webnovel

ORAZIO

Malam itu menjadi malam terakhir bagi Lesya, dimana hidupnya berjalan dengan normal. Sejak gadis berusia 18 tahun itu membuka mata, semuanya telah berubah. Mulai dari kamar yang terlihat seperti kamar dari kerajaan mewah, sampai dirinya mendapat perlakuan istimewa dari seluruh penghuni istana. Sejak hari itu Lesya dipaksa untuk dipukul oleh nasibnya sendiri. Ia selalu berusaha memecahkan kehidupan apa yang sebenarnya tengah ia jalani. Transmigrasi? Tentunya bukan. Karena, dirinya masih ada dalam raga yang sama. Mereka menganggap Lesya sebagai seorang putri bangsawan kerajaan besar, dan yang lebih menariknya, rupanya gadis 18 tahun itu sedang berada di abad ke-22. Tidak berhenti disitu saja. Lesya semakin dibuat terkejut saat mengetahui jika Arsen, kekasihnya ada di sana, dengan sebuah fakta jika Arsen adalah Pangeran dari Kerajaan Prisam, atau Kerajaan berbentuk Monarki besar yang bisa menghancurkan Kerajaan lain kapanpun itu. Lantas, akankah Lesya berhasil menguak misteri yang sedang ia hadapi bersama kekasihnya?

Leni_Handayani_2611 · Fantasy
Not enough ratings
15 Chs

Ratunya Arsen

"Aku tidak akan segan-segan memukul kepalamu menggunakan kayu jika kau tidak bisa menangkap tubuhku dengan benar, Arsen!" gerutu Lesya saat Arsen sudah mengambil sikap untuk menangkap tubuh Lesya dari atas balkon.

Seperti rencana yang sempat mereka atur tadi, Lesya benar-benar mengambil keputusan untuk kabur dari rumah agar bisa menghindari keberadaan Jimmy.

"Jangan banyak bicara, Queen. Kau jangan takut, aku tidak akan membiarkanmu terluka barang sedikit pun," ungkap Arsen dengan yakin.

Mendengar nada sungguh-sungguh dari Arsen, Lesya mencoba untuk mengatur napasnya dengan baik, sebelum berkata, "Aku tidak ingin terluka apalagi mati. Kau tau, aku masih ingin menikah denganmu!!"

Arsen mengangguk cepat. "Aku selalu mengingatnya dengan baik."

Lesya menghirup udara, dan perlahan ia kembali menghembuskannya. Tanpa menyita waktu lagi, Lesya segera mendorong dirinya untuk berakhir di bawah.

Arsen benar-benar mengambil posisi yang tepat. Ia bisa langsung menangkup tubuh ramping Lesya dengan baik ke dalam pelukannya.

Lesya membuka matanya, dan detik itu juga ia menangkap wajah Arsen dalam jarak yang begitu dekat.

"Kerja yang bagus," gumamnya pelan, masih mencoba memvalidasikan diri agar baik-baik saja.

Arsen menurunkan Lesya, dan bergegas menarik tangan gadis itu untuk membawanya pergi ke dalam mobil. Setelah Lesya selesai menggunakan sabuk pengaman, Arsen segera meninggalkan halaman belakang rumah Lesya dan membawa Lesya pergi ke suatu tempat.

"Aku tidak tau apa yang Elisa pikirkan hingga wanita tua itu membiarkan Jimmy mendekatiku," gerutu Lesya berapi-api.

"Karena uang? Hah!"

"Sangat tega sekali. Apa uang yang ia dapat dari warisan Ayah-ku kurang?"

"Jika Jimmy adalah seorang pemuda tampan dan cool, mungkin masih bisa aku pertimbangkan."

"Tolong pikirkan perasaanku, Les," timpal Arsen pelan.

Lesya tersenyum lebar, dan mengusap tangan Arsen. "Kau akan tetap menjadi nomor satu."

Arsen memutar bola matanya malas.

"Oh, ya!" seru Lesya tiba-tiba.

"Kenapa?"

"Aku hampir melupakan sesuatu!!"

Arsen berdecak kesal. "Bicara dengan baik, Queen."

"Kau yang seperti itu hanya akan membuatku penasaran saja," sambungnya.

Lesya membenarkan letak duduknya agar bisa sepenuhnya menatap Arsen.

"Aku sedang bersungguh-sungguh. Kau jangan memotongnya apalagi tidak percaya pada ucapanku, Arsen!!"

Arsen tidak ingin mengambil pusing, karena itu ia segera mengangguk pelan. Arsen sudah menebaknya jika topik yang akan menjadi pembahasaannya dengan Lesya kali ini adalah sebuah konflik para Idol k-pop kesayangan Lesya.

"Baiklah, cepat katakan. Siapa yang kali ini akan menjadi topik kita? Taehyung? Jemin? At--"

"Ish, kau ini sangat bodoh sekali!!"

"Bukan Jemin, tapi Jaemin."

"Jangan mengubah namanya, Arsen!!"

Arsen menghembuskan napasnya pelan. "Oke-oke, aku minta maap."

"Tapi kali ini bukan tentang mereka. Ini tentang mimpiku."

"Kau tau, aku bermimpi aku menjadi seorang putri bangsawan."

"Putri bangsawan? Film apa yang kau tonton sebelum tidur sampai kau memiliki mimpi aneh seperti itu?"

"Aku sama sekali tidak menonton film apapun. Kau ingat ketika kita pergi clubbing bersama?" Arsen mengangguk cepat. Ia masih mengingat betul kapan waktu itu terjadi.

"Setelah itu aku tertidur, dan saat aku terbangun, aku merasa aku sedang berada di Istana besar. Kau tau, Arsen? Mimpiku ini sangat terasa nyata dan jelas."

"Bahkan aku sudah menampar pipiku sendiri di sana dan anehnya terasa sakit!!" jelas Lesya, tidak menampilkan kebohongan apapun membuat Arsen sedikit mempercayainya.

"Sudah aku bilang, jangan terlalu banyak meminum alkohol, Queen. Halusinasimu akan semakin tinggi, dan benar saja bukan?"

PLAK

Lesya memukul kepala Arsen dengan sangat keras. Arsen tentunya meringis. Ini adalah kebiasaan Lesya ketika Lesya sedang marah padanya.

"Janganlah menjadi seorang yang bodoh ketika aku sedang berbicara serius denganmu!"

"Aku berhenti minum pada jam 8 malam. Aku kembali ke rumah pun dalam keadaan yang sehat dan berakal. Jadi berhenti menyalahkan benda yang satu itu."

Arsen menepikan mobilnya di sebuah jalanan yang cukup sepi. Ia duduk menyamping dan menatap Lesya dengan keseriusan yang penuh.

"Kau tidak berbohong?" tanya Arsen.

"Kau lihat. Apa dimataku ada kebohongan yang kau maksud itu, hah?!"

Arsen melakukan hal yang sempat Lesya pinta, dan setelah puas, ia pun menggeleng. Di sana pemuda itu tidak melihat adanya kebohongan sedikitpun.

Sepertinya kali ini Lesya memang tidak sedang berbohong.

"Lalu bagaimana lagi?" tanya Arsen.

"Kau juga ada di sana, Arsen!!"

"Penampilanmu sangat berbeda nyata. Kau menggunakan pakaian mewah untuk Pangeran."

"Apa kau tidak memiliki mimpi yang sama denganku?"

Arsen diam sebentar. Ia menatap lurus ke jalanan, tampak mengingat hal apa yang ia rasakan saat malam.

"Aku rasa, aku juga merasakan hal yang sama denganmu. Tapi bedanya, aku tidak sedetail itu."

Lesya mengerutkan dahinya. "Apa kau serius?"

Kali ini Arsen yakin. Ia sudah mengingat peristiwa sementara itu. Tetapi, entah itu atau benar Arsen sendiri tidak tau. Mimpi itu hanya datang sekilas. "Ya. Aku rasa aku telah mengingatnya walau hanya sedikit."

"Mengapa kau nampak biasa saja?"

"Lalu aku harus bagaimana, hah?"

"Kau pikir aku ini Diego yang memiliki rasa antusias berlebihan?" cibir Arsen.

Lesya menggeleng kecil. "Apa di sana kau melihatku?"

Kali ini Arsen yang menggeleng. "Sepertinya tidak. Fokusku teralihkan pada seorang perempuan cantik yang--"

"Matilah kau, Arsen!!" Lesya lagi-lagi memukul kepala Arsen, kali ini lebih berpower dari sebelumnya.

Arsen tertawa kencang. Ia mengambil tangan Lesya agar berhenti memukulinya, dan membawanya ke dalam dekapan pria itu.

"Aku bercanda, Sayang."

"Diamlah. Aku sedang tidak ingin bercanda!!"

"Cepat katakan dengan benar. Apa kau melihatku?"

"Aku rasa aku melihatmu. Kau menggunakan gaun berwarna hitam metalik dan--"

"Aku lupa," sambung Arsen membuat Lesya membulatkan matanya sempurna.

"Ini sangat aneh sekali bukan?"

Arsen mengangguk cepat. "Kita memiliki mimpi yang sama."

"Kau masih yakin jika ini hanya mimpi?" tanya Lesya membuat Arsen mengangguk polos.

"Kau tidak memiliki keyakinan yang baik?"

"Aku tidak tau. Bisa jadi itu hanya mimpi, karena kita hanya dapat merasakannya satu kali."

Lesya mencabikkan bibirnya. "Jadi aku ini bukanlah Putri bangsawan ya?"

Arsen tersenyum manis, dan menarik Lesya untuk ia dekap. "Kau masih punya aku yang senantiasa menjadikanmu seorang Ratu."

"Tapi--"

"Aku ingin memiliki banyak perhiasan cantik, seperti yang aku lihat di sana."

"Rupanya kau mau perhiasan ya? Bagaimana jika sekarang kita pergi membelinya?" tanya Arsen begitu lembut

Lesya mengangguk kecil. "Tapi, kali ini aku sedang tidak ingin memberi imbalan apapun padamu," katanya sangat paham betul kebiasaan Arsen ketika telah memberikannya sesuatu.

Arsen tersenyum miring. "Tidak masalah. Aku bisa memintanya nanti malam."

Lesya memukul tangan Arsen. "Tidak. Aku lebih baik tid--"

"Yakin? Memangnya kau tidak mau memiliki jam tangan prada yang baru itu?" Arsen mengulum senyumnya. Ia yakin kali ini Lesya tidak bisa menolak apapun.