webnovel

ORAZIO

Malam itu menjadi malam terakhir bagi Lesya, dimana hidupnya berjalan dengan normal. Sejak gadis berusia 18 tahun itu membuka mata, semuanya telah berubah. Mulai dari kamar yang terlihat seperti kamar dari kerajaan mewah, sampai dirinya mendapat perlakuan istimewa dari seluruh penghuni istana. Sejak hari itu Lesya dipaksa untuk dipukul oleh nasibnya sendiri. Ia selalu berusaha memecahkan kehidupan apa yang sebenarnya tengah ia jalani. Transmigrasi? Tentunya bukan. Karena, dirinya masih ada dalam raga yang sama. Mereka menganggap Lesya sebagai seorang putri bangsawan kerajaan besar, dan yang lebih menariknya, rupanya gadis 18 tahun itu sedang berada di abad ke-22. Tidak berhenti disitu saja. Lesya semakin dibuat terkejut saat mengetahui jika Arsen, kekasihnya ada di sana, dengan sebuah fakta jika Arsen adalah Pangeran dari Kerajaan Prisam, atau Kerajaan berbentuk Monarki besar yang bisa menghancurkan Kerajaan lain kapanpun itu. Lantas, akankah Lesya berhasil menguak misteri yang sedang ia hadapi bersama kekasihnya?

Leni_Handayani_2611 · Fantasy
Not enough ratings
15 Chs

Old book

Sudah hampir setengah jam Arsen memimpin permainan panas dan penuh hasrat, membuat tubuh Lesya benar-benar sudah berada di atas batas lelah.

Lesya sudah berkali-kali meminta Arsen untuk menghentikan aksinya, namun pria itu mengindahkannya dengan libido yang kian menggila.

"Ahh.. Arsen, stop," ujar Lesya pelan, diiringi dengan erangan nikmat.

Kali ini permintaan Lesya membuahkan hasil. Arsen mendengarkannya, dan berhenti memainkan milik Lesya. Walaupun setiap kali bermain Arsen tidak sampai ke puncak, setidaknya dengan dirinya membuat Lesya lemas, itu akan membuat nafsunya sedikit terbantu.

Arsen memang bukan pria yang baik. Tetapi, untuk menjaga kehormatan Lesya sampai dirinya dan Lesya memiliki ikatan suci, itu adalah sebuah tumpuan yang Arsen atur dalam hubungan asmara mereka.

Ada sorot bahagia dibalik mata indah Arsen ketika melihat Lesya terbaring lemah di sampingnya. Pemuda itu kembali melayangkan kecupan ringan, pada setiap inci wajah Lesya. Lesya yang sudah begitu risih, menjauhkan wajahnya dan kembali membuat Arsen terkekeh gemas.

"Oke, waktunya beristirahat, Amour."

Menurut survei yang digelar oleh sekelompok ahli bahasa, "amour" (cinta) yang merupakan bahasa Perancis adalah kata paling romantis dalam sejarah bahasa manusia.

"Arsen stop, aku sangat lelah." Lesya menahan tangan Arsen yang hendak kembali memainkan buah dadanya.

"Hanya sebentar," pinta Arsen mendesak.

Dengan emosi yang mulai menguasainya, Lesya terduduk dan menatap Arsen penuh kejengahan.

"Sudah cukup. Tolong beri aku ruang. Aku sudah sangat lelah, Arsen!!"

Arsen menelan salivanya sulit. Bukan. Bukan karena nada bicara Lesya yang tinggi, melainkan karena kemeja putih polos yang sempat ia berikan pada Lesya, sedikit terbuka dibagian dada gadis itu, hingga menampilkan sesuatu yang membuat nafsu Arsen kalang kabut.

Lesya yang melihat tatapan berbeda dari Arsen, segera mengikuti arah pandang pemuda itu hingga seperkian detik kemudian ia menutupinya dengan selimut.

"Aku ingin beristirahat, dan jangan sentuh aku."

"Oke, cepatlah tidur. Aku akan memelukmu," ujar Arsen seakan tuli pada ucapan yang baru saja Lesya katakan.

"Terserah," ketus Lesya, kembali mengambil posisi dan membelakangi Arsen.

Untuk sesaaat Arsen membiarkan Lesya hingga gadis itu benar-benar terlelap. Setelahnya, Arsen segera bergegas memeluk Lesya dengan sedikit erat.

Dibalik selimut tebal berwarna hitam tersebut, tangan Arsen mulai turun untuk mengusap-usap paha Lesya yang terekpos jelas.

Hingga beberapa saat kemudian, dirinya ikut menyusul Lesya ke alam bawah sadar.

-o0o-

Arsen telah melewati sebuah portal yang berada disamping Istana. Portal itu bersifat privasi. Tidak ada yang mengetahuinya, kecuali keluarga kerajaan termasuk dirinya sendiri.

Portal itu juga menjadi portal yang akan membawanya pergi ke Istana Mukesh.

Dan jangan lupakan jika portal dibuat untuk mempersingkat waktu.

Ditangannya Arsen menggenggam sebuah buku bersampul kuno. Buku tersebut adalah buku yang sempat diceritakan pada Lesya, dan kedatangannya di Kerajaan Mukesh ini, ia bermaksud untuk menunjukan isi dari buku tersebut pada kekasihnya.

tap.. tap.. tap..

Suara langkah kaki Arsen memenuhi koridor Istana Mukesh yang cukup sepi. Hanya ada prajurit yang berjaga disetiap sisi nya.

"Soilse, Pangeran."

Soilse: Kata yang bertujuan untuk memberi hormat, dan diberikan pada mereka yang memiliki jabatan tinggi di Kerajaan.

Arsen mengangguk tegas. "Apakah Putri Lesya ada di dalam?"

"Seorang pelayan sempat mengantarkan sarapan pada Putri, karena Putri Lesya tidak hadir dalam acara sarapan keluarga tadi pagi."

Arsen lagi-lagi mengangguk kecil. Wibawanya sebagai seorang Pangeran begitu menguar tajam. Bagi siapapun yang melihatnya, pasti akan terbuai oleh ketampanan pemuda itu.

Tanpa menunggu lama lagi Arsen segera membuka pintu ruangan tersebut, dan menghampiri Lesya yang kelihatannya sedang mencari sesuatu.

"Hai, Amour."

DEG

Lesya tersentak kaget, karena posisinya sedang membelakangi Arsen. Gadis itu segera membalikkan tubuh, dan melayangkan tatapan tajam pada Arsen.

"Sialan. Kau selalu menyebalkan dimanapun kau berada, Arsen!!"

"Oh, benarkah?" tanya Arsen dengan nada menggodanya.

"Siapa yang menyuruhmu masuk?"

"Tidak ada. Tapi aku memiliki akses bebas, dan izin langsung dari King Avery untuk masuk ke dalam kamarmu."

"Damn, ini sangat menyusahkan," gumam Lesya seolah menghiraukan ucapan Arsen.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Cincinku tidak terlihat. Padahal seingatku, aku telah meletakannya di atas meja itu." Lesya menunjuk sebuah meja kecil yanh ada di pojok ruangan.

"Tapi sayangnya ada sebuah hal yang lebih penting dari hilangnya cincin indahmu itu, Queen."

"Apa?"

Arsen menunjukan buku yang ia bawa itu pada Lesya, dan seketika Lesya mengerutkan pelipisnya.

"Apa itu buku yang kau maksud?"

Arsen mengangguk, dan menepuk tempat duduk kosong di sampingnya.

Lesya yang paham pada isyarat tersebut, segera duduk dan mengambil alih buku itu dari tangan Arsen.

Pertama kali membuka sampulnya, Lesya langsung disuguhkan oleh kalimat-kalimat dan tulisan yang begitu awam di matanya.

Lesya melirik Arsen yang entah mengapa tengah menahan senyum seakan sedang menggodanya.

"Tidak ada jokes apapun di sini," ketus Lesya.

Seketika itu Arsen berdehem, lalu mengambil buku tersebut dari tangan Lesya.

"Mulai sekarang kau harus memanggilku Mr, karena aku yang akan mengajarkan ini semua padamu, Amour."