webnovel

Syarat Tak Berlaku

Ken membawa Wilona masuk ke dalam kamar wanita tersebut. Ia tak ingin ada yang melihat dan mendengar perbincangan mereka berdua di sana.

"Maaf Nona karena menarik tangan Anda dengan tergesa-gesa." Ken membungkukkan badannya.

Wilona tersenyum. "Aku tidak mau mendengarkan kata maaf lebih banyak lagi darimu. Kita sekarang sepasang kekasih. Lalu apa yang harus kita lakukan untuk merayakan hari pertama kita ini?" Wilona antusias menanyakan hal itu. Tapi tidak untuk Ken. Pria itu benar-benar terpaksa mengiyakannya.

"Nona, ini bukan saat yang tepat untuk melakukan apa yang Anda pikirkan sekarang. Hubungan kita rahasia bukan seperti pasangan pada umumnya. Saya mohon pada Nona, berpikirlah logis dan realitas. Anda seorang istri dari atasan saya, bagaimana mungkin saya menjadi kekasih Anda?" Ken mengerutkan keningnya dengan jari tangannya. Pusing? Tentu saja. Semakin rumit hingga ingin pergi saja dari lingkaran kehidupan majikannya ini. Akan tetapi, ia tak mampu lakukan itu.

"Aku tidak peduli!" Wilona melototkan matanya. "Aku hanya ingin dirimu bukan dia! Dia tega padaku. Mana ada seorang suami meminta istrinya tidur dengan pria lain di malam pertama. Malam pertama yang seharusnya indah, bermadu kasih, bercumbu mesra malah menjadi sebuah petaka. Namun, aku sejujurnya masih beruntung karena pria yang tidur denganku itu kau! Malam pertama yang awalnya aku kira menjadi awal kesedihan ternyata tidak. Itu awal sebuah kebahagiaan sejati yang aku rasakan. Setiap sentuhanmu mampu membuatku lupa akan apa yang terjadi sebenarnya." Dengan mata yang berkaca-kaca, Wilona mengutarakan isi hatinya yang terpendam sejak awal resmi menikah dengan Robert.

Ken menundukkan kepalanya. Tak tahu harus menanggapi apa dengan pernyataan yang keluar dari bibir Wilona.

"Aku tidak mau mendengarkan kata-kata yang kau ucapkan tadi padaku. Jika sampai ada yang mengetahuinya, aku yang akan mengatasinya sendiri," tambah Wilona.

Wilona mengerti, sebaik-baiknya menyimpan bangkai pasti akan tercium juga. Namun, perasaan yang dimilikinya tidak ada satupun yang bisa mengatur. Baik itu Robert ataupun Ken. Ia berhak menyukai pria manapun yang bisa membuatnya nyaman sebab rasa tidak bisa dipaksakan untuk memilih seperti logika manusia. Rasa datang dari hati.

Wilona yang seringkali merasa ruang hati dan kehidupannya selalu saja kesepian sejak sepeninggalan Mamanya membuat Wilona seolah telah menemukan hal yang hilang dari hatinya.

Menggenggam dan tak ingin melepaskannya. Itulah yang dilakukan oleh Wilona pada Ken.

"Katakan saja syaratnya apa ..."

Mulut Wilona terus berkata sementara Ken masih terpaku di tempatnya tanpa mengatakan sepatah katapun.

Ken memandangi wajah Wilona. Menyentuhnya saja rasanya tak mampu apalagi jika melakukan hal kelewat batas. Bukan sok suci ataupun jual mahal hanya saja ia masih memegang teguh kepercayaan Robert padanya.

Manik mata Wilona pun tak berkedip melihat aura wajah Ken yang terpancar begitu mempesona.

"Pertama, jangan ada sentuhan di antara kita kecuali Tuan Robert yang memintanya. Kedua, jangan akrab pada saya jika ada Tuan Robert atau kerabat dekatnya. Ketiga, saya tidak bisa memenuhi keinginan Anda jika suatu saat nanti Anda meminta sesuatu pada saya. Meminta dalam artian seperti ingin selalu ada di sisi Anda karena saya tidak yakin akan selalu berada di dekat Anda, Nona."

Ken telah melontarkan syarat-syarat itu demi sebuah hubungan rahasia dengan istri dari Robert. Hal gila! Memang sangat gila! Tetapi tidak ada yang lebih gila lagi dibandingkan harus berhenti dari pekerjaan yang telah lama memberinya kehidupan yang nyaman dan tentram. Paling terpenting, kedua orangtuanya tidak merasa kesulitan.

"Hah? Apa katamu?" Wilona tergelak. "Aku tidak bisa menyetujui syarat itu. Lalu untuk apa kita menjalin kasih jika bersentuhan saja tidak bisa?" Wilona memajukan langkahnya. Menatap netra milik Ken.

"Aku ingin kau menjadi kekasihku karena aku butuh kau. Aku butuh orang yang bisa mengerti diriku sepenuhnya. Jika aku hanya ingin status dari seorang pria, mungkin aku tidak akan melakukan ini. Dia bahkan sangat kaya raya, memiliki semuanya tapi tidak dengan cinta. Dia tidak memiliki itu. Aku dan dia bukan diciptakan untuk bersama." Wilona menahan kegetiran hatinya. Ingin sekali menumpahkan air matanya yang sudah tertahan sejak tadi.

Jika berbicara tentang adil. Wilona sama sekali tak tahu apa maknanya sebab selama ini ia tak pernah merasakan itu. Semesta selalu saja mengujinya hingga sekarang ia bertemu dengan Ken dan untuk pertama kalinya Wilona bisa mencurahkan perasaan terdalamnya pada orang lain.

"Syaratmu terlalu berat untuk aku yang rapuh ini," kata Wilona lemas. Tak bersemangat.

Ken menghembuskan nafasnya. Memutar tubuhnya ke belakang sambil memegang dahinya. Sedetik kemudian berbalik lagi menghadap ke arah Wilona.

"Jika seperti itu, lakukan apapun yang kamu mau. Saya tidak akan menghalanginya tapi kau harus tahu batas. Tetap menjaga rahasia ini agar tak ketahuan."

Ken luluh seketika mendengarkan curahan isi hati Wilona. Tergerak begitu saja. Ia tak ingin memberi banyak tekanan pada wanita itu.

Sejurus kemudian senyum lebar terlukis di wajah Wilona. Bahagia mendengarkan ucapan Ken.

"Terimakasih." Wilona tak segan-segan memeluk Ken. Tubuh pria itu selalu memiliki daya pikat yang luar biasa. Wilona ingin selalu menyandarkan kepalanya di dada bidang kekasihnya itu.

Wilona mendongakkan kepalanya. "Berbicaralah non formal padaku," pintanya.

Ken menatap Wilona. "Akan saya usahakan."

Wilona melingkarkan tangannya di pinggang Ken dengan erat. Sementara tangan pria itu masih sejajar dengan bahunya. Belum mampu membalas balik pelukan tersebut.

'Aku tahu dia terpaksa menerimaku. Tapi aku tidak akan menyerah. Aku pasti akan menaklukkan kau. Aku juga akan mencari tahu semuanya tentang Robert melalui kau.' Wilona terobsesi pada Ken. Dari cara bicara hingga sikap pria itu sungguh sangat memikat hatinya.

Selain itu juga, Wilona ingin mengetahui tujuan Robert untuk menikahinya. Tidak ada cinta?! Lantas tak mungkin jika tak ada maksud tertentu.

"Saya akan kembali menemui Tuan Robert." Ken ragu untuk meminta Wilona melepaskannya pelukan yang cukup lama hingga terasa tubuhnya membeku.

"Baik." Wilona melepaskannya. Wanita itu antusias sekali dengan hubungan baru yang dia jalani sekarang.

"Aku pergi dulu." Ken memutarbalikkan langkahnya menuju pintu kamar itu. Namun, belum separuh langkah Wilona memanggilnya kembali.

"Apa kau tidak lupa sesuatu?" Ken mengerutkan keningnya. Tak merasa melupakan apapun.

"Tidak," jawabnya tanpa ragu.

Wilona berjalan mendekat. Memperkecil jarak di antara mereka berdua.

"Aku yakin kau tidak akan lupa lagi." Wilona mengecup bibir Ken dengan lembut dan Ken masih tetap dingin. Ia tak membalasnya. Pria itu hanya melototkan matanya dan terdiam dengan sikap spontan Wilona.

"Jika ingin pergi, kau harus mengecup bibirku. Mengerti?" Ken mengangguk. Entah apa yang merasukinya hingga kepalanya saja seketika menurut perintah wanita itu.