webnovel

Bila Ingin Kembali Harus Menemukan Ibunya

Mengguyur diri sendiri!

Byurrr!

Air menusuk kepala, menetes ke bawah. "Sial! Siapa aku? Di mana aku? Aku ingin pulang, tidak ingin menghilang! Guru, aku-aku …" Kejadian yang 'tak nyata sangat mengguncang dirinya. Mental Ziyi meimei belum bisa menerima, ia jatuh ke lantai. Tubuh gempalnya ambruk. 

Brukh!

Lia li belum sadar dari keterkejutan, dipikir tadi mau menyiram dirinya. Telah memasang ancang-ancang berteriak, tapi setengah bukaan mulut diberhentikan, kini mematung. "Hah? Apa dia gila?" 

Dua dayang memegangi Lia li, bukan membangunkan Ziyi. "Nona, mari saya antar ke kamar, tinggalkan dia," tawar dayang kiri. Lia li memijat jidat dan keluar.

Memberhentikan langkah, melepas pegangan, mendekati sang ayah depan pintu. "Ayah, eee … Kakak jatuh pingsan, saya tidak tahu. Makannya mau mencari Ayah, aku tidak bisa membangunkan Kakak sendirian."

Qian wei tanpa menyahut, langsung berjongkok di samping Ziyi mei. Merentangkan kedua tangan, satu di bawah leher, satunya di bawah pinggang. Angkat! 

Naas, tidak bisa, menarik tangan. Bangun, memerintah, "Egm, kenapa kalian diam? Panggil tabib dan angkat Nona Pertama!" Mencoba menahan rasa malu yang 'tak mampu menggendong sang putri.

"Ayah, tenang dulu." Berusaha tersenyum, mendapat tatapan tajam dari sang ayah. Menjelaskan, "Bukan aku yang menyiram, itu— Kakak bangun dan berteriak, lalu menyiram diri sendiri dan …. Tanya saja pada mereka." Menunjuk dua dayang, Qian wei melirik dayang.

"Hormat Tuan, benar. Nona Kedua tidak menyiram, Nona Pertama sendiri yang mela–"

"Keluar! Dayang tidak becus, menyebabkan keributan dan menyakiti Zi er, pergi ke belakang terima 10 pukulan!"

Mendapat hukuman? 

Segera berlutut memohon ampun, tapi ada penjaga di luar menyeret. "Tuan-tuan, maafkan saya, tolong jangan hukum hamba, Tu–" suaranya lenyap. Lia li 'tak mampu berbuat apapun, kalau menolong— ia sendiri dalam bahaya.

Beberapa penjaga berhamburan mengangkat tubuh besar Ziyi mei. Seorang tabib datang, sebelum diperiksa. Qian wei meminta, "Biarkan Putriku berganti dulu, baru diperiksa."

Semua orang pergi, pintu tertutup membiarkan beberapa pelayan masuk. Qian wei memicik melirik baju yang dibawa, berwarna hitam pekat, apa mau melayat? Setelah para dayang keluar membawa baju basah, tabib di izinkan masuk. 

Menunggu hasilnya, tabib meletakkan sepotong kain tipis sutra putih, di atas nadi Ziyi mei. Mata memejam, dengan dua jari menempel di titik nadi. Mengangguk dan membuka mata. "Nona Pertama tidak apa-apa, saya sarankan, jangan terlalu makan makanan manis atau berminyak. Tidak baik bagi tubuh, kedepannya Nona susah bernapas dan tubuh menjadi lebih besar." Tabib bangun, membuka laci hitam. 

Menyerahkan bubuk obat. "Ini, biarkan Nona Pertama minum. Saya akan meresepkan obat lain. Setelah selesai, saya sendiri yang antar, perdana menteri Du. Jangan khawatir, Nona Zi pasti cepat sadar."

Kerutan di dahi Qian wei menghilang, memerintah anak dan istri mengantar tabib. Di ruangan ini kosong melompong, para dayang disuruh keluar. 

Menghampiri Ziyi mei, menyentuh dahi dan pipinya. "Ayah mau kamu sehat, Ayah tidak peduli dengan bentuk tubuhmu. Hanya … haah … para lelaki di duain ini, yang membuat Ayah khawatir. Mereka tidak mempersunting wanita subur, mereka menuntut kesempurnaan! Padahal, mereka belum tentu sempurna. Kalau Ayah abadi— bisa menjagamu, terserah kamu makan sebanyak apapun. Asalkan sehat, Ayah tidak masalah." Mengusap lembut keningnya, menarik tangan dan pergi.

Di ruang tengah, anak dan istri menunggu. "Sayang, gimana keadaan Zi er, apa sudah siuman?" rintih Suan gu.

"Dia belum sadar, beri tahu orang dapur, kedepanya lebih banyak sayur di meja makan. Tubuhku sudah tua, tidak baik makan daging berlemak. Butuh asupan sayur dan buah, itu diperbanyak. Apalagi yang manis-manis disingkirkan, ganti dengan air putih." Mengaku buat dirinya, padahal ….

"Setuju, kita akan hidup sehat mulai sekarang. Aku juga mau Kakak sedikit mengurangi nafsu makan, cuma … aku takut mengatakan. Takut Kakak sedih," cicitnya. Secepat kilat, Lia li berganti degan hanfu merah muda, seolah bunga mekar yang baru dipetik. Wangi, segar, manis nan rapuh, perlu dilindungi. 

"Jangan pikirkan hatinya, kalau dia tidak mau berubah. Jangan beri makan, biar merasakan penderitaan orang di luar. Dia tidak mau menghargai diri sendiri, apalagi orang lain!" nada keras mengiringi kepergiannya.

"Bu, apa Ayah akan tinggal di rumah selamanya?"

Meraih sang anak. "Tentu, dia selesai dinas selama 1 tahun, sekarang kita tinggal bersama, hehe. Kamu harus merawat diri! Ibu dengar-dengar, di istana mau mengadakan acara ulang tahun Ibu suri. Hari itu tiba, kamu dandan paling cantik dan menarik."

"Kenapa?" Mengangkat kepala bingung.

Menyentil dahinya. "Gadis bodoh, ini cuma alasan bagi Ibu suri, mencarikan cucunya istri. Apa kamu tidak mau menjadi Permaisuri masa depan?"

Lia li melompat girang. "Aghh, aku mau, pasti kurawat diri dan menghadiri acara itu." Mereka pergi ke kamar, tanpa memeriksa Ziyi mei.

Di Kegelapan, Ziyi meimei membuka mata, sekeliling ada cahaya remang-remang, tidak tahu berada di mana. Lantai ini adalah air, anehnya tidak tenggelam, padahal memiliki bobot yang berat. "Hah? Apa ini beku? Tapi airnya bergerak, sialan wajah jelek!" Menginjak-nginjak bayangan di atas lantai berwarna biru halus, pijakan terhenti ketika mendengar suara.

"Hentikan, itu tubuhku, maaf aku membuatmu malu menjalani kehidupan, karena memiliki tubuh babi." Ziyi mei muncul di alam bawa sadar.

Ziyi meimei berhenti, mencari asal suara, ada bayangan besar di depan, mengenakan baju merah. Matanya sipit, dia mendekat. "Siapa kau? Kenapa aku memiliki tubuhmu dan mengapa aku bisa datang ke dunia ini? Bawa aku pulang, aku ingin pulang bertemu Guru, dia pasti mencariku!"

Gadis bayangan tersenyum, dua pipi bakpao menutupi mata. "Maafkan aku, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya dan juga … aku ingin hidup kembali. Walau tubuhku gendut, tapi tidak bisa. Aku sangat ingin kembali dan menemukan ibuku, aku mohon … tolong pertemukan aku dengan ibuku, supaya aku tenang." Menggenggam tangannya. 

"Ibu? Bukankah kau punya ibu itu, ah katanya ibumu sudah mati. Kenapa tidak bisa bertemu?" bingung, di memori dibilang ibunya meninggal.

Melepas pegangan. "Aku tidak bisa menemukan ibuku di sini, kuyakin ibuku masih hidup. Tolong pertemukan kami dan aku mengembalikanmu ke duniamu. Aku mohon Ziyi meimei, aku mohon." Menunduk, menangis sedih, berlutut memeluk kakinya.

Hah, mundur yang menepuk pundak gempalnya. "Bangun, aku juga mau berlutut! Asal aku bisa pulang sekarang!"

Ziyi mei bangun, mendengar rintihan roh yang dipanggil. Kemarin ketika ia bangun dari makan daging dan jus, dirinya melihat tubuhnya terbaring di ranjang. Mengetahui berpisah dengan badan, langsung masuk ke tubuh, tapi tidak bisa. Segera memanggil roh baru dari masa depan, yang mana tidak bisa merubah masa lalu. Sedikit kebingungan, untung dulu sering baca buku kuno, ritual memanggil roh. Mencobanya, yang datang roh gadis dari masa depan.

"Kamu bisa pulang setelah menemukan ibuku, kamu harus segera mencarinya. Asalkan badanku bertemu ibuku, pasti aku mengembalikanmu ke duniamu. Maaf, aku tidak bisa bicara lama-lama, aku harus pergi."

Ziyi meimei berteriak, "Tunggu-tunggu! Kembalikan aku!" Bukaan mata, badan terduduk. Kembali ke kamar ini. "Sialan, mimpi? Terlalu nyata, apa aku harus me-menemukan ibunya? Bahkan aku tidak tahu ibunya, di ingatanku pun gak jelas! Cuma bayangan yang pergi jauh, bibir merah itu tersenyum. Dia memakai tudung, tidak bisa menampak jelas wajahnya. Tolonglah, aku mau kembali ke duniaku!"

Kreaat. 

Pintu terbuka, Bian riyi menghampiri. "Nona, apa Nona mengalami mimpi buruk? Memimpikan Ibu Nona?" Dayang setia, memijat tangan Ziyi meimei yang kini menjadi Ziyi mei.

Menoleh tangan yang dipijat. "Hentikan! Pergi!"

"Nona …. " Melepas pelan, suara agak bergetar. 

Ziyi mei menarik tangan, raut wajah menghitam. "Pergi!" Meraih cangkir di meja kanan ranjang. Melempar! 

Prang!

Cangkir bekas obat terpecah belah, Bian riyi mundur, membungkuk di lantai. "Maaf Nona, saya akan keluar." Memungut pecahan cangkir buru-buru, sesaat meringis dan menutup mulut. Melanjutkan mengambil sisa pecahan yang bercampur darah.

Ziyi mei menarik pandangan dari luka di telunjuknya, tidak mau menolong. Dirinya sendiri tidak ada yang menolong, untuk apa menolong orang lain? Meluruskan badan, mengingat hal manis dan setiap ucapan gurunya. 

Coba saja 'tak bicara ingin menghilang dari dunia, apa mungkin ini tidak terjadi? Rasanya berdosa dan menyesal, kalau saja waktu bisa diputar. Ingin menarik kata dan menjalani hidup dengan baik. Sayangnya, waktu tidak bisa di putar, hanya bisa dikenang dan memprediksi masa depan, mencoba tidak jatuh kelubang yang sama.

Jika menghilang seperti pemilik tubuh ini, dia menangis dan berlutut mau kembali pun tidak bisa. Kala ini, di beri kehidupan baru berusaha menerima dan menjalani. Namun, Ziyi meimei tidak menerima nasib, dia akan mengikuti perintah Ziyi mei, mencari ibunya dan mempertemukan mereka. Setelah itu, kembali ke dunia yang seharusnya ditinggali. 

Tetap saja, ia seorang gadis, menarik selimut, membungkus diri. Di wajah tebal, dihiasi air yang mengalir dari sudut mata. Mulut dirapatkan, ribuan doa dipanjatkan yang ingin pulang. Semoga ini berhasil!

—*

Keesokan hari, dayang membuka pintu, menjemput Nona pertama makan bersama. Sebelum melangkah jauh, Ziyi menegaskan, "Jangan masuk kalau aku tidak panggil. Pergi!" 

Dayang agak bingung. "Apa? Oh, saya tau sekarang hidangan di meja kebanyakan sayur, jangan khawatir. Nona Kedua diam-diam meminta orang dapur, membuat babi pedas manis dan jus alpukat. Nona Pertama tenang saja, asal Nona sekarang pergi ke meja makan. Setelah Tuan besar menjumpai Nona sarapan sayur, jika telah selesai. Nanti, saya ambilkan makanan ke sini, Tuan tidak akan tahu."

Bila bisa matanya meledak, Ziyi mei mungkin tidak punya mata! Daging Babi dan jus Alpukat? Mau membuat dirinya menjadi gajah? Hah, membanting selimut. "Kalau kau sekali lagi mengucapkan babi, aku akan memakanmu!" melotot tajam, walau matanya 'tak terlihat. Namun, tampang Nona pertama memang agak menakutkan dan sekarang dipertajam. 

Dayang berusaha menjawab, "Baik Nona, saya keluar."

Pintu tertutup, Ziyi mei bercermin. "Tubuh gumpal ini, ngaca aja bikin eneg, apalagi orang lain lihat. Harus diet, membuat merekam menyesal mengabaikanku! Sebentar lagi, Si Gendut ini balas dendam!" Meremas tangan, tawa jahat mengumandang.

Ziyi mei mulai olahraga, tapi setelah sit up dua kali, tepar di lantai, menatap langit-langit. "Agh! Ternyata tidak segampang yang kupikir, gimana cara membuang lemak ini." Menepuk lipatan perut.

"Nona!" Bian, sang dayang menyambar Ziyi tergeletak di lantai, mencoba memapah. 

Menepis tangannya, sehingga Bian jatuh ke kanan, lutut terbentur dan jarinya yang menumpu badan, melelehkan darah di bekas luka. Meringis, memegangi lutut dan jari berdenyut nyeri. 

Ziyi bangun tanpa mempedulikan. "Pergi! Jangan mendekat dan suruh yang lain jangan datang!"

Berusaha berjongkok, memegang lutut tuannya. Mengabaikan darah yang keluar. "Nona, kenapa Nona berubah dan tidak sarapan dari tadi pagi sampai sekarang. Tubuh Nona akan sakit, saya tidak mau Nona sakit," nadanya memburu di barengi guyuran air mata.

Di bagian lutut terasa basah, Ziyi mei mendengus dan mendorong kaki kiri yang di pegang. "Pergi aku bil–lang!"

"Awww," desisan sakit Bian, terpental tendangan Nona-nya. Namun, bagi Ziyi, hanya menggeser lutut bukan menendang. 'Hah! Kenapa tubuh ini menyakiti orang!' mengutuk diri sendiri.

Bian kesusahan bangun, Ziyi melangkah ke arahnya, tapi setengah uluran tangan ditarik kembali, melilitkan ke perut. Mengakat dagu. "Kamu tahu 'kan hasilnya mendekatiku, lebih baik pergi! Aku bilang pergi! PERGI!" lengkingan keputusasaan menghiasi setiap teriakan yang keluar. 

Ziyi tidak mau dia mengikuti dirinya, pasti menyebabkan masalah. Disamping itu. 'Di zaman ini, bila aku tidak bisa melindungi milikku, aku akan hancur. Aku tidak bisa melindunginya, untuk apa aku mengambil?! Hidupku aja susah, gak usah ambil pekerjaan lebih! Aku mau melindungi diriku sendiri!' Keegoisan merasuki diri, di dunia ini tidak ada yang tahu dan mengerti dirinya. Manusia lahir sendiri, untuk apa takut kesendirian?

Menuju ranjang, tapi baru dua langkah merasakan…*..*