webnovel

Awal dari Siksaan

Kutukan Mawar Hitam adalah kutukan yang sangat-sangat langka, saking langkanya juga sangat mematikan. Kutukan ini membuat orang yang menerimanya hidup terasa kosong, sunyi, dan kematian seakan selalu mengintai. Menurut legenda, kutukan ini berasal dari kekuatan amarah dan kesedihan yang luar biasa dari dalam diri seseorang. Mawar hitam yang langka dan beracun menjadi penanda kutukan ini. Saat seseorang terkena kutukan ini, korban akan mendapatkan semacam tato mawar di punggung mereka, yang tampak cantik namun membawa aura gelap. Selain itu, korban akan merasakan siksaan hebat dan rasa sakit yang tak tertahankan.

Ini yang aku rasakan sekarang, sebuah rasa sakit yang tak tertahankan. Bahkan aku berharap aku cepat mati saja daripada menanggung siksaan ini. Namun, semuanya berubah ketika seorang gadis berambut lurus pendek berwarna putih menghampiri dan melihatku yang pingsan dan tak berdaya di bawah pohon beringin.

"Halo! Oi, bisakah kamu mendengar suaraku? Halo! Kamu baik-baik saja?" suara seorang gadis memecah keheningan, diiringi sentuhan lembut di pipiku.

Aku mencoba membuka mataku. Dunia tampak kabur, bayangan gadis itu samar-samar terlihat di depanku. "Siapa...siapa kamu?" bisikku, suaraku serak dan hampir tak terdengar.

Gadis itu tersenyum meski wajahnya penuh kekhawatiran. "Akhirnya kamu sadar juga. Sudah seminggu kamu tergeletak di sini tanpa bergerak" katanya sambil menyodorkan sepotong roti hangat ke mulutku.

Roti itu terasa hangat dan aromanya menggugah selera, tetapi tenggorokanku begitu kering sehingga aku tersedak. Aku berusaha menelan dan meraih botol air yang tergantung di pinggul gadis itu, meneguknya dengan rakus hingga tenggorokanku merasa lega.

"Aku baik-baik saja, tapi bisakah kamu mendengarkanku dulu? Jangan asal menyumpal mulut seseorang dengan roti panas ini!" aku berbicara dengan wajah kesal.

"Hehe, maafkan aku. Aku sudah melihatmu di sini selama seminggu. Dihari pertama aku kira kamu sedang berbaring di sini karena kelelahan, tapi kamu tetap tak bergerak di hari-hari berikutnya, jadi aku menghampirimu dan menyadari kamu pingsan" kata gadis itu sambil tersenyum.

"Waduh seminggu... Jadi begitu, baiklah, tidak apa-apa. Boleh aku tanya, namamu siapa?" tanyaku dengan wajah bingung.

"Oh! maaf aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Lilienblume, aku tinggal di Kerajaan Gothern Varka. Bagaimana denganmu? Namamu siapa dan kamu tinggal dimana?" Lili bertanya balik.

"Aku Hanazono Rise, dan aku lupa aku tinggal di mana... aku lupa semuanya. Aku bahkan tidak tahu bagaimana aku bisa ada di sini" jawabku dengan wajah tenang.

Rise duduk bersandar di bawah pohon beringin bersama Lili, namun tiba-tiba raut wajahnya berubah cemas dan tubuhnya berkeringat. Dia tampaknya sedang menahan rasa sakit yang luar biasa.

"Lili, aku sakit... aku merasa seperti ada sesuatu yang menggerogotiku dari dalam" kataku sambil berkeringat.

Lili terlihat cemas. "Rise! Rise, kamu kenapa? Rise, jawab aku!" tanyanya dengan wajah panik.

Suara bisikan muncul di kepalaku, semakin membuat rasa sakitku bertambah parah. Bisikan itu berasal dari seorang laki-laki yang terus mengucapkan namaku. Akhirnya, aku jatuh pingsan.

Di alam bawah sadar, aku terbangun duduk di kursi dengan kedua kaki dan tangan terikat rantai timah panas. Pandanganku kabur, namun aku bisa melihat bayangan laki-laki memegang pedang dengan cahaya permata merah menyala di depanku. Bayangan itu maju perlahan dan berbicara dengan suara yang menakutkan.

"Rise, apakah kamu tidak ingat padaku? Ini aku, Florian. Aku adalah orang yang memberimu kutukan ini. Bagaimana rasanya tersiksa dan menderita sejak aku memberikan kutukan ini padamu? Sakit, bukan? Mungkin aku akan memberimu kutukan baru. Jangan khawatir, tidak akan sakit" Florian perlahan menghunuskan pedangnya ke jantungku.

Darah mengalir dari tubuhku. Florian dengan ekspresi dingin menusuk pedangnya semakin dalam hingga menembus tubuhku. Dia membuat segel dan kutukan baru agar pedang itu tidak bisa dicabut, menyatu dengan jantungku.

Rise merasakan darah mengalir dari luka di dadanya. Rasa sakit tak tertahankan yang menggerogotinya membuat pikirannya terasa kabur. Dia tahu dia tidak akan bisa bertahan lama dalam kondisi ini. Dalam kondisi setengah sadar, dia mendengar suara Florian "Rise, Rise, apakah kamu masih tidak ingat aku? Ini aku, Florian.

Rise mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya. Rasa sakit semakin mendalam di setiap helaan nafasnya. Dia merasakan pedang itu menyatu dengan jantungnya, seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari tubuhnya. Rise berusaha merasakan kutukan ini, mencoba memahami apa yang telah terjadi.

Suara Florian kembali terdengar dengan nada mencemooh, "Kau tahu, Rise, saat pertama kali aku melihatmu di penangkaran waktu itu, aku merasa jijik. Kau tampak begitu lemah dan tak berdaya. Kutukan Mawar Hitam yang aku berikan padamu satu itu adalah cara untuk mengubahmu, membuatmu merasa seperti yang aku rasakan: kosong dan penuh amarah."

Rise mengumpulkan sisa kekuatannya untuk berbicara, "Kenapa... kenapa aku yang kau pilih?" tanyanya dengan suara yang hampir tak terdengar.

Florian tertawa kecil, "Karena kau lemah, Rise. Kau tidak punya kekuatan. Kutukan ini akan menjadi saksi betapa tak berdaya dirimu dalam menghadapi dunia ini. Kau akan merasakan betapa sia-sianya hidupmu."

Dengan sisa keberanian, Rise berusaha untuk memikirkan cara untuk melawan. Dia merasakan aliran kutukan dalam tubuhnya, dan dia tahu bahwa untuk melawannya akan membutuhkan lebih dari sekedar tekad. Mungkin ada cara untuk membalikkannya, untuk menemukan kekuatan di dalam dirinya yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Di tengah rasa sakit yang luar biasa, Rise merasakan kehadiran Lili. Suara Lili terdengar cemas di kejauhan, "Rise! Rise, jangan menyerah! Aku akan menemanimu. Bersama-sama kita bisa menemukan cara untuk melawan kutukan ini."

Rise berusaha mengumpulkan sisa-sisa kekuatan yang ada. Dia tahu bahwa ini adalah pertempuran yang sulit, tetapi dengan dukungan Lili, dia merasa sedikit harapan untuk bertahan.

Tiba-tiba, Florian berbalik dengan gerakan cepat dan menghilang dari hadapan Rise. Rise merasakan pedang di dalam tubuhnya masih menyatu dengan dirinya, tetapi dia juga merasakan kehadiran kekuatan baru dalam dirinya. Dia tahu bahwa kutukan ini bisa dikendalikan, bahwa dia bisa menemukan cara untuk menghadapinya.

Rise terbangun dari pingsannya dengan pusing yang masih terasa, tetapi kali ini dia merasakan perubahan pada tubuhnya. Matanya terasa berbeda—warna hitam pekat, tampak dalam dan misterius. Pandangannya berkeliling, dan dia menyadari bahwa dia tidak lagi berada di bawah pohon beringin, melainkan di kediaman keluarga Lili di kerajaan Gothern Varka.

Dia mencoba mengingat bagaimana dia bisa sampai di sini, dan kenangan Florian muncul dalam pikirannya. Pedang yang menyatu dengan jantungnya, menciptakan rasa sakit yang tak tertahankan dan perubahan pada dirinya. Rise merasakan perubahan ini bukan hanya fisik, tetapi juga dalam cara dia melihat dunia.

Ketika Lili melihat Rise terbangun, dia bergegas mendekatinya dengan wajah cemas. "Rise, bagaimana perasaanmu? Apakah kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan khawatir.

Rise mencoba duduk di atas tempat tidur. "Aku merasa... berbeda" jawabnya dengan suara yang terdengar serak.

Lili terlihat terkejut dengan perubahan pada Rise. "Matamu... mereka menjadi hitam pekat. Apakah ada sesuatu yang berbeda? Apakah rasa sakit itu masih ada?" tanyanya dengan khawatir.

Rise menggelengkan kepalanya, mencoba mengendalikan pikirannya yang masih kacau. "Aku tidak tahu. Aku merasa berbeda, tetapi aku tidak tahu apa yang sebenarnya berubah." jawabnya.

Lili menghela napas lega. "Aku sudah meminta bantuan dari beberapa penyihir di kerajaan ini. Mereka sedang berusaha memahami apa yang terjadi padamu, Rise. Kutukan itu adalah sesuatu yang jarang sekali kita dengar di kerajaan ini. Bahkan aku tidak pernah mendengarnya sebelumnya." Lili menjelaskan.

Rise merasa tidak nyaman dengan perubahan ini, dan pikirannya terus berputar tentang bagaimana dia bisa mengendalikan kutukan yang ada di dalam dirinya. Dengan matanya yang berubah, dia merasa bahwa dia bisa melihat dunia dengan cara yang berbeda, seolah ada sesuatu yang baru terbangun dalam dirinya.

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dan seorang pria paruh baya dengan jubah megah masuk. Di belakangnya, pengawal kerajaan mengikuti dengan sikap hormat. Wajahnya tampak tegas namun memiliki aura kebijaksanaan yang kuat.

"Lili, apakah ini orang yang kamu temukan di bawah pohon beringin?" tanya pria itu dengan suara yang dalam dan berwibawa.

Lili berdiri dengan cepat dan membungkuk. "Ayah, ini Rise. Aku menemukannya pingsan di bawah pohon beringin seperti yang aku ceritakan." jawab Lili dengan sopan.

Rise memandang pria itu dengan mata bingung. "Siapa dia?" bisiknya kepada Lili.

Lili tersenyum lembut. "Ini ayahku, Raja Edvard, dia adalah Raja di Kerajaan Gothern Varka." bisiknya kembali.

Rise terkejut dan tanpa sadar berbicara sedikit lebih keras. "Oh, jadi kamu putri raja! Aku pikir kamu hanya gadis biasa yang suka menolong orang asing!"

Lili tertawa kecil. "Nah, sekarang kamu tahu, aku punya pekerjaan sampingan. Yaitu menolong orang!" Senyum diwajahnya.

Raja Edvard melangkah mendekat dan menatap Rise dengan seksama. "Siapa namamu, dan dari mana asalmu?" tanyanya.

Rise menghela napas dan menjawab dengan tenang. "Ya-yang Mulia! Na-namaku Hanazono Rise, Yang Mulia sebenarnya, aku tidak tahu aku berasal dari mana... aku lupa semuanya, satu-satunya yang kuingat adalah namaku. Aku juga bahkan tidak tahu bagaimana aku bisa dibawah pohon beringin itu dengan keadaan pingsan."

Raja Edvard mengerutkan kening. "Kamu benar-benar tidak ingat apa pun? Tidak ada petunjuk sedikit pun tentang siapa dirimu?" desaknya.

Rise menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, Yang Mulia. Aku benar-benar tidak ingat apa pun."

Lili, yang sejak tadi diam, tiba-tiba berkata, "Ayah, aku pikir kita bisa menjadikan Rise bagian dari kerajaan. Dia butuh tempat untuk tinggal dan mungkin kita bisa membantunya memulihkan ingatannya."

Raja Edvard menggelengkan kepalanya. "Lili, kita tidak bisa begitu saja mempercayai seseorang yang kita temukan di jalan. Kita tidak tahu siapa dia sebenarnya dan apa yang mungkin dia bawa."

Lili memasang muka memelas dan matanya bersinar dengan harapan. "Ayah, tolong. Aku yakin dia bukan orang jahat. Aku merasakan bahwa dia butuh bantuan kita. Lagipula, dia dalam keadaan terluka parah ketika aku menemukannya, dan mungkin... sedikit kesurupan."

Raja Edvard menghela napas panjang, jelas berusaha menahan diri dari menolak permintaan putrinya. "Baiklah, Lili. Hanya karena kamu yang memintanya. Tapi, jika ada sesuatu yang mencurigakan, dia harus pergi."

Lili tersenyum cerah dan memeluk ayahnya. "Terima kasih, Ayah! Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu."

Raja Edvard mengangguk dengan wajah tegas, kemudian berpaling kepada pengawalnya. "Pastikan pengawasan diperketat di sekitar kamar ini. Aku tidak mau ada kejadian yang tak diinginkan," perintahnya sebelum meninggalkan kamar.

Setelah Raja Edvard pergi, Lili berbalik kepada Rise. "Jangan khawatir, ayahku sebenarnya sangat baik. Dia hanya khawatir akan keselamatan kerajaan."

Rise tersenyum lemah. "Aku mengerti. Aku hanya berharap bisa segera mengingat sesuatu."

Tidak lama setelah itu, beberapa penyihir yang dipanggil oleh Lili datang ke kamar. Mereka memeriksa Rise dengan cermat, memeriksa aliran energi di dalam dirinya dan mengajukan berbagai pertanyaan. Setelah beberapa saat, salah satu penyihir, seorang pria yang tampak tua namun berwibawa, berbicara.

"Kutukan ini adalah sesuatu yang sangat langka dan misterius. Biasanya, kutukan ini menghasilkan perubahan yang signifikan dalam jiwa seseorang. Rise, kamu mungkin telah mendapatkan akses ke potensi tersembunyi dalam dirimu, sesuatu yang belum pernah kamu alami sebelumnya, akan tetapi aku sepertinya merasakan kutukan baru di jantungmu. Ini adalah kutukan Aconite, aku tidak begitu tau apa kutukan ini... Tapi ini bisa dikendalikan jika kamu sedang dalam keadaan terdesak atau nyawamu sedang terancam" penjelasannya.

Rise merasa tidak yakin tentang hal itu. "Tapi bagaimana aku bisa mengendalikan ini? Kutukan yang aku miliki dimasa lalu saja sudah sangat menyiksa ku sekarang kutukan baru, Aconite? Jujur saja namanya sangat aneh, tapi aku sangat yakin ini hanya menyiksaku" jawab Rise dengan penuh kekhawatiran.

Penyihir itu mengangguk. "Kamu perlu belajar bagaimana mengakses potensi dalam dirimu. Ini akan membutuhkan waktu dan latihan, tetapi dengan bimbingan kami, kami akan membantu kamu memahami kekuatan baru ini." jawab penyihir itu.

"Baiklah, terimakasih... Tapi apakah benar aku akan baik-baik saja? Maksudku, dari dulu aku sudah punya kutukan hebat dan sekarang aku memiliki kutukan lagi yang ada dijantung ku? Kamu yakin hidupku akan baik-baik saja?" Rise menjawab sambil menghela nafas.

Penyihir itu mengangguk. "Tentu saja Rise, kamu akan baik-baik saja. Pokoknya kamu itu harus kuat" Jawab penyihir itu dengan senyuman diwajahnya.

Rise tersenyum dan menghela nafas lega. "Baiklah, terimakasih aku merasa sedikit lega" Jawab Rise, senyum diwajahnya.

Rise merasa sedikit lega mengetahui bahwa ada harapan untuk mengendalikan kutukan ini. Dia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia bertekad untuk menemukan cara untuk mengatasi siksaan yang dia rasakan selama ini.