emcst, aku hanya bisa mengingat sedikit-sedikit. Apa aku bertingkah aneh?" Lengkap dengan akting memegang kening dan memelaskan wajah. Seolah menjadi gadis rapuh, ekspresi itu tidak cocok dalam wajahnya!

Pak! Bian menepuk tangan. Mulutnya terbuka, "Ah! Pantas Nona kedua bergo–" menurunkan suara keras, sedikit membungkuk dan membisik. "Membicarakan Nona kalau sudah gila, ditolak oleh Tuan Cheng, agh! Aku ingin menyahut, tapi takut dan tidak mau membuat Nona dalam masalah. Aku sudah bilang kalau Nona Kedua 'tak sehalus yang kita kira, 'kan percuma Nona mengurangi porsi makan sekarang. Coba dengar aku dulu, malah Nona mengurungku di gudang. Gara-gara tidak memberi makan daging."

Agh! Dayang satu ini sangat pintar menyayat-nyayat hati nurani Ziyi, membuat nafsu makan hilang. Ziyi meletakkan nampan, meneliti Bian. Memang itu pernah di lakukan ke dia. Pokoknya makan tidak ada daging dan nasi, dia akan dikurung. 

"Em, kedepannya aku tidak begitu, kau tidak dikurung dan dipukul."

Sekuat tenaga Bian memeluk Ziyi dan melepas. "Baik! Ayo kita menurunkan badan Nona, setelah kurus, kita datangi Tuan Cheng bilang, 'Ah ya~ ini Tuan Cheng yang aku kenal? Oh, mataku dulu dilapisi lemak, sekarang aku tidak punya lemak. Begitupun pandanganku terhadapmu, kau sangat jelek Tuan Cheng!' Hahaha seperti itu!"

Bwhahahaha!

Ziyi ikut tertawa terhadap tingkahnya, Bian memperagakan gadis lembut dan ayu. Menatap tangan. 'Aku harus berubah, benar yang Bian katakan. Hehehe, mari kita lihat keadaan di luar.' Selesai menimang dalam hati, bangkit meninjau hanfu hitam.

"Nona, apa perlu saya panggil tabib? Masih sakit kah? Atau tidak ingat sama sekali." 

"Gak usah, diam sana." Melewati Bian, pergi ke sudut.

Memeriksa lemari, terdapat tumpukan hanfu merah, hitam, atau warna lumpur. Semua ini sangat mencolok dan tidak trendi. Bian kesebelah kiri Ziyi. "Nona mau berubah mulai sekarang? Oh, terimakasih Dewa-Dewi. Semua baju ini memang jelek, Nona saja terlalu mengikuti kata-kata Nona Lia. Emm, maaf bukan maksud Bian lancang … apa Nona mau mengurungku lagi? Ah, tidak apa, asal Nona tetap begini, mau berubah ke jalan baik." Menutup mata dan mulut, siap menerima hukuman.

Ziyi mei mengingat, kalau Bian membicarakan jelek tentang adiknya. Pasti diberi hukuman, tapi sekarang bukan Ziyi mei di dalam tubuh gendut ini. "Buka matamu, ayo kita ke luar beli baju. Jangan bilang, aku ditindas dan tidak punya uang? Mari kita curi!" Siap bertempur keluar.

Memegangi lengan Ziyi. "Eitss, benar kita harus pergi ke tabib. Memeriksa otak Nona."

Menepuk pegangan, Bian meringis. "Otakmu! Aku baik-baik saja, ayo kita ambil uangnya." Mendengus, pasti kayak cerita-cerita yang sering di baca dan tonton. Pemeran utama di tindas dan tidak punya uang. Karena dirinya sudah masuk ke dunia ini. Otomatis, jadi pemeran utama. Tidak mau ditindas dan mengambil hak!

Bian menuju laci di sudut kasur, berjongkok, menarik pelan. "Nona, kalau mau belanja. Di sini uangnya, kenapa kita harus merampok? Oh, aku tahu Nona tidak suka ini dan lebih suka tentang makanan. Mungkin lupa tempat menyimpan uang."

Manik dan mulut sebarengan terbuka, seumur hidup. Ziyi meimei tidak pernah melihat uang emas bertael-tael. Belum lagi uang kertas dan emas! Segera menyambar Bian. "Wow! Ini punyaku? Gila, bodoh banget tubuh ini–emm." Menutup mulut, meraih kumpulan emas dan uang. Laci ini berisi 4 lobang, bagian utama uang, bagian kedua emas dan ketiga manik-manik. Kalau bawah, berisi surat-surat rumah, aset dan uang kertas.

Gila ini sangat gila, dirinya menjadi wanita kayak raya! "Woah! Bian, kuy shopping hahaha!" Meremas uang dan pergi keluar, dayang 'tak mengerti kata-katanya yang asing. Namun, tetap mengikuti patuh.

"Kalian mau ke mana?" 

Harus berhenti, di hadang Lia li. Menelan tawa dan menyembunyikan uang. "Kita mau keluar, mau ikut?"

Menghampiri. "Adik, kamu belum makan, apa mungkin mau beli di luar? Di luar tidak baik, gimana kalau aku minta Bibi Xi menyiapkan daging bab–"

"Babi matamu! Dah lah, jangan ganggu!" Menghempaskan tangan Lia li, dia mudur, tersungkur di lantai. Rasanya 'tak percaya Monster Babi ini berani mendorong? "Yah, kenapa bengong?" Memarahi dayang bersamanya, Lia li berusaha bangun, di papah dua pelayan. Ketika tubuhnya tegak berdiri, tidak melihat sang kakak.

Di dalam kereta, Bian agak bingung. "Nona, kenapa tadi kasar sekali? Padahal … Nona tidak begini dulu."

"Kamu mau aku kayak dulu?"

Segera melambaikan tangan. "Jangan! Aku mau Nona berubah dan tidak acuh pada omongan orang lain. Pokoknya, ada yang mencaci, balas!" Menyemangati, Bian gadis pintar dan cakap bicara.

Kereta berhenti di pasar, dipapah kusir dan Bian. "Di mana toko kain?" Memandang seluruh kedai toko. Ziyi mengenakan hanfu hitam, daripada warna merah cabe yang membuat malu! Sekantung uang di gantung di sudut kiri pinggang besarnya, berbentuk kelinci. Ini dibuat oleh ibunya, selalu dipakai.

"Di sana Nona." Menunjuk toko kain, Ziyi segera ke sana, saat dua langkah. Ada uluran tangan ke pinggang. Instingnya kuat. 

Pembunuh?

Segera berbalik dan meninjukan satu lengan. 

Set!

Dia menunduk menghindar, terasa di pinggang kiri ditarik. 

Kantong uang! 

Ziyi memegangi pinggang kiri, yang kini kosong melompong.

Pencuri!

Heh, dia belum tahu merasakan tendangan mematikan nomor satu di negara abad ke 21. Ziyi mei penuh percaya diri mengangkat kaki kanan satu. Memamerkan tendangan taekwondo yang melumpuhkan banyak musuh. Hak!

Bruagh!

Langsung tepar di tanah, sedangkan pencuri lari menuju pintu gerbang! "Egh! Sialan, uangku!" Berteriak di bawah, susah bangun, berat mengangkat kaki. Ternyata 'tak seringan biasanya. Mengakibatkan tubuh kehilangan keseimbangan dan jatuh ke belakang. Sangat malu! Mana pula uang dicuri. "Nona-Nona, ayo bangun, apa sakit? Di bagian mana, biar kita ke tabib." Memapah, tapi masih duduk. Pandangan Ziyi, mengincar pria bau yang mengenakan hanfu hitam robek, sudah keabu-abuan saking kotornya. 

Pencuri itu terus lari ke gerbang, sial uang dicuri! Bangun. "Sialan, kau belum merasakan tendangan ku, ayo sini!" Mencoba mengejar, pria itu melompat ke gerobak padi dan menatap ke arah Ziyi. Dengan tangan kiri memegang kantong uang berbentuk kelinci. Menggoyang kantong, jempol kanan di dekat kuping, menaik turunkan 5 jari, sambil lidah di julurkan. "Bwuek!" 

Serasa bulu-bulu Ziyi meimei bangkit, berlari, tapi Bian memegang bajunya. "Nona jangan kejar, kita masih punya banyak uang. Pengemis itu mau keluar gerbang, pasti dia bukan orang sini dan kita tidak bertemu denganya. Gerbang kota segera ditutup. Biarkan dia pergi, kita pulang mengambil uang. Nyawa lebih penting!"

Kalau bukan takut bajunya robek, Ziyi tidak akan berdiam. Mungkin mengejar pria itu, dari jauh masih memperhatikan. Wajahnya tidak jelas, hanya menangkap tahi lalat kecil di telinga kiri, tepat di balikan telinganya, setitik kecil. Saat berhadapan dekat. Dia sangat tinggi, melebihi gurunya yang sudah tinggi 179 cm. Tangan gesitnya meraih cepat kantong di pinggang, dia bukan pencuri sembarangan, pasti banyak korban. Kejar tidak bisa, dia masih mengejek. Ziyi meimei menaikan jari tengah dan menekuk sisa keempat jarinya. "Bangsat!"

Entah teriakan di dengar atau tidak, pria itu merebahkan diri, di atas gerobak padi. Tangan kanan di belakang kepala, yang kiri memainkan kantong uang. Lempar, tangkap.

"Kenapa ada pencuri di kota? Apa dia tidak takut diadili!" Seharusnya begini, karena ini di zaman kuno yang masih primitif. Mengetahui keahliannya, sangat jelas para warga tidak bisa menangkap. 

Ziyi baru menyadari banyak orang berkumpul, menertawakan dirinya. Di ibu kota ini, semua orang tahu Si Monster Babi, itulah penyebutan Du Ziyi Mei saat ke luar. "Napa lihat-lihat, gak pernah liat orang cantik?" Memelototi mereka yang membisik dan menatap bodoh.

"Cantik? Apa butuh kaca, saya ada uang membelikanmu kaca." Ibuk-ibuk di sudut menarik putranya, supaya tidak melirik si gendut ini. 

"Kenapa ramai begitu? Ada apa?" ucap pria yang mengenakan hanfu biru muda. Halus dan gagah, memeriksa kepungan orang di sudut toko kain. Setelah menyelinap dari banyaknya warga. Memperhatikan orang yang harus dihindari. Ternyata dia!

Bian mengetahui siapa yang datang, segera menggoyang tangan Ziyi dan memeluk erat. "Lah, ngapain di pegang? Lepas, aku gak akan hajar mereka." 

Tidak mau, Bian takut kalau Nona-nya mempermalukan diri lagi, mengejar Tuan Cheng. Dia sedang berada di pojok, begitu tampan, eh cukup tampan, memakai hanfu biru. Namun, hatinya sama sekali tidak begitu, kini seorang gadis berdiri di sisinya. 'Kalau Nona tahu, pasti menempeli dia, melebihi makanan,' batin Bian. Takut membuat keributan, segera menarik Ziyi pergi.

"Egh-egh, mau ke mana?" Mengikuti tarikan Bian.

Sebelum mereka pergi, seorang wanita bicara pelan, tanpa tergesa-gesa, cukup didengar semua orang. "Oh, Nona Zi ada di sini, apa kebetulan? Nona Zi, aku tahu kamu selalu mengikuti kita, tapi kamu perlu ingat. Cheng gege, tidak menerimamu dan tidak mencintaimu. Tolong Nona Zi menghargai diri sendiri."

Hah? 

Kayak ada mencecar, Ziyi mencari ke asal suara. Ternyata di sudut ada laki-perempuan. "Stts." Ingatannya mulai membanjiri, perut sangat diaduk mau muntah. Menahan sekuat tenaga. "Oh My God! Jadi, dia yang ku kejar-kejar? Dih, najis! Disandingkan dengan Oppa haluan-ku kalah jauh!" Mengumpati selera pemilik tubuhnya.

"Nona, ayo kita pulang, kita 'kan perlu mengambil uang," tawar Bian. Ingin rasanya pergi, tidak mau mereka menyakiti nonanya. Ziyi justru mendekat ke mereka, Bian terpaksa mengekor.

Berhenti di depan mereka, Cheng cuan mundur, dia seorang pria berumur 18 tahun. Anak dari bupati kota ini. Dialah si pria idaman Ziyi mei, selalu ditolak. Kadang dihina dan di tendang pun, masih mengejar tanpa rasa malu dan kemunduran. Kegigihannya, patut diacungi jempol.

Sontak, Cheng cuan melompat mundur. Ihhh! Jijik didekati Monster Babi. "Pergi! Nona Zi, kau mempermalukan ayahmu kalau begini. Aku hanya memandang ayahmu sebagai perdana menteri, heh, kau jangan berlebihan. Segera menyingkir dan enyah dari duniaku!" Kilatan mata, sangat-sangat jijik terhadapnya.

Wanita lembut maju, menyentuh tangan Ziyi dan elus. "Nona Zi, bukan maksud Kakak Cheng begitu, ini demi kebaikanmu. Tolong hargai dirimu, jangan mempermalukan diri sendiri. " Menepuk pelan dan memeluk, sebelum melepas pelukan berbisik, "Apa rasa malumu ditutupi oleh lemak? Dengar baik-baik, aku dan Kakak Cheng segera menikah. Mending kau pergi dan dia tidak menyukai gadis gendut sepertimu. Kau begitu menakutkan Monster Babi!' Melepas bisikan.

Shuha xin tahu, dia akan meledak dan meremas dirinya, dengan begitu Cheng cuan menolong dan memarahi Babi ini, haha. Telah siap untuk reaksi Ziyi, Shuha mundur dan meninggalkan lengan kiri.

Oh, mau menjebak? Kalau dulu ya, tapi sekarang Ziyi mei tidak melakukan hal 'tak berguna. 

Shuha xin pergi menuju Cheng cuan, tapi ada yang menahan ujung hanfu-nya. Menggerakan badan, tetap saja belum bergerak. "Kakak Cheng … tolong aku, dia menahanku, aku takut," suara pelan yang ingin dilindungi. Siapapun tidak tahan, terhadap sikap lembut dan rapuhnya. Namun, Cheng cuan diam, membuat Shuha xin membuka pejaman mata, sesaat memajukan mulut. 

Kenapa tidak menolong?

Terus menggoyang baju, belum bisa lepas, berbalik. 

Lah? 

Bukan ditahan si Monster Babi, tapi…*..*