webnovel

MENGAPA MARAH?

Chelsea sekali lagi tertegun dia tidak tahu lagi harus mengatakan apa-apa karena baru sekali ini dalam umurnya ibunya seperti ini marahnya kepada dirinya, bahkan ketika dirinya membuat masalah yang besar, ibunya akan selalu  memeluk dirinya dan juga mencoba untuk memahami dirinya.

Namun kali ini, dia sungguh tidak berdaya, dia terduduk lemas, beberapa pembantu rumah tangga yang melihat sikap nyonya mereka saat itu juga tertegun, pasalnya baru sekali ini mereka melihat nyonya sampai separah ini.

"Ada apa dengan dia?"

"Mengapa dengan nyonya?"

"Aku tidak tahu, kita bekerja saja, dan itu akan lebih baik."

Mereka bekerja seperti semula, kembali pada pekerjaaan masing-masing, tidak ada yang membantu nyonya mereka saat itu.

Di dalam kamar sana, Ayah dan juga ibu Chealse tertegun melihat sikap putri mereka, ternyata mereka juga mengintip dari balik jendela itu, mereka tidak menyangka kalau seperti ini sikapnya kepada putri yang tengkik ini mungkin keadaan akan mengajari putrinya.

Di dalam hati, Chealse meminta kepada dirinya untuk bangkit, ini bukan gayanya untuk berdiam diri, ini bukan sifatnya, dia terlalu lemah jika harus seperti ini.

Dia bangkit dan dengan percaya diri melangkahkan kaki ke luar ruangan itu, segera untuk saat ini dia melewati pintu dan merenggut kunci mobil baru yang ada di dalam gudang mereka.

Chealse mulai menancap gas mobil, dia membelah kota Jakarta dengan sadisnya dengan cara mobil yang dia bawa sangatlah cepat.

Dia sangat kesal, kalau mengingat bagaimana dia di permalukan oleh lelaki biru, pokonya jangan sampai nanti mereka bertemu lagi, bisa-bisa dia akan di bunuh sekali lagi oleh lelaki itu.

Dia berjalan dan terus berjalan melewati beberapa mahasiswa dan juga mahasiswi yang berada di tempat itu, dia terlihat segar untuk sepersekian detiknya.

Begitu banyak wanita yang menyapa dirinya, memberikan kado, memberikan bunga, dia hanya memberikan smirk khasnya, tidak pernah tersenyum dan bahkan tidak pernah  menoleh kepada wanita yang memberikan dia bunga serta ajakan untuk menonton konser

Sesampainya di ruangan, dia duduk dan memutar kursinya, sekali lagi dia mencoba untuk membayangkan bagaimana wajah dari jodoh yang di pilih oleh ayahnya kepada dirinya.

Dia bingung sekali, karena melihat sikap dari wanita semalam itu, bisa membuat dia baik darah, apalagi kalau nanti wajahnya sangat jelek, mungkin dia harus segera membatalkan pernikahan ini, dia harus memilih pasangan hidup yang layak di sebut sebagai pasangan.

Dia tersenyum, ohw tidak entah apa yang membuat dia bisa tersenyum untung saja tidak ada orang di dalam ruangannya

Dia melihat ke bawah, kebetulan di depannya adalah kaca yang sangat bening dan juga tebal, sekali lagi dia terlihat bingung melihat wajah dari gadis yang baru saja keluar dari mobil itu.

"Apakah dia selalu datang pagi?"

"Apakah dia adalah orang yang dibicarakan oleh anak kelas saya?"

Dia bertanya-tanya dalam hati, sekaligus juga bingung karena saat ini banyak sekali gosip yang dia dengar walaupun secara tidak langsung dari beberapa lelaki yang menjadi muridnya.

Dia tidak mau ambil pusing, yang ada jam tangan yang dia pakai sudah bergerak dengan cepat, dia memutuskan untuk masuk kelas sebelum nanti semua mahasiswanya pergi begitu saja meninggalkan  jam pelajarannya sekarang.

Dia berjalan, dengan sangat percaya dirinya, dia juga tidak melihat ke samping dan ke kiri tetapi yang pasti dia terlihat seperti pangeran saja. Dari depan sana pikiran yang kalut akan sikap kedua orag tuanya, membuat Chealse tidak bisa berpikiran fokus.

  Dia bergumam seperti orang bodoh saja, dia juga tidak tahu mengapa sekarang ini perasaannya semakin bersalah saja.

Dosen dan juga Chealse melewati satu sama lain, dengan pola pergerakan yang sangat lambat, tidak ada orang yag menyangka bahwa mereka akan kembali lagi pada sikap dingin.

Chealse melewati lelaki itu dan lelaki itu melewati Chealse, mereka berpapasan sepertinya jaket yang mereka pakai hanya bisa merasakan kehangatan satu menit saja.

"Apa-apaan dengan mereka?"

Mereka bergumam dan segera bubar, tidak ada yang meminta agar berteman mereka di tonton, tidak ada juga yang meminta agar mereka di puji.

Malam telah datang kali ini sosok gadis yang selalu keluar malam, dia bahkan tidak keluar malam lagi, melihat sikap dari kedua orang tuanya membuat dia takut kalau malam ini harus keluar dan meminum minuman keras serta ugal-ugalan  di jalan raya.

Ayah dari Chealse yang tak lain adalah Mahardika, masih terdiam dia tidak ingin mengatakan apa-apa kepada wanita yang dia cintai itu, dia hanya bisa mendengus napas dan berjalan seiring waktu juga berjalan.

***

Satu minggu berlalu sama sekali tidak ada perubahan, tidak ada juga yang bisa di lakukan oleh Chealse, kecuali dia menjadi mahasiswa yang baik dalam satu minggu terahkir ini.

Tidak tahan dengan semua ini, Chealse mencoba untuk memberanikan diri mengajak mengobrol ibunya, sebenarnya ibunya juga tidak tahan kalau harus marahan bersama dengan anak gadisnya, namun kalau ini semua demi kebaikan, mungkin dia lebih baik seperti ini.

"Ibu," panggil Chealse sembari menunduk di kaki ibunya.

"Hmmm," dehemnya sembari menatap masih ke depan majalah itu.

"Apakah ini benar tidak mau mengajak aku seperti dulu lagi?" tanya Chealse berlagak seperti anak kecil yang kurang kasih sayang.

  Ibunya terdiam, di mengenyam erat majalah itu, urat-urat dari tangannya terbentuk, hatinya terasa terpanggil untuk kembali lagi memeluk dan menjalankan aktivitasnya bersama putri yang dia miliki satu-satunya.

Chealse berdiri dia tidak mau terlihat bodoh, dia segera bertanya inti kepada ibunya  dan jelas saya jawaban yang di berikan ibunya membuatnya sedikit merasa bersalah.

"Apakah salah aku sehingga kalian seperti ini?"

"Ibu rasa kamu tidak memenuhi perintah ayahmu,"  ucapnya pergi melewati Chealse yang sudah berpikiran ke mana-mana.

"Aku bodoh, kenapa aku baru sadar?" tangisnya mungkin pecah.

Baru kali ini. Baru kali ini ibunya dan juga Mahardika melihat putri mereka menangis, Mahardika tersenyum ternyata ada juga perubahan kepada putrinya, karena melihat Chealse memutar badan dia kembali lagi duduk mencoba seperti tidak mengetahui apa-apa.

"Mungkin di sini akan menjadi kesempatan aku memaksa dia untuk hidup bersama dengan orang yang pantas untuk hidupnya," ucapnya membaca sekali lagi dokumen yang berada di depannya.

Chealse mendahului ibunya yang berada di belakangnya, dia ingin meminta Nasar secara langsung kepada ayahnya, dia terlalu bodoh karena Tidka mengingat perintah ayahnya beberapa hari yang lalu.

Dia membuka pintu, melihat wajah ayahnya dengan tatapan yang sedikit tenang, matanya sayup dan dia segera memeluk ayahnya dengan hangat.

Mata mereka berdua saling menatap satu sama lain.