webnovel

GADIS BAR

Tempat itu seakan menandakan bahwa gadis yang sedang berdiri di tiang itu, membuatnya terlihat senang saja.

Tawanya seakan mengatakan bahwa dia ingin sekali merasakan lebih nikmat lagi udara di dalam ruangan ini.

Dia tersenyum dengan rambut panjang hitamnya, yang dia gerai. Seiring dengan angin sepoi-sepoi yang membuatnya tak kalah semangat, jari-jemarinya memegangi satu gelas wine yang sudah berisi.

***

Di rumah yang sekarang ini terlihat lebih tenang, ada beberapa figur yang sudah tersusun dengan rapi pada tempatnya, seorang gadis dengan kedua orang tuanya yang berada di samping.

Jam dinding yang terdengar suaranya sangat keras, membuat ruangan itu seakan menjadi ruangan yang penuh kebisingan.

Jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam, tepatnya pergantian hari, wanita dengan higheels yang berada di tangannya, dan juga dress merah yang dia kenakan, mulai berjalan dari depan pintu yang terbuat dari kayu jati itu.

Dia mengendap-endap, matanya seolah mencari di mana keberadaaan dari orang yang dia takuti, sampai-sampai dia masuk ke rumah harus membuka highels ber merek yang dia kenakan.

Merasa waktu dan keadaaan sudah membaik, dia melangkahkan kakinya untuk menaiki anak tangga itu, dia bahkan memegangi jantungnya dengan tangan kirinya.

Dia tersenyum legah, saat sudah berada di dalam kamarnya, interupsi yang dia dapat seakan membahagiakan malam ini, dia menutup pintu segera tanpa menyalakan lampu terlebih dahulu.

Menghembuskan napas, adalah sesi yang paling tepat untuk sekarang ini, dia mulai bersorak.

"Yah... aku bisa masuk ke rumah ini tanpa ada ganguan ayah," ucapnya sembari mencoba untuk mencari di mana letak dari lampu kamarnya.

Karena malas menyalakan lampu kamarnya, dia segera menyalakan senter ponsel yang berada di ranselnya, dia terhampar ke belakang saat melihat siapa yang di depannya.

Wajah yang penuh dengan kekhawatiran kini telah gadis itu rasakan, dia mencoba untuk bangun, ternyata dia salah sedari tadi telah membicarakan ayahnya.

Yah, dia melihat ayahnya berada di belakang pintu, untungnya dia hanya mengatai ayahnya sedikit saja, kalau tidak dia bisa mati.

Dia mencoba untuk tetap tenang meskipun di dalam hati ingin mati rasanya.

'Apakah aku nanti akan mengalami penyiksaan internal lagi?'

'ohhh- aku bodoh, kenapa tadi aku mengatai ayahku sendiri.'

Dia bergumam, merutuki kebodohan yang di milikinya, sekali lagi dia tetap mencoba untuk tetap tenang, dan mengambil hati ayahnya.

Ayahnya mendekat saat itu, dia mengepal tangan kuat, tidak tahu lagi harus mengatakan seperti apa kepada putrinya ini, karena dia bahkan sudah cukup keterlaluan.

Wanita itu menunduk, karena melihat bahwa ayahnya menarik tangan ke atas, dia pikir dia akan di tampar karena perilaku yang menyimpang ini, namun tidak disangka ayahnya malah memukul pintu kamar dan keluar dengan pikiran yang sudah kalut.

Bukan dia menangis, tidak? dia hanya bersedih satu menit saja selebihnya dia menutup kamar, dan mulai melakukan kebiasaan setiap harinya, dia mencoba untuk memutar keras basa yang ada di dalam kamarnya.

Beberapa saat kemudian, karena dia rasa sudah lelah, dia kembali lagi pergi ke atas ranjang, merebahkan tubuhnya yang sudah capek sekali.

Wajahnya terlihat tenang saja, dia seperti wanita yang di sia-siakan saja. Bibirnya yang tipis dan juga manis, membuat lelaki siapapun yang melihat itu bahkan akan meletakkan perasaaan kepada dirinya.

****

Sinar matahari membuatnya terganggu tidur, kebetulan ibunya selalu datang dan membuka gorden dari anak gadis yang akan menikah ini jika di lihat dari sudut umurnya.

Dan juga untuk saat itu dia sangat kesal kepada ibunya, selalu saja menggangu kebahagiaan dari gadis ya g sudah menarik selimut tipis bernuansa abu-abu.

Dia menutup kembali matanya, tetapi tidak bisa tiba-tiba dia mengingat bahwa pagi ini dia harus pergi ke kampus, dia memiliki tugas kelompok bersama temannya yang lain.

Matanya membelalak melihat jam beker imut yang berada tak jauh dari posisi tidurnya, dia segera beranjak, pergi ke kamar mandi dan bergumam seperti orang yang kurang waras saja.

"Apa-apaan aku, kenapa aku harus bangun secepat ini?"

"Itu tugas urusan mereka, kenapa harus ikut aku?"

"Tidak ... Tidak .... emmm__" ucapnya terpotong mendengarkan ponselnya yang berbunyi.

Matanya segera beralih oada ponsel itu, ingin sekali dia mengangkatnya namun naasnya nanti kalau dia tidak sampai di kampus tepat waktu bisa-bisa dia di makan oleh dosen killernya.

Dia bergegas membersihkan tubuhnya, setelah selesai, dia kembali mencoba memakai liptint dan juga make-up serta dress bernuansa blue ice itu.

Beberapa menit dia merenggut ponselnya, dia  segera meninggalkan ruangan itu, dan menuruni anak tangga rumahnya.

"Chealse," panggil lelaki yang terlihat sudah akan berangkat ke tempat kerja.

"Ada apa ayah?" tanya Chealse dengan nada suara yang sedikit sopan.

Yah, dia adalah Chealse Paramita, seorang gadis kaya yang di kenal oleh satu pengisi kampus, karena gaya yang selalu okey, dan juga mobil yang selalu berganti-ganti dia bawa, dia selalu memamerkan kekayaannya melalui barang-barang, dan ingat dia bahkan tidak mau memberikan makan gratis  temanya sekalipun teman dekat.

Chealse seorang mahasiswi pada universitas Indonesia, dia masuk karena kepintaran yang dia miliki juga tidak sebanding dengan kepintaran siswi lain, dia berumur 21 tahun, selalu memberontak dan lebih tepatnya tidak ingin dikekang oleh satu lelaki saja.

Dan yah, Chealse adalah gadis bari, dia adalah gadis yang tidak bisa tidak pergi ke bar, menghabiskan uang dengan minuman keras serta alkohol dan menghilangkan penat yang diberikan oleh ayahnya setiap di rumah.

Bar merupakan tempat pelarian bagi gadis yang bernama Chealse itu. Dia berbalik dan bertanya kepada ayahnya.

"Ada apa ayah?" tanyanya sekali lagi.

Ayahnya masih diam membeku, tidak membuka satu jengkal mulutnya, melainkan dia hanya berdehem seakan memberikan kode kepada putrinya ini.

Chealse bingung dia tidak tahu, mengapa ayahnya seperti ini, karena waktunya  hampir habis, dia berlari tanpa permisi kepada ayahnya, dia tidak ingin terlambat kali ini, entah dari mana sikapnya yang semangat ini datang untuk mengerjakan tugas.

Ayahnya tak kuasa menahan emosi, bagaimana mungkin seorang anak gadis bisa berbuat sepeti itu, dia menghentakkan kaki kuat dan pergi tanpa izin kepada wanita yang sudah sedari tadi menenangkan hatinya

Chealse mulai membelah jalanan kota yang terlihat ramai itu, dengan kecepatan yang dia miliki, mampu membuatnya sampai di kampus dalam waktu hitungan menit.

Dia keluar, ada banyak begitu tatapan mata lelaki yang menatap dirinya mulai dari atas dan juga bawah, dia tidak peduli dengan itu yang terpenting dia bisa masuk ke kelas.

Tapi ada sesuatu yang mengganjal ...

"Aw ... kalau jalan anda bisa pakai mata," terjangnya bagai singa tanpa melihat siapa yang berada di depan.