webnovel

Terjerat Pesona Pak Bos

Perjalanan selama tiga tahun berada di perusahaan Kakrataka Group membuat banyak sekali perubahan dalam hidup Kirana.

"May, hari ini kita akan pergi ke mana?"

Keduanya berada dalam satu mobil. Dengan Kakrataka sebagai pengemudi, sedangkan Kirana tinggal duduk manis dan bermain ponselnya. Hari libur membuat keduanya sering pergi bersama. Untuk sekadar jalan atau makan di restoran.

"Bukannya Pak Bos yang ingin mengajak saya pergi? Harusnya Pak Bos yang menentukan," balas Kirana.

Kakrataka menoleh. "Bukankah kau yang selalu mengidamkan hari libur, agar kita bisa pergi bersama?"

"Tidak, Pak Bos."

Keduanya memang sering tertangkap basah pergi bersama. Namun, karyawan di perusahaan Kakrataka tak pernah menaruh curiga. Mereka hanya mengira bahwa itu profesional kerja dari atasan dan tangan kanannya.

"Ya, sudah. Ke rumah saya saja," ujar Kakrataka tiba-tiba.

Sontak raut wajah Kirana berubah. Kedua mata bulatnya melotot tajam, serta bibirnya terbuka karena tak mampu menahan keterkejutan yang ada.

"Memangnya kita akan melakukan kegiatan apa di sana?" Spontan saja kalimat itu keluar dari bibir Kirana. Ponselnya sampai terjatuh dan itu berhasil membuat perhatian Kakrataka teralihkan.

"Memangnya ada apa?" Kedua alis Kakrataka hampir bertaut. Mendengar tanya yang terlontar, mungkin sedikit menggelitik telinganya.

"Ah, maksud saya, ada pekerjaan yang harus saya kerjakan?" tanya Kirana meralat pertanyaan yang sebelumnya.

"Tidak. Hanya saja, saya ingin mengenalkan kau pada seseorang."

"Seseorang siapa?"

"Kau akan tahu sebentar lagi." Bertepatan dengan itu, mobil berbelok ke arah kiri. Menyusuri jalanan kompleks yang terasa asing bagi Kirana.

"Ini jalan ke arah mana, Pak?" Merasa ini adalah kali pertama bagi Kirana menyusuri jalannya, ia bertanya pada Kakrataka yang terlihat hafal dengan rute yang mereka lalui.

"Ini kompleks perumahan saya. Sekarang adalah kali pertamamu berkunjung ke rumah saya, 'kan?"

"Iya." Sudah, debar tak beratur mulai membuat dada Kirana naik turun. Perlahan ia menatap ke arah Kakrataka yang tengah fokus pada jalanan.

Pakaian lelaki itu terlihat santai. Dengan kaos oblong hitam yang bertolak belakang dengan warna kulitnya, membuat Kirana semakin terpesona. Semakin naik, penglihatan Kirana jatuh pada wajah, dengan pahatan sempurna di sana. Hidung mancung itu selalu membuat Kirana terpesona, dan secara refleks memegang hidungnya sendiri.

"Kita sudah sampai, May," ujar Kakrataka seraya menoleh ke arah Kirana.

Tanpa sadar, Kirana melamun. Tak memerhatikan sama sekali jika mobilnya telah berhenti di sebuah pekarangan rumah yang amat luas. Rumah dengan total lantai tiga di depan sana menjulang tinggi.

"Ini rumah Anda, Pak Bos?" tanya kirana setelah tersadar. Ia berusaha agar tidak tertangkap basah tengah menatap lelaki itu.

"Iya, mau turun atau tidak?" sentak Kakrataka.

"Ah, iya," jawab Kirana dengan sedikit gusar. Takut dengan nada bicara Kakrataka yag sedikit lebih beda dari biasa.

Satu dorongan, berhasil membuat Kirana turun dari mobil. Berjalan dengan flat shoes yang tak menimbulkan suara benturan seperti biasa. Ia coba mengimbangi langkah Kakrataka yang tak jauh darinya.

Kirana mengamati setiap jengkal desain rumah. Tidak ada yang istimewa sebenarnya. Hanya saja di lantai dua, tepat pada sebuah balkon, bertuliskan inisial K&K. Hal itu berhasil membuat langkah Kirana terhenti begitu saja. Pikirannya terus berputar ke sana-kemari. Berbagai tanya perihal kemungkinan terus berputar dalam angan.

"May, mengapa masih berdiri di sana?" Tersadarlah gadis itu. Ia kembali pada jalan awalnya. Mengekori Kakrataka yang berjalan enjoy, sedangkan dirinya masih terus dipenuhi debar dalam dada yang mengatasnamakan isi kepala. Isi kepala yang berjalan ke sana-kemari karena melihat sebuah fakta.

"Maaf, saya tadi terhenti karena inisial di lantai dua," jawab Kirana dengan jujur.

Kakrataka menyeringai. Mengangguk seraya mempersilakan Kirana masuk. "Kau akan tahu apa maksudnya," bisik Kakrataka saat Kirana berjalan melewatinya.

Rumah sebesar itu terasa cukup sepi. Sekejap membuat bulu tengkuk Kirana meremang. Masuk pada ruang tamu, tidak ada satu pun manusia yang terlihat walau batang hidungnya saja.

Kemungkinan terbesar hanya ada mereka berdua dalam rumah tersebut.

"Pak, ke mana orang-orang?" tanya Kirana.

Lelaki itu sepertinya hirau. Membuat Kirana seketika berbalik karena rasa penasaran. Namun, tak disangka bahwa lelaki itu ada di belakangnya, membungkuk agar tinggi mereka sejajar.

Wajah keduanya bertemu. Hidung panjang yang menjadi idaman Kirana, kini menyentuh hidung mungilnya yang bersembunyi.

"Pak ...," lirih Kirana.

Embusan napas Kakrataka benar-benar membuat dirinya sedikit merasa takut. Kedua mata Kirana perlahan memejam dan mencoba untuk mundur barang satu atau dua langkah. Namun, tangan kekar Kakrataka memeluk punggung gadis itu kuat-kuat.

"Lepas, Pak!" Nada bicara kirana sedikit naik karena merasa keadaan sudah tidak kondusif.

"Apa maksudmu? Jika saya melepasmu, maka kau akan jatuh. Lihat di belakangmu ada meja. Kakimu akan membenturnya dan jika kau jatuh, saya yang akan kerepotan."

Kirana membuka mata. Kini jarak mereka tak lagi sedekat tadi. Kakrataka terlihat biasa, walau tangannya masih melingkar di pinggang Kirana.

Tersadar dari prasangka buruk dalam kepala, Kirana menoleh dan benar, di belakangnya, ia menemukan sebuah meja. Selangkah saja ia mundur, maka tubuhnya akan telentang di atas sana dan itu lebih mengerikan.

"Jadi, bagaimana? Kau sudah percaya?" tanya Kakrataka sembari melepas tangannya yang melingkar di pinggang ramping Kirana.

"Iya. Sebelumnya saya meminta maaf, Pak," ucapnya merasa tak enak hati. Terlihat sekali sudah menuduh atasannya sendiri akan berbuat tak senonoh.

Walau dalam hati Kirana kembali terpesona. Pada pandangan yang amat dekat dan mampu merasakan sentuhan hidung mancung yang selama ini sering ia perhatikan.

"Tidak apa. Saya paham, seorang wanita akan menjaga harga dirinya dan ia akan takut juga melawan ketika berada di rumah seorang lelaki. Atau di mana pun, tidak sengaja seorang lelaki memperlakukannya seperti tadi. Walau niatnya menyelamatkan, tetapi bisa saja ia tidak tahu bahwa lelaki tersebut berusaha melakukan penyelamatan," tutur Kakrataka panjang lebar memberi pengertian. Berusaha meluruskan kesalahpahaman yang sempat terjadi di antara keduanya.

"Maaf, sudah mengira yang tidak-tidak pada Anda," ujar kirana, meski terbersit rasa kecewa dalam hatinya.

"Yang sudah ya sudah. Jangan terus dibahas. kita naik ke lantai dua saja. Katamu kau ingin tahu perihal inisial yang tertulis."

Kakrataka mendahului langkah di antara keduanya. Sebagai Tuan Rumah, ia harus memberitahu arah, supaya tamu tak salah jalan tatkala masuk ke dalam rumahnya yang cukup luas untuk dihapalkan setiap letak-letaknya.

"Jika ingin tahu, bukalah kamar ini!" titah kakrataka setelah mereka sampai di lantai atas. berdiri di depan bilik kamar yang entah di dalamnya ada apa atau siapa.

"Memang tidak apa jika saya membukanya? Bukankah itu suatu perbuatan yang lancang?"

"Buka saja!" Kakrataka meraih tangan Kirana dan menaruhnya di sebuah kenop putar. Menatap Kirana yang juga melakukan hal sama. Mengangguk sebagai persetujuan atas ide dirinya sendiri.