webnovel

Kesepian

Sophia memandangi suaminya yang tengah menyantap sarapan. Dia meremas jarinya agar bisa menghilangkan keraguan. Perlahan mulai mendongakkan kepalanya sambil melirik sekilas.

"Sayang, apa kamu bisa mengantarku pergi belanja?"

Radit menyeka bibirnya sebelum melirik ke arah Sophia. "Tidak bisa, Sayang. Hari ini aku cukup sibuk dan sepertinya nanti juga akan pulang larut."

Sophia hanya bisa mengangguk perlahan setelah mendapatkan jawaban yang tak sesuai keinginannya. Dia rindu dengan waktu yang telah dilewati bersama sang Suami. Kenangan yang tak terasa mulai hilang ditelan waktu. Dulu, bahkan tanpa meminta sama sekali, Radit akan langsung mengajaknya pergi bersama. Menghabiskan waktu seolah dunia hanya milik berdua.

Begitu obrolan singkat itu selesai, Radit berlalu pergi diiringi dengan langkah Sophia di belakangnya.

"Aku berangkat kerja dulu, ya." Sebuah kecupan ringan mendarat di kening Sophia. Wanita itu hanya bisa memejamkan mata menikmati kecupan sederhana yang selalu bisa membuatnya terpana.

Radit masuk ke dalam mobil sedan berwarna putih miliknya. Sophia memandang kepergian sang Suami. Perlahan hilang dari pandangan dan menyisakan rasa kesepian yang makin menggerogoti kesadaran.

Sophia masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang cukup sulit untuk dijelaskan. Meski telah memiliki suami yang selalu mengabulkan keinginan bahkan memenuhi kebutuhannya, tapi sepertinya hal itu tidak juga cukup apalagi mengingat tentang nafkah batin yang tak terpenuhi.

Wanita itu kesepian. Membutuhkan lebih banyak kasih sayang serta sentuhan.

Jika saja bisa memilih tentang uang dan waktu. Sophia pasti akan lebih memilih waktu berharga yang bisa dihabiskan dengan sang Suami. Setidaknya meski hidup sederhana namun ia bahagia.

Radit seolah mengurungnya di sebuah sangkar. Tidak memperbolehkannya bekerja ataupun mencari pengalaman sekedar menghilangkan rasa bosan. Awalnya Sophia memang setuju. Tapi lambat laun dia sendiri sadar bahwa waktunya terbuang sia-sia tanpa mendapatkan pengalaman apapun.

Sophia mendaratkan pantatnya di atas sofa. Memijat kening yang terasa berdenyut nyeri tiap kali ingatan kelam muncul di dalam kepala. Akhir-akhir ini dia kembali teringat tentang pengalaman buruknya bermalam dengan pria asing.

Satu hal yang membuatnya terganggu. Bukannya melupakan namun justru semakin membekas di dalam ingatan. Sentuhan pria asing itu bahkan rasanya masih membekas. Jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, dia merindukan sentuhan itu.

"Ini tidak masuk akal! Apa mungkin aku tak waras lagi karena terus mengingat pria asing itu?" gumamnya lirih.

Matanya terpejam sesaat sebelum menyapu pandang ke langit-langit ruangan. Sophia masih ingat erangannya yang semakin menggoda kala pria itu menghujamkan benda keras miliknya.

Tiba-tiba wajahnya memerah. Malu dan salah tingkah campur aduk menjadi satu.

"Hah, aku bahkan tidak menginginkan hal itu terjadi. Tapi kenapa kenangannya terus membekas dan membuatku gila, sih?!"

Hal yang dilakukan tanpa sadar seharusnya segera hilang dari ingatan. Tapi tidak dengan hal ini. Tubuhnya bahkan bereaksi sendiri kala kembali mengingat kenangan indah bersama pria asing.

Sophia beranjak pergi setelah tak tahan lagi. Berdiam diri di dalam rumah hanya akan membuat pikirannya bergelora ke tempat lain. Dia memutuskan untuk pergi ke luar. Entah itu untuk pergi belanja ataupun menghabiskan waktu kemanapun. Tanpa tujuan yang jelas.

Disisi lain,

Seorang pria menatap kepergian Sophia. Tak lama dia menelepon seseorang untuk melaporkan keadaan.

"Tuan, suami dari wanita itu pergi keluar. Bisa dipastikan dia pergi bekerja dan wanita itu juga baru saja ke luar dari rumah."

"Bagus. Terus amati gerak-geriknya dan jangan lupa laporkan lokasi wanita itu berada." Suara di ujung telepon terdengar senang.

Pria yang biasa bekerja untuk mencari informasi itu mengiyakan sebelum mematikan telepon.

***

Sophia menyeruput minuman setelah bergerilya di mall. Sebenarnya dia tak terlalu suka pergi belanja. Namun untuk menghilangkan rasa bosan memaksanya untuk pergi ke luar rumah. Lagipula berdiam diri di dalam rumah hanya akan membuatnya semakin pusing.

Dulu, Radit pasti akan menemaninya. Pria itu tak akan pernah membiarkan dirinya pergi ke luar sendirian. Seolah menjadikannya seperti ratu. Tapi akhir-akhir ini suaminya itu berubah cukup drastis. Mungkin Radit memang cukup sibuk. Tapi waktu yang mereka habiskan bersama benar-benar singkat.

Sophia meraih ponselnya. Membuka beberapa akun sosial media tanpa lupa mengabari Suaminya. Pesannya belum dibaca sejak pagi. Apa pria itu benar-benar sibuk bekerja?

Biasanya Radit akan mengirimkan banyak pesan. Bahkan dua jam sekali menelepon. Tapi sekarang dia berubah. Bahkan pesannya akan dibalas beberapa jam kemudian.

"Belanja sudah. Makan juga sudah. Lalu aku harus pergi kemana lagi? Aku enggan pulang ke rumah secepat ini." gumamnya lirih sambil menyapu pandang ke area mall yang dipenuhi dengan lautan manusia.

Semenit kemudian, sebuah ide muncul di dalam kepalanya. Sophia berpikir mungkin menghabiskan waktu di taman akan terasa jauh lebih baik dibandingkan harus pulang ke rumah. Dia berjalan gontai keluar dari mall sambil menenteng barang belanjaan. Ada taman di dekat mall dan sepertinya itu adalah hal yang cukup baik.

Hanya butuh waktu lima belas menit saja untuk sampai di taman. Seketika matanya langsung disambut dengan pemandangan yang indah. Ada banyak anak kecil berlarian dan pasangan muda-mudi. Taman yang terlihat begitu hidup.

Gelak tawa anak-anak membuat dirinya senang. Namun disisi lain ada rasa sedih yang menggelayut di dalam pikiran. Menikah selama dua tahun lamanya namun Sophia dan Radit masih belum dikaruniai keturunan. Mungkin dengan hadirnya seorang malaikat kecil nan imut akan membuat pernikahan mereka berdua jauh lebih bahagia.

Sophia juga menginginkan kehadiran seorang anak. Namun Tuhan sepertinya masih ingin membuat Radit dan Sophia hidup bak pasangan kekasih tanpa direpotkan dengan kegiatan mengurus anak.

Saat asyik melamun, tiba-tiba sebuah bola menggelinding tepat di bawah kaki Sophia. Tak lama ada seorang anak kecil yang berlari menghampiri dengan ragu. Sophia tersenyum tipis sambil meraih bola itu. Dia berjongkok dan mengulurkannya.

"Apa ini milikmu?" Sophia bertanya dengan nada bicaranya yang lembut.

Anak kecil yang umurnya ditaksir empat tahun itu mengangguk pelan. Dia tampak ragu dan waspada pada orang asing. Namun tatapannya tak bisa dibohongi. Anak kecil itu terus memperhatikan bola yang tengah dipegang Sophia.

"Jangan takut, kamu boleh mengambilnya, kok." ujar Sophia.

Anak kecil itu menatapnya dengan intens sebelum meraih bola itu. Dia berlari menjauh namun berhenti sebentar dan menoleh kembali ke arah Sophia.

"Terimakasih, Tante!"

Sophia tersentak kaget. Namun sedetik kemudian gelak tawa keluar dari bibirnya. Tante, katanya?

Sophia berdiri sambil merapikan pakaiannya yang cukup kusut karena berjongkok dan berusaha untuk meredam tawa agar tak meledak.

"Anak itu lucu, ya?" Baru saja mendaratkan pantatnya di kursi taman. Suara seseorang terdengar begitu dekat di telinganya.

"Iya," Sophia membalas singkat. Namun sedetik kemudian dia menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria berkemeja hitam cukup kasual menatapnya dengan intens. Sophia mengerutkan keningnya. Wajah pria itu tampak tidak asing di matanya. Rahangnya yang tegas bak pahatan serta tatapannya yang tajam bak sebilah pedang. Sedetik kemudian dia tersentak hingga mundur ke belakang. Kenapa dia ada disini?!

Siapa nih yang ngawasin Sophia? Tapi jangan lupa sumbangin batu kuasanya ya, Kak><

Noerallycreators' thoughts