webnovel

Pangeran Kedua

Oleh anjing. "Guk." Menggonggong, wajah putih Shuha xin berubah menjadi buah plum, saking malunya. Menghentakan kaki, menarik paksa ujung hanfu. Mengakibatkan anjing bergeser. "Huh, dasar anjing!" memaki malu. Segera berlari ke arah Cheng cuan, meringkuk ke dadanya. "Cheng gege." Menempelkan kepala, tepat saat mau menempel. Pria ini mundur, yang memperhatikan Ziyi.

"Fffhuu, hahaha, geer kali!" menertawai kepedean Shuha. Bian tertawa paling keras, matanya menyipit. "Haha, ternyata Nona Shu, terlalu besar kepala. Apa mata itu masih berfungsi?" 

Bisa juga si Bian buat ngejek, Ziyi mengamati mereka. Shua xin 'tak terima. Selepas tidak diberi sandaran, alisnya sedikit mengerut dan mendatangi Bian. Plak! 

Melayangkan tamparan, merasa puas memukul. "Budak tidak tahu malu, siapa yang menyuruhmu bicara? Biar aku disiplinkan budakmu. Nona Zi, kamu tidak perlu berterima kasih."

Bian memegangi pipi, mulutnya diam, tetap memelototi Shuha. Membuang napas sakit, sesakit pipinya. Menghentakan kaki samping Ziyi, tidak berani bersuara. Dulu sering kena tegur dan tampar, karena dia teman masa kecil Tuan Cheng. Nona-nya akan melindungi dia dan mengesampingkan dirinya. 

Kepala tertunduk, manik sedikit curi-curi pandang. Ziyi cukup kasihan padanya, ditatap begini. Haah! "Apa sakit?" 

Segera Bian mengangguk dan meneteskan air mata, tadinya takut Nona marah dan memukul dirinya. "Uaaa, Nona, sakit di sini." Memajukan pipi kiri, mau menempelkan ke pupil Ziyi.

Mendorong pipinya, tidak mau menolong. "Balaslah sendiri." Menurunkan tangan, enggan untuk membantu. 'Mengatasi dia saja tidak bisa, kau tidak pantas berada di sisiku,' batin Ziyi.

Demi apa?

Pupil Bian membesar dan menghentikan tangisan, air mata bak di kunci yang 'tak menetas lagi. Mau bertanya lagi, Ziyi mengedikkan bahu. Hehehe, hahaha! Sudah lama ingin membalas, akhirnya diberi kesempatan, puja dewa-dewi. 'Nona, aku tidak mengecewakanmu.' Menyuarakan dalam hati. 

Berbalik ke arah Shuha xin, meregangkan tangan dan menyambar pipinya. Plak! "Heh, apa kau saja yang bisa, terima kasih atas pengajaranmu. Aku mengembalikannya, karena tidak enak menerima arahan Nona Shu." Menurunkan tangan, tamparan itu jauh lebih keras. Bian sering mengambil pekerjaan berat, tentu tenaganya jauh lebih besar.

Tidak sempat menghindar, Shuha miring ke kiri, dengan gagah berani Cheng cuan meraih tubuhnya. Membenarkan posisi berdirinya. "Kamu tidak apa-apa?" memeriksa keadaan Shuha.

"Ak–aku, huuhuuu." Menangis di pelukan Cheng cuan. 

Dipelototi oleh Tuan Cheng, segera Bian ke sisi Ziyi. Menjadi gadis penurut dan lembut. "Hihi, lain kali suruh aku lawan mereka, Nona tidak perlu mengotori tangan." 

Tatapan tajam dilayangkan ke Ziyi. "Apa otakmu rusak? Ajari pelayanmu!" Masih memegangi Shuha, diam-diam gadis ini tersenyum penuh arti.

Malas berdebat, Ziyi meninggal mereka tanpa sepatah kata. 

Hah?

Rasanya di tabrak angin, badan masih sama, hanya hawa yang berbeda. 'Kenapa dia mengabaikanku? Tidak menjawab? Hah! Untuk apa aku memikirkan ini, bagus dia pergi, tapi … hari ini dia aneh sekali,' pikir Cheng cuan. Mengangkat kepala, keberadaan Ziyi benar-benar lenyap bagai debu. 

Di dalam kereta, saat pulang mengambil uang. Bian melepas tangan dari pipinya. "Nona, kenapa tadi ee, agak beda?"

"Emang kenapa?"

Menggeleng. "Betul sih, kalau ada yang ganggu balas balik. Em, seandainya Nona Shu membalas bagaimana?"

"Pukul!"

"Kalau Tuan Cheng di belakangnya?"

"Pukul!"

Mulut Bian bergetar, susah di rapatkan, menelan angin dan mencoba bertanya lagi. "Ka-kalau Nona Kedua?"

"Pukul! Pukul! Pukul! Pokoknya ada yang macam-macam atau menindas, PUKUL!"

Dagu Bian sampai getar, mengangkat tangan demi menutup dagu, terus bertanya apa yang harus dilakukan bila ada yang mengganggu. "Misal, Nyonya Suan?"

"Pukul!"

"Itu-itu Ibu Nona, tidak baik. Namun, boleh juga, hehe. Dia bukan Ibu yang baik!"

"Toh, dia bukan ibuku!" Ziyi sibuk mengangkat tangan, olahraga dimanapun dan kapanpun.

Bian menanya sekali lagi, ini sih tidak mungkin. "Kalau … Tuan Besar?"

"Pukul!"

Menggoyang lengan Ziyi. "Nona, itu-itu ayah Nona sendiri." Masak semua orang di pukul? Ziyi mencerna kata yang dikeluarkan. "Agh~ Ayah, ya? Pukul! Kalau dia berani memukulku!"

" …" 

Bian sepenuhnya tergeletak di lantai kereta, mulut terbuka, pandangan kosong. "Ya Tuhan, apa doa-ku terlalu berlebihan. Bukan keberanian diluar batas begini untuk Nona-ku. Kutarik doaku, aku mau Nona jadi orang normal saja." Meringkuk, beroda yang tidak mau Ziyi menjadi wanita bar-bar.

'Egh, tapi dia bukan ayahku, kita lihat aja kalau dia berani macam-macam.' Menganggukan kepala, menurunkn tangan dan bergerak ke kaki. Menekuk dan meluruskan, harus segera menurunkan berat badan.

Turun kereta, memperhatikan di parkiran, ada sebuah tandu keemasan. "Siapa parkir di sini?" Memeriksa, tandu ini kosong melompong. Bian bergetar hebat yang menarik Ziyi. "Nona, jangan mengintip. Sekarang tegakkan badan, dagu sedikit diangkat dan ini." Pak! Menampar pantat, agar meninggi, dengan tulang punggung membentuk S.

"Gila kamu, ya!" geli Ziyi. Terhadap peretelan tangan Bian, mensejajarkan dirinya menjadi model papan atas. Kalau bodi kurus, sih oke, bagus kayak bentuk S. Lah dirinya, udah kayak buntelan karung. Gimana mau bentuk S? Malah kayak bentuk bebek, kepala doang yang maju dan badan gemuk ke belakang! 

Bian merapikan Ziyi, memastikan dia cantik dan bersih. "Apakah Nona lupa? Ini tandu Pangeran Kedua, egh. Dengar-dengar, dia sebagai kandidat pewaris yang kuat. Bersaing bersama Pangeran Ketiga dan Ketujuh." 

Ziyi meninggalkan ocehan Bian, itu semua tidak ada hubungannya. Menyadari ditinggal, secepat kilat, mengejar. Ziyi membuka pintu utama. 

Oh tidak!

Tangan Bian hendak menahan bukaan pintu, naas tidak sampai menghentikan Ziyi. Pintu terbuka. 

Kreaat. 

"Nona!" Menarik tangan.

Ziyi melangkah masuk. Semua mata tertuju ke pintu, tidak ada waktu lagi menghilang. 'Nona, kalau mau mati, jangan ngajak-ngajak aku!' umpat Bian dihati.

Orang di dalam, menaruh teh dan mengamati sosok gadis bertubuh gendut melangkah masuk. Hanfu hitamnya sangat kontras dengan warna kulit putih bersih, wajah tidak memakai riasan. Kayak gini, bak melihat bibi-bibi gendut pulang dari pasar. 

Netra Qian wei mengecil, meremas cangkir teh. Suan gu mengangkat tangan, menutupi bibir terkejutnya. Lia li mengernyit, tapi dia paling sigap dan maju menjemput Ziyi.

"Kakak, ayo duduk, kamu kemana saja? Baru pulang dari luar? Sudah kubilang, makanan di luar tidak baik bagi kesehatanmu. Ayah sudah pesan, kita makan sayur dan buah, sedikit makan daging. Mengapa kamu pergi keluar untuk mendapatkan itu? Aah, maaf, aku tidak bisa berbohong, apa tebakanku benar?"

Tanpa jeda, Lia li mencerocos bak mercon yang sekali di sulut, memburu keluar dan memeriahkan suasana. Kini, mereka berada sisi meja, Bian kurang suka, tapi harus menahan diri. Membatasi jarak dengan Nona-nya, diam di sudut.

Pria yang mengenakan hanfu kuning keemasan, lengkap tusuk rambut phoenix. Melambangkan keagungan. Menusuk ke Ziyi, matanya tidak bisa ditebak. Suan gu berdiri, memperkenalkan anak keduanya. "Maaf Pangeran Kedua, anak saya tidak tahu ada tamu. Main terobos setelah pergi keluar, yang tidak memberi kabar. Zi er, apa kamu tidak mau menyambut?" tekan Suan gu.

Anak dan ibu, buru-buru membeberkan perbuatan Ziyi. Heh, mengadu pada Qian wei. Agar mendapat pukulan dan kurungan. Ziyi mengabaikan mereka berdua, bergerak ke depan meja. Dua tangan bertumpu sisi meja, mencondongkan tubuh ke depan, mendekati Pangeran Kedua. Dia bergeming, tidak mundur atau maju. 

Ziyi mengambil kue ketan, menggigit separuh dan meraih tangan kanan Fan gouyang. "Aku belum makan, kau jangan bicara atau kumakan." Memberi senyum dan pergi. 

'Hehehe, apa dia takut dan berteriak? Hahaha, bagus juga, dia ke sini jangan-jangan mau menikahkanku. Oh tidak, aku tidak mau, aku harus menjauh-sejauhnya biar tidak ada pernikahanku di zaman ini. Prioritas utama, mencari ibu pemilik tubuh!' Di otak, sudah ada segudang pikiran yang bercabang dan menjalar.

Belum sempat merespon, gadis gendut meninggalkan dirinya. 

Ku-kue?

Menatap tangan kanan, setengah kue bekas gigitan-nya. Sekujur tubuh terasa, dilalui semut yang menjalar. Rasa jijik dan kesal mencampur satu, meremas kue, sampai kembali berbentuk tepung. 

"Zi er, kamu!" Mau meledak, mata Qin wei merunjam, terpaksa Suan gu menahan amarah dan mengikuti Ziyi. Ada tamu keluarga kekaisaran, tidak baik berbuat kasar. 

Segera, Lia li mengambil sapu tangan sutera, mengelap tangan kanannya. "Ah, maaf-maaf, Pangeran Kedua. Maafkan Kakak saya, biar saya bersihkan." Memegangi tangan kanannya, yang satunya lagi mengelap.

Tarik!

Fan gouyang tidak suka disentuh, auranya menghitam memancar keluar, mampu membekukan Lia li. Menajahui dirinya, takut akan ledakan dahsyat. 'Babi itu, dia yang berbuat salah, kenapa marah padaku?' bergumam.

Qian wei sangat bersalah, apalagi Fan gouyang bangun dengan kekesalan. "Maafkan anak hamba Pangeran, dia memang bodoh dan masih kanak-kanak. Tolong kemurahan hati Pangeran." 

Menghempaskan untaian hanfu, fitur dagunya semakin tegas di kala kemarahan. Mengambil sapu tangan sendiri, mengelap. Melempar bekas lap, pandangan masih mencacah ke sisa bekas kue. Di sapu tangan yang tergeletak di lantai. Meremas tangan, memerintahkan…*..*