webnovel

Namanya Sayang

Nggak usah sedih kalau doi bales chat wkwkwk doang. Mungkin itu artinya. Wah kangen, wah kangen, wah kangen

-Jomblo ngarep dichat-

©

"Ini boneka apa?"

Tria sekarang sedang duduk nyaman di sofa apartemen Gean, setelah Kafka dijemput oleh Ibu nya tinggal Tria dan Gean yang sibuk berdiskusi masalah boneka pemberian Gean.

"Menurut kamu apa?"

"Kucing garong, kaya Pak Gean. Pasti ini bonekanya titisan Pak Gean deh." Tria masih memperhatikan seksama setiap detail ekspresi boneka yang ada digenggamannya. "Nggak ada yang lebih galak apa mukanya?"

"Nah kan," Gean mengambil space kosong di samping Tria. Ia sudah berganti pakaian mengenakan celana pendek dengan kaus saja. "Kalau kamu dapet sesuatu dari saya pasti dikomen terus, nggak mau terima dengan legowo."

"Saya kan cuman nanya aja, kok Pak Gean bisa beli boneka ini. Jangan-jangan Pak Gean udah nyiapin ini ya? Masa tiba-tiba ada boneka?" Tria menarik turunkan kedua alisnya secara berulang, menarik sudut-sudut bibirnya hingga melengkung membentuk senyuman.

"Kamu tau belanja online nggak? Tinggal klik, bayar terus nyampe deh."

Tria meninggalkan bonekanya di samping Gean, ia berjalan ke arah lemari pendingin mengambil soda berperisa lemon untuk ia minum. Sedangkan untuk Gean ia mengambil coke, pada umumnya biasanya tuan rumah yang menawarkan minum tapi Gean dan Tria berbeda.

Tangan Gean menggenggam erat boneka milik Tria, "Namanya Sayang."

"Hah?" sebelah alis Tria menukik penuh kebingungan.

"Nama bonekanya Sayang," ujar Gean santai. Ia tersenyum sendiri menatap boneka yang dia berikan pada Tria.

"Mesti banget sayang?" Tria tak terima, ia meletakkan coke di depan Gean. Meneguk perlahan soda miliknya. "Nggak mau saya. Kan itu punya saya, kenapa Pak Gean yang ngasih nama."

"Kan yang ngasih bonekanya saya, jadi seperangkat sama nama sudah saya kasih. Kamu nggak boleh protes," ucap Gean tegas. Ia tak peduli Tria yang merengut tak suka.

"Panggil aja sayang." lanjut Gean dengan senyuman penuh kecurigaan.

"Sayang? Kenapa Pak Gean jadi melankolis gini?" Tria duduk bersila di depan Gean, "Pak Gean mulai suka sama saya ya?"

Gean terbatuk, dengan cepat ia membuka kaleng coke miliknya. Meneguknya secara cepat hingga sedikit tersedak.

"Nggak." Gean masih berusaha stay cool, matanya tak berani menatap langsung pada Tria yang tengah memandangnya penuh keseriusan.

"Terus ngapain kasih saya boneka, mana ada notenya dikasih love lagi. Namanya apa kalau bukan suka?" Tria benar-benar pintar menyudutkan Gean yang kini tengah mengalihkan pandangannya ke setiap sudut apartemen.

"Itu reflek," ucap Gean santai. Ia kemudian berdehem pelan. "Saya nggak terima aja kamu lebih membanggakan pemberian Hilman, padahal saya yang sering ada di samping kamu."

Hembusan napas berat Tria menarik perhatian Gean, ia melirik Tria dari ekor matanya.

"Pak Gean iri dengan Hilman?"

Gean mengangguk pelan. Tria tak pernah tahu apa yang sebenarnya dipikirkan pria berumur tiga puluh empat tahun di depannya kini, "Pak Gean tau dimana porsi Pak Gean? Gini lho, Pak Gean dan Hilman itu kan statusnya beda."

"Jadi kamu mulai membanding-bandingkan saya dengan Hilman." protes Gean. Tria bahkan belum menyelesaikan ucapannya.

"Bukan Pak, Hilman itu pria yang mau mencoba menjalin hubungan dengan saya. Yang kalau mungkin berhasil saya bisa ganti status jadi istrinya Hilman."

Gean lagi-lagi tersedak, "Istri?"

"Iya," memangnya apalagi yang Tria harapkan dari hubungan pria dan wanita selain berakhir di pelaminan. "Saya istrinya Hilman, dan Hilman jadi suami saya."

"Kalau Pak Gean itu bos saya, kan Pak Gean sendiri yang bilang kalau Bapak nggak suka sama saya. Lebih baik kembali dengan Aruna dibanding harus mencoba mencintai saya." dalam hati Tria sebenarnya berdebar, ia memberanikan diri mengeluarkan apa yang terpendam dalam hatinya. "Saya suka Hilman, sejauh ini dia pria yang baik dan murah senyum."

"Saya ngantuk mau tidur." Gean bangun dari duduknya. "Kamu sekarang mulai nyebelin."

"Saya ini perempuan Pak, punya hati dan perasaan. Walaupun kita itu sudah sangat dekat, bukan berarti saya nggak butuh pendamping hidup. Bukan cuman mikirin pekerjaan Pak." ucapan Tria membuat Gean membeku, langkahnya terhenti. Napas Gean tampak tak teratur, ada rasa tak nyaman yang kini menyeruak.

"Saya nggak mau berakhir seperti perempuan bodoh, yang suka sama pria yang tak menyukainya. Bahasa kerennya cinta bertepuk sebelah tangan, saya mau move on." Tria ini kalau masalah mengungkapkan unek-unek perasaan memang jagonya.

"Setiap orang berhak bahagia, begitupun saya."

"Dengan Hilman kamu bahagia?" Gean menoleh ke arah Tria, tatapan sayunya membuat Tria sedikit salah paham. Mungkinkah Gean tak rela jika Tria dengan Hilman? Atau Gean hanya sedang bermain dengan hatinya.

"Dengan Hilman, memang harus dengan siapa saya bahagia? Hanya Hilman yang menawarkan kebahagiaan pada saya," tandas Tria.

"Kali ini saya akan memaklumi tingkah Pak Gean yang seperti pria cemburu, tapi lain kali saya mungkin akan mengabaikannya." Tria bangun dari duduknya, hubungan kerja yang tak sehat jika terus seperti ini. Salah Tria memang karena menyukai Gean.

"Kalau saya suka sama kamu gimana?"

"Oh." Tria tak percaya, mungkin ini prank. Gean masih berdiri menghadap ke arah Tria yang bersiap untuk pulang.

"Saya serius Tria."

"Saya harus gimana? percaya sama ucapan Pak Gean? Pak Gean hanya bicara aja, kelakuan masih abnormal. Bisa aja ini cuman pengalihan biar saya nggak deket sama Hilman, Pak Gean itu egois. Maunya saya cuman perhatiin Pak Gean, tapi Pak Gean nggak pernah perhatian sama saya." jika Gean bisa membodohi Tria dengan ucapannya maka semua itu percuma.

"Katanya kamu cinta sama saya?" Gean mengeliminasi jarak di antara mereka.

"Iya, saya cinta sama Pak Gean. Tapi bukan berarti saya harus menelan mentah-mentah ucapan Pak Gean yang kemungkinan adalah kebohongan belaka, ucapan itu tak ada artinya jika tidak dibarengi dengan tindakan." Tria mengendikan kedua bahunya, dengan begitu percaya diri ia berhasil membuat Gean menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Sama seperti Pak Gean bilang cinta dengan alam, tapi hobbynya buang sampah sembarangan. Menurut Pak Gean orang-orang akan percaya?"

Jemari besar Gean menarik pipi Tria, "Kamu ngeselin."

"Pak Gean lebih ngeselin, bisanya bikin saya baper. Tapi nggak pernah tanggung jawab."

Tangan Gean masih betah menempel di pipi Tria, mengusap pelan pipi Tria dengan ibu jarinya. "Kamu tau saya nggak mudah mencintai, saya juga nggak mudah bilang cinta. Tapi saya sayang sama kamu."

TBC

Gue sakit gigi dari kemaren wkwkwk... Yang mau resign dari kantor siapa? Cem gue gini, gue jadi job seeker pen bgt resign.😭 Besok ada interview di perusahaan batu bara, bingung marketing batu bara gimana yaa?😭 Doakan yaa semoga gue bisa lancar interview besok sampai bisa offering letter hihihi