webnovel

Part 6 - AKHIRNYA

***

Anin sampai di rumahnya setelah membicarakan permasalahannya kepada Franda. Setidaknya, beban dalam pikirannya sedikit terangkat, meskipun belum ada jalan keluar dari permasalahannya dengan Yusuf. Tapi tiba-tiba yang sekarang menjadi pusat pikirannya ada di depan pagar rumahnya. Anin yang masih ada di sebelah mobilnya, segera membuka pintu pagar rumahnya.

"Ada apa, Mas??"

"Assalamualaikum, Anin..."

Ucap Yusuf sambil tersenyum damai kepada Anin.

Anin sedikit tersipu malu, malu karena hal pertama yang dia ucapkan justru bukan kalimat salam dan malu karena dirinya masih tetap melting away melihat senyuman dari Yusuf.

"Waalaikumsalam, Mas..."

"Maaf ya Mas, aku ngga bisa nyuruh Mas Yusuf masuk karena di rumah cuma ada aku".

"Ngga papa kog. Lagian aku kesini cuma sebentar kog".

"..."

"Aku kesini karena hanya ingin mengatakan hal ini..."

"...aku harap kamu mau nunggu. Karena aku ngga pernah main-main dengan apa yang aku omongin sebelumnya. Masalah Bunda yang belum kasih restunya ke aku, ngga usah kamu pikirin. Biarin aku yang ngatasin masalah ini. Anggep aja ini ujian buat aku, karena aku udah maksa anak orang nikah sama aku".

Aku akan selalu nunggu kamu, Mas..

"Kalau gitu, aku langsung pulang. Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam. Ati-ati, Mas..."

Yusuf pun hanya mengangguk. Mendengar balasan salam dan kata 'Ati-ati, Mas' dari Anin, entah mengapa membuat suasana hatinya lebih tenang. Dia memang melihat bahwa Anin juga sama lelahnya dengan dirinya yang memikirkan cara untuk menaklukan hati Bundanya, namun saat itu juga dia berpikir bahwa keputusannya untuk menikahi Anin semakin kuat.

Setelah mobil yang di kendarai Yusuf sudah menghilang dari penglihatannya, Anin segera menutup pintu pagarnya dan di kejutkan dengan adanya Arwi yang ada di belakangnya. Sejak kapan anak itu ada di rumahnya, apa dia juga mendengar yang baru saja Yusuf katakan padanya.

"Mbak Anin serius??"

Arwi memasang wajah 200% penasaran. Dia melihat kakak perempuannya ini terlihat lelah namun ada rasa bahagia yang terlihat dari matanya.

Anin yang tidak tahu dengan apa yang dikatakan adiknya hanya memincingkan alisnya. Ngga ada hujan ngga ada angin, tiba-tiba dia ada di belakangnya.

"Lo ngga kuliah??"

Anin membalikkan pertanyaan kepada Arwi yang arahnya benar-benar berbeda. Arwi yang mendengarnya hanya menghela nafas kasar.

"Ampun deh mbak. Ini udah malem. Mana ada kuliah jam segini??"

"Tapi biasanya kan Lo disini cuma hari minggu sama senin doang. Lainnya Lo di Jogja".

"Gue libur buat seminggu ini, Mbak. Dari tadi pagi gue kesini. Gue lagi males di rumah".

Arwi memang mempunyai kunci cadangan dari rumah Anin, karena kebiasaannya yang terkadang suka iseng tidur di rumah kakaknya tersebut karena tidak ingin mendengar omelan Bundanya tentang betapa malas dirinya untuk mandi saat hari libur.

"Jangan gitu kali... Ini masalah gue. Lo jangan persulit uang jajan Lo cuma karena Lo sok peduli sama gue".

Anin mencoba membuat lelucon untuk Arwi. Tapi lelucon itu sukses jadi kacang goreng yang garing banget.

"Gue serius mbak?? Lo beneran mau nikah sama Mas Yusuf??"

Arwi sekarang memegang kedua sisi bahu dari Anin yang tingginya hanya sampai dagunya dengan wajah sudah sama sejajarnya. Makanya saat SMA, ketika teman-temannya melihat Anin sedang dirumah, mereka selalu mengira bahwa kakaknya tersebut adalah adiknya. Mungkin untuk yang satu ini, Anin harus bersyukur, karena selain dia yang tingginya kurang, wajahnya juga tidak pernah berubah. Itu bisa di buktikan dari foto ijazah milik Anin. Hanya ijazah S1 nya yang berbeda. Anin berbeda karena menggunakan lipstick saat foto.

"Gue juga serius. Lo seharusnya nemenin Bunda saat kaya gini..."

Sekarang, gantian Arwi yang tidak mengerti dengan maksud dari perkataan Anin.

"Kog Lo malah dukung Bunda?? Lo mau nyerah gitu aja??"

"Percuma deh Lo kuliah jurusan Psikologi, kalau Lo lemot kaya gini".

Arwi memang kuliah jurusan Psikologi. Itung-itung untuk mengobati rasa kecewanya yang tidak jadi masuk FK karena dia sendiri yang phobia sama darah.

"Emang gue cenayang..."

Jawab Arwi yang sebal setiap kali ada orang yang menganggapnya harus mengetahui perasaan semua orang sekalipun hanya sebatas melihat.

Anin pun hanya terkekeh karena berhasil membuat adiknya jengkel seperti itu.

"Honestly, gue masih berharap kalau Bunda akan kasih kita restu.. Cuma itu yang sekarang gue pikirin".

"Jadi Lo beneran mau nikah sama Mas Yusuf??"

Anin hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan dari Arwi.

"Menunggu aja udah susah lho mbak. Apalagi kalau nunggu yang udah pasti ada di hadapan kita, tapi kita belum bisa dapet apa yang kita tunggu itu. Tambah susah lho..."

Entah sejak kapan Arwi mengetahui apa yang dipendam Anin selama ini, tapi selama dia mengetahui hal itu juga, Arwi dengan setia menjadi pendengar yang baik. Bahkan menjadi pemberi solusi paling jitu untuk Anin. Ya buka jam kerja pribadi sebelum benar-benar menjadi professional dengan clientnya adalah kakaknya sendiri. Hehe...

"Sok tau banget sih adek gue..."

"Yaelah mbak... gue udah kelas kakap kali kalau masalah kaya gini..."

"So??"

Sekarang Anin ingin mendengarkan kelanjutan dari apa yang sudah dipikirkan Arwi untuknya.

"Kalau Lo masih tetep lanjut dengan rencana yang bisa di katakan gila ini, gue harus akui, kalau Lo itu bener-bener orang TERSABAR yang pernah gue temuin".

Anin hanya tersenyum mendengar kata-kata tersebut dari Arwi.

"Gue juga jadi inget, kalau cinta itu ngga cuma buat orang bahagia, tapi sekaligus buat orang itu bisa ngrasain rasa sakit saat dia memiliki cinta itu. Gue cuma berharap Lo segera ngrasain rasa bahagia itu, mbak..."

Imbuh Arwi.

"Gue udah ngrasain rasa bahagia itu saat gue tau kalau cinta gue itu buat dia..."

Arwi melepaskan tangannya dari bahu Anin. Dia tahu bahwa kakaknya itu adalah orang tidak mudah untuk berpindah hati mencari cinta yang lainnya. Tapi dia juga tidak mengerti mengapa Anin begitu sulit melepaskan orang yang sebenarnya sudah membuatnya lelah hati dan pikiran. Tapi setelah lama dia menunggu, apakah ini balasan yang cukup adil untuk Anin. Di pertemukan kembali dengan orang yang dia tunggu dan akan di nikahi olehnya, namun kenyataannya dia harus bersabar lagi untuk menunggu kembali.

Sebenarnya takdir apa yang sudah Engkau persiapkan untuk mbak Anin, Ya Allah??

Batin Arwi melihat Anin sudah ngloyor pergi dan berjalan di depannya sekarang.

"Mbak, Lo habis dari J.CO?? bagi-bagi dong..."

Sekarang Arwi sudah berubah ke mode normalnya bersama Anin. Dia memang terlalu manja jika dia bersama Anin. Sekalipun kakaknya itu sudah membentaknya agar tidak bersikap manja kepadanya, toh itu hanya akan membuatnya bersikap semakin manja dan pastinya itu membuat Anin memilih untuk menyerah.

"Ogah... mandi sana. Jorok Lo..."

"Lo aja belum mandi juga..."

Kalau waktu saat ini, siapa juga yang sudah mandi saat baru saja pulang dari kantor.

Arwi segera merebut box yang pasti sudah ada selusin donat yang sudah mengantri untuk berada dalam mulutnya. Dia sudah tidak peduli lagi dengan segala macam perkataan dari Anin. Dia sudah terlalu kebal dan terlalu hafal dengan apa yang di katakan oleh Anin saat seperti ini. Dan itu hanya membuatnya semakin senang.

"Eh, tapi kan Lo sendiri pernah ngrasain sakitnya cinta kan??"

Kata-kata itu sukses membuat Arwi memelototinya, tapi yang mendapat tatapan itu hanya terkekeh saja. Tidak menyangka bahwa adiknya itu bisa patah hati juga. Patah hati di tinggal nikah lagi. Hahaha...

***

Anin sekarang lebih memilih untuk menyibukkan diri. Dia lagi PMS dan Anin terkenal dengan mood swing nya yang cukup signifikan. Apalagi saat hari pertama, dia bisa memarahi siapapun yang berbuat kesalahan di depannya. Meskipun sekecil biji sawi. Itu cukup membuat energinya up membuat dirinya membentak siapapun. Di pagi hari, dia cukup membentak Arwi yang masih betah di rumahnya, padahal sepengetahuannya, seharusnya Arwi ada di Jogja karena ada jadwal kuliah. Tapi Arwi tidak menggubrisnya dan setelah tau bahwa dia sudah telat untuk kuliah pagi, dia giliran kena marah karena merasa Anin tidak membangunkannya. Di kantor, dia menerima berkas yang tidak sesuai dengan keinginannya. Sebelum dia melampiaskannya ke pegawai yang memberikan berkas tersebut, alangkah baiknya jika Franda yang menghandle-nya. Franda sudah terlalu kebal dengan mood swing-nya Anin seperti saat ini.

Di saat jam makan siang, seperti kebiasaannya. Karena hari ini dia tidak sholat, dia memilih untuk mendengarkan music dan terbilang volumenya cukup keras. Untung saja, ruangannya di desain kedap suara, sehingga sekeras apapun suaranya tidak akan terdengar diluar. Namun kali ini, Anin terllihat berbeda dari biasanya. Ya, dia mendengarkan musik sambil mengikuti dance yang ada di Music Video lagu tersebut. Pilihannya tepat, lagu milik New Girl Group, BlackPink – BOOMBAYAH. Music bergenre HipHop yang sukses membuat dirinya meniru gerakan yang ada di dalam video yang dia putar. Memang tidak lah sempurna, tapi lumayan untuk seorang Anin yang kesehariannya hanya menonton lembaran-lembaran berkas maupun laporan proyek perusahaannya.

Ternyata di sela-sela jendela yang tidak tertutup rapat, ada seseorang yang melihat kejadian tersebut dengan senyum khasnya. YUSUF. Ya, Yusuf melihat kelakuan calon istrinya tersebut. Franda yang setelah sholat memilih untuk kembali ke meja kerjanya karena tidak ada yang menemaninya makan siang juga tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan imej dari sahabatnya di hadapan calon suaminya tersebut. Franda memang membiarkan Anin menikmati aliran music yang dia putar sebelum dirinya turun kebawah untuk sholat. Namun sekarang, dia serasa ingin membuang jauh mukanya melihat kelakuan Anin saat ini.

Yusuf dengan senyum mengembang masuk ke dalam ruangan milik Anin. Sekarang lagu yang terdengar milik boyband WINNER – Sentimental, sekalipun tidak berjingkrak-jingkrak seperti tadi. Namun tetap saja Anin masih menirukan gerakan dance lagu tersebut. Anin yang melihat Yusuf sudah ada di dalam ruangannya tanpa dia ketahui kapan Yusuf masuk, langsung mengubah lagu yang di putar sekarang menjadi milik Adrian Martadinata – Ajari Aku.

Yusuf yang mendengarkan lagu tersebut, sedikit mengernyit keheranan. Mengapa daftar putar lagunya Anin bisa sedrastis itu. Dari HipHop ke Ballad. Ternyata calon istrinya ini memiliki selera music yang unik.

Ajari aku tuk bisa..

Menjadi yang engkau cinta..

Agar ku bisa memiliki... rasa...

Yang luar biasa

Untukku dan untukmu..

Kuharap engkau mengerti

Akan semua yang ku pinta

Karna kau cahya hidupku.. malamku

Tuk terangi jalanku yang berliku..

Anin pun segera mematikan music yang sedang berputar, namun tangannya langsung di cegah oleh Yusuf. Baru pertama kali ini, mereka melakukan skinship. Dan itu membuat jantung mereka berdua berdegup lebih cepat.

Hanya engkau yang bisa...

Hanya engkau yang tau...

Hanya engkau yang mengerti...

Semua inginku...

Ajari ku

Aku tuk, bisa mencintaimu

Ajari ku

Aku tuk, bisa mengerti kamu

Mungkinkah semua, akan terjadi

Pada diriku..

Hanya engkau yang tau..

Ajari aku tuk bisa...

Mencintaimu...

Kali ini Anin benar-benar mematikan music yang akan terputar dan Yusuf masih menatap Anin dengan lekat-lekat seakan tidak ingin ketinggalan apapun yang akan dilakukan Anin sekarang.

"Lagunya kena banget ya??"

Mendengar hal itu, Anin hanya mengernyitkan dahinya seakan tidak tahu apa yang di maksud oleh Yusuf.

"Ajari aku tuk bisa menjadi yang engkau cinta..."

Yusuf mengkopi paste satu lirik lagu yang baru saja dia dengarkan.

"Karena saat ini, aku hanya ingin melihat kamu seorang".

Imbuh Yusuf yang membuat Anin tambah speechless. Anin tidak tahu, benarkah yang ada di hadapannya sekarang adalah Yusuf. Orang yang sekarang ingin belajar mencintainya. Akhirnya, Anin hanya tersenyum sebagai tanda bahwa dirinya juga ingin melakukan hal yang sama kepada Yusuf.

"Ajari aku juga, Mas..."

Selamanya aku akan selalu nunggu kamu, Mas...

Hanya kamu, Mas...

Cuma kamu... sampai kapanpun...

***

"Mbak Anin..."

Arwi di minggu pagi yang tenang benar-benar menjadi disaster bagi Anin. Ya, Arwi memang sejak dulu selalu sukses mengganggu jam tidurnya yang bisa dikatakan kurang dari cukup bagi Anin yang pecinta tidur.

"Mbak, gue masuk nih..."

Tanpa persetujuan dari sang pemilik kamar, Arwi melihat Anin masih berada di balik bed covernya tersebut. Dan PPAAKKK... satu bantal berhasil mengenai Arwi.

"Mbak, mendingan Lo buruan bangun trus dandan yang cantik..."

Arwi masih tidak gentar membangunkan Anin dan sekarang dia menyibakkan bed cover yang menutupi tubuh Anin.

"Apaan sih Lo, Dek... Rese banget jadi orang... Ini weekend..."

Jawab Anin yang telah duduk di sebelah Arwi yang sudah siap dengan kemejanya. Tidak biasanya Arwi begitu rapi di hari weekend.

"Dulu aja, bangunin orang kaya mau berangkat perang. Sekarang dianya sendiri juga gitu..."

"Lo mau kemana jam segini?? Rapi bener..."

Anin melirik jam digital yang ada di nakas. Jam 7.00, tapi Arwi sudah rapi seperti yang dia llihat sekarang.

"Mau gue ajak ngga?? Yang pasti ini bakalan bikin Lo sukses senyum lebar dan ngucapin berkali-kali ucapan thank you ke gue..."

Anin hanya menatap Arwi menyelidik. Biasanya kalau seperti ini bisa dipastikan bahwa isi dompetnya nanti akan terkuras habis karena Arwi.

Arwi yang melihat ekspresi Anin sekarang ini, segera berdiri dan menarik Anin untuk ke kamar mandi. Dia sudah tidak bisa menunggu Anin berpikir lagi dengan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

30 menit kemudian...

Anin sudah selesai dengan acara mandinya dan sudah mengenakan style-nya untuk jalan-jalan. Kaos oblong dan celana jeans. Sedangkan jilbabnya, memang hanya ada di walk-in-closet kamarnya Anin. Arwi yang melihat Anin menggunakan style tersebut langsung protes.

"Ya Allah Ya Rabb, kakak ku sayang, kenapa Lo pakenya kaya gini sih. Gue udah ganteng pake kemeja gue, tapi Lonya malah pake kaos masa kuliah Lo..."

Arwi segera memberikan baju pilihannya untuk Anin yang dia cari yang pasti dari walk-in-closet milik Anin.

"Lo pake ini aja. Protesnya nanti aja. Sekarang buruan ganti. Lo mah lelet..."

Anin hanya menghela nafas panjang, tidak tau mengapa sifat bossy-nya Arwi bisa muncul lagi seperti tadi. Padahal sudah lama Arwi tidak memunculkan sifat itu sejak kuliah. Anin pun hanya menuruti permintaan Arwi. Bener juga sih, masa' Arwi udah ganteng gitu pake kemeja, dianya malah pake kaos. Nanti dikira Arwi lagi nge-date sama anak SMA. Seperti yang terlihat saat dia jalan dengan adiknya itu.

Anin pun masuk ke dalam kamarnya kembali. Sekarang dia sudah mengganti pakaiannya dengan pilihan Arwi. Kemeja putih gading dengan panjang selutut dan untuk bawahnya dia tidak menggantinya, karena Arwi hanya memberinya baju saja.

Anin pun segera memakai make-up nya seperti biasa. Tidak lupa dia memakai handbody aroma british rose keluaran The Body Shop. Dia memang memiliki kebiasaan yang tidak akan pernah dia lupakan, memakai handbody, kemanapun dia akan pergi sekalipun tanpa make-up. Dia segera memakai pashmina berwarna biru navi dan hanya memutar-mutarnya dengan praktis dan terlihat simple. Yang pastinya ngga ribet butuh peniti sana-sini. Dan terakhir dia memakai parfum greentea favoritnya yang juga keluaran dari The Body Shop.

Arwi yang melihat bagaiman Anin sekarang ini hanya bisa terperangah melihat tranformasi kilat dari kakaknya tersebut. Dia memang sudah terbiasa melihat Anin berjilbab, tapi untuk hari ini kakaknya itu ada aura yang berbeda.

Dasar calon penganten...

Arwi membatin dan akhirnya terkekeh sendiri. Sedangkan yang di paksa untuk berdanda rapi seperti sekarang, menyentil dahi Arwi.

"Ngapain Lo, senyum kagak jelas gitu??"

"Udah nyok, berangkat..."

Arwi tidak lupa menyemprotkan parfum milik Anin yang memang harus diakui kalau dirinya juga suka.

"Ngapain Lo nyuri parfum gue??"

Anin sudah di ambang pintu kamarnya.

"Sama adek sendiri juga gitu amat Lo..."

"Mbak, pake motor aja ya. Biar gampang".

Celetuk Arwi yang sudah sampai di depan garasi rumah Anin. Sedangkan Anin yang sudah bersiap membuka garasi segera memberi tatapan protes.

"What the... ya udah lah, terserah Lo. Tapi gue ambil helm dulu..."

Arwi segera menarik tangan Anin untuk kesekian kalinya di pagi hari ini.

"Iiiissshhhh, apaan sih bawa helm segala... Udah sekarang Lo bonceng gue yang anteng, ngga pake bawel..."

Arwi segera men-starter motor maticnya itu. Anin hanya mendengus kesal. Buat apa dia dandan trus pake baju rapi macem gini, kalau jalannya cuma daerah kompleks. Tapi, Anin pun memilih diam mengikuti kemana Arwi pergi dan mereka sudah sampai didepan rumah milik orangtua mereka. Dan yang membuat Anin merasa ada yang aneh, ketika dia melihat beberapa mobil dan motor sudah terparkir di depan rumah. Arwi pun langsung menggandeng Anin langsung tanpa menjelaskan apapun yang sedang terjadi.

"Assalamulaikum..."

Salam dari Anin dan Arwi yang hamper bersamaan membuat orang-orang yang sudah ada di ruang tamu segera menoleh ke sumber suara. Anin pun langsung menangkap tatapan dari orang yang tidak begitu asing untuknya. Bunda, Ayah, Yusuf dan keluarga lengkapnya Anata Dhyaksa tanpa cucunya yang pasti ditambah ada pak RT juga disana. Ini sebenarnya ada acara apa. 2 kali acara di weekend pagi yang cerah tanpa sepengetahuannya. Dan hari ini, dia juga serasa di culik oleh Arwi yang memang dari awal memakasanya untuk ikut dengannya.

Anin pun bersalaman dengan tamu yang ada satu persatu dan segera duduk di kursi yang tersisa di ruang tamu. Disusul Arwi yang sudah duduk di sebelah Ayahnya.

"Karena orang yang di tunggu sudah ada, jadi kita langsung aja..."

"Kita udah sepakat, kalau kita ngizinin kalian untuk menikah..."

Spontan Anin membulatkan matanya dan sedikit membuka mulutnya. Siapa lagi yang di maksud oleh Ayahnya tadi kalau bukan dirinya dan Yusuf. Secara yang single disini hanya ada dirinya, Yusuf dan Arwi. Dan semakin tidak mungkin kalau Arwi yang di izinkan menikah. Emang Arwi mau nikah sama siapa coba.

"Dan acaranya bakal berlangsung minggu depan..."

"Minggu depan, Ayah??"

Hanya itu yang bisa di ucapkan Anin. Dia tidak menyangka bahwa prosesnya akan secepat ini. Padahal tadi malam, saat dia menghubungi Bundanya kembali sejak kejadian penolakan tersebut, Bunda tidak pernah membahas hubungannya dengan Yusuf sama sekali. Jangankan membahas, disinggung soal Yusuf saja tidak pernah. Dan Anin memilih untuk mencari topic lain saat menelepon Bundanya karena tidak ingin hubungannya dengan Bundanya kembali menegang.

"Lebih cepat bukannya lebih baik??"

Ayah dengan senyum lebar membalikkan pertanyaan tersebut kepada Anin. Semua orang yang ada disitu, tertawa dengan renyah. Dan Anin hanya menatap Yusuf yang sudah tersenyum kepadanya.

"Akhirnya, kamu bakal jadi mantu Umi juga..."

Kata Umi kepada Anin sambil menggenggam tangannya Anin. Anin pun hanya membalas dengan senyuman dengan sedikit melirik ke arah Bundanya yang sekarang juga tersenyum melihat Anin. Sekarang Anin merasa lega, karena Bundanya tersenyum kepadanya bertanda bahwa memang Bunda telah menyetujui semua keputusan yang sebernarnya belum di ketahui oleh Anin secara keseluruhan.

"Akhirnya, kita bisa..."

Yusuf mengajak Anin berbicara tanpa suara dan Anin hanya membalasnya dengan senyuman. Dalam hantinya sekarang begitu lega dan bersyukur, karena satu ujian telah berhasil di lewati.

***