webnovel

P. D. K. T

Baper ya? Makanya kalau chatingan itu pakai jari, bukan pakai hati.

-Jomblo baperan-

©

Katanya Cinta itu perlu diperjuangkan, namun apa daya kalau sejak awal kita tahu tak akan ada yang berhasil. It was hopeless after all.

Seberapa kenal Tria pada Gean, rasanya tak perlu diceritakan bagaimana Tria mengetahui detail kecil tentang Gean. Seiring berjalannya waktu perasaan Tria tumbuh menyalahi aturan yang sudah ia tetapkan, ia tak bisa melawan hatinya untuk tak jatuh cinta pada Gean.

Rasanya terlalu naif untuk Tria jika ia harus membela diri, ia sama saja seperti perempuan di luar sana. Yang mudah jatuh cinta hanya karena terlalu banyak moment yang dilewatkan bersama, bedanya Gean dan Tria adalah ketika Tria dengan hati yang tak terpaut pada siapapun hingga dengan mudah jatuh hati pada Gean. Sementara Gean yang hatinya sudah terpaut pada Aruna, segala moment berharga yang telah terlewati bersama Tria takkan masuk dalam hatinya. Karena ada Aruna dan rasa traumanya di sana.

"Kamu mikirin apa sih? Kayaknya serius banget?" tanya Hilman. Tria memang terlalu sibuk dengan pikirannya.

Sabtu sore Hilman mengajak Tria untuk pergi ke Green Pramuka Mall. Seharusnya Tria mendampingi Gean pergi ke resepsi pernikahan saudaranya Aruna malam ini, namun karena Gean yang membatalkan Tria hanya bisa ikhlas.

"Gean," jawab Tria jujur.

"Kenapa dengan Gean?"

"Aku tuh heran aja, dia masih belum bisa melupakan kejadian tiga tahun lalu. Hanya karena dia pernah batal menikah bukannya dia harus terpuruk nggak buka hati, dijodohin sana-sini masih aja nggak mau." Naif memang, sejujurnya Tria tak memaksakan cintanya pada Gean. Baginya asal Gean bisa menjalani kehidupan normal sebagai lelaki biasa itu sudah cukup, bahagia itu perlu.

"Dia itu type pria yang denial,"

Kening Tria mengerut, gelas orange juice nya sudah mengembun karena sejak tadi tak Tria sentuh. Ia hanya menatap bingung pada sebuah gelas tak bersalah atas pikirannya yang rancuh.

"Sebagai sesama pria aku ngerti perasaan Gean, terlebih aku kenal dia lebih lama dari kamu. Gean itu type orang yang mudah percaya dan peduli, di balik semua sikap positifnya Gean adalah lelaki yang akan mengingat rasa sakit dan kekecewaan. Ketika dia kecewa pada suatu hal, Gean akan dengan sendirinya memproteksi diri."

"You're right, aku rasanya kadang mau nyerah aja." Tria terlalu peduli dengan kehidupan Gean sampai lupa dengan kehidupannya sendiri yang tak lebih baik dari Gean.

"Aku tahu kamu memang suka Gean," ucap Hilman. Tria mengatakan semua yang ia rasakan pada Hilman, bukan untuk menyakiti Hilman tentang perasaanya yang pernah jatuh pada Gean. Ia justru ingin memulai semuanya dengan kejujuran.

"Nyaman itu sulit dicari, bahkan untuk mencari orang yang asyik diajak diskusi atau ngobrol juga susah." Hilman ini orang paling tegar yang pernah Tria kenal, kebodohan Tria adalah menceritakan segalanya tentang apa yang terjadi beberapa bulan kebelakang tentang hubungannya dengan Gean. Termasuk menjadi pacar pura-pura Gean yang berujung ketidakjelasan.

"Wajar kalau kamu suka Gean, karena selama lima tahun kebelakang cuman Gean sosok pria yang mendominasi kehidupan kamu," kata Hilman dengan seulas senyum. "Kamu nggak punya pilihan untuk jatuh hati dengan yang lain, karena cuman Gean yang ada di dekat kamu."

"Tapi semuanya udah selesai, aku lupa buat membahagiakan diri sendiri karena terlalu fokus sama Gean," ucap Tria dengan nada lemah seolah apa yang sudah ia lakukan adalah sia-sia.

"Kamu punya pilihan sejak awal Tria, untuk bersama Gean atau tidak. Sayangnya kamu menjatuhkan pilihan yang salah. Kamu sengaja menjadikan Gean pusat kehidupan kamu, sampai kamu lupa Gean punya cerita sendiri yang tidak ada kamu di dalamnya."

Hilman meneguk air mineral yang sejal tadi ia abaikan, memperhatikan sejenak beberapa pengunjung restoran yang mulai berdatangan. Kebanyakan pengunjungnya adalah muda-mudi yang dimabuk asmara, remaja yang masih terpengaruh dengan stigma kalau malam minggu itu harus jalan sama pacar.

Obrolan santai Hilman dan Tria dalam rangka mendekatkan diri terus berlanjut, sebenarnya Hilman sedikit bingung kenapa Tria meminta untuk pergi ke Green Pramuka yang cukup jauh dari indekostnya. Karena ternyata Tria tak mau bertemu teman-teman sekantornya yang mungkin bisa julid sampai ubun-ubun lihat Tria jalan sama cowok cakep.

"Liat deh," Tria menoleh ke arah selatan. Di mana ada restoran fast food, di sana ada seorang perempuan cantik yang tengah mengantri dengan beberapa barang bawaan yang membuat dia kewalahan. Beberapa pria menghampiri untuk memberikan pertolongan. "Jadi cantik itu enak ya, gampang cari pertolongan."

"Rasanya beruntung aja terlahir cantik, selalu diutamakan. Setiap wanita pasti punya rasa iri meski hanya sepintas dengan wanita yang lebih cantik dari dia, tapi untungnya rasa syukur jadi penolong. Kalau aku liat ke atas terus bisa gila, dilahirkan tanpa keadaan cacat aja aku udah bersyukur banget. Ini kadang ada aja cewek yang risih karena komedo atau jerawat," Tria menggelengkan kepalanya. Cantik itu relatif, ramah itu aura positif.

"Payah aja sih kalau lelaki masih mempersoalkan penampilan perempuan, padahal yang membuat bahagia itukan prilaku. Cantik tapi barbar punya prilaku negatif buat apa juga sih," bela Hilman. Ia sendiri bukan pria yang mempermasalahkan penampilan.

"Penampilan itu cuman packaging, yang ada di dalamnya itu lebih penting. Hati dan attitude itu yang utama, yang nggak akan bisa dirawat pake skincare mahal apapun."

Tria tak bisa untuk tak tersenyum mendengar ucapan Hilman. Kurang apa Hilman sampai belum mendapatkan pasangan, "Kamu yang selektif pilih cewek, makanya masih jomblo."

"Aku kan udah bilang sama kamu, aku sibuk kerja. Terlalu sayang sama kode-kode semicolon, sampai lupa aku juga perlu disayang."

Lagi-lagi Tria tertawa. "Udah kayak plankton dong, istri kesayangannya komputer."

"Ya karena aku nggak mau jadi plankton, aku ada di depan kamu saat ini."

Tuhan, kenapa nggak mempertemukan Hilman lebih dulu dengan Tria, dari pada Gean.

"Aku cantik nggak?" tanya Tria, ia menarik sudut-sudut bibirnya. Pertanyaan ini sudah Tria lontarkan juga pada Gean, tak ada salahnya bertanya pada Hilman.

"Nggak masalah kamu cantik atau enggak, yang penting kamu adalah Tria. Aku nggak akan hidup bahagia dengan kecantikan kamu, aku mau bahagia dengan kamu yang apa adanya."

Kan mulutnya udah kayak permen kapas, Manis.

"Aku inget kutipan dari Remy Silado," ucap Hilman, ia menatap Tria dengan senyum manis. "Lelaki yang masih mempersoalkan tampang adalah lelaki yang jiwanya miskin. Melihat perempuan hanya pada manfaat bukan martabat."

Kalau Tria jatuh hati sama Hilman, nggak salah kan?

TBC

Waaiiitttt yaa, selamat membaca kisah cinta segitiga yang akan dimulai romansanya di part-part depan.

Say Hii to my Ig: Sashalia28

Of course if you want Hihihi 💜