webnovel

Part 3 - KEJUTAN

***

Seharian ini Anin terasa di buru-buru dengan berbagai laporan yang harus dia serahkan besok sebelum rapat bulanan rutin yang seharusnya di laksakan sebelum lebaran. Namun rapat tersebut ditunda sampai menunggu pengganti Pak Effendi yang di pindahkan ke perusahaan cabang lainnya. Terlebih Franda lagi-lagi meminta izin kepadanya untuk pulang cepat, karena dia ingin membereskan rumah barunya bersama Riki. Suaminya Franda. Membuat Anin menjadi tidak tega menahan Franda untuk membantunya menyelesaikan laporan.

Bahkan Anin pun hanya mampu mengganjal perutnya dengan roti dan kopi yang sengaja dia beli dari kantin kantor, karena tidak sempat makan nasi. Jujur, ini sangat menyiksa cacing dalam perutnya yang mulai berdemo.

"Bentar lagi, Anin..."

"Tinggal satu halaman lagi..."

Gumam Anin dengan dirinya sendiri. Dirinya sendiri juga bisa memastikan pasti tinggal dirinya saja yang ada di kantor. Hari ini, dirinya tidak mau memiliki pekerjaan kantor dirumahnya. Dia ingin memastikan bahwa setelah dia ada di rumah, dirinya benar-benar harus menidurkan badannya tersebut.

Save... Enter...

Jangan remehkan kemampuan Anin dalam mengetik. Meskipun sekarang pekerjaannya dalam bidang bisnis, tapi tetap saja dia tidak bisa menghilangkan kemampuannya yang membuat dia mendapat title S1 Informatikanya. Dengan title tersebut, seolah computer sudah menjadi bagian dalam hidupnya. Yang terkadang membuat dirinya disebut 'Komputer Berjalan'.

***

Jam 22.00

Segera saja Anin menghela nafas setelah melirik jam tangan digital yang ada di tangan kanannya. Tapi dia lega karena dirinya tidak perlu menginap hanya sekedar menyelesaikan laporannya. Anin segera keluar menuju tempat parkir mobilnya. Namun sekarang yang dilihatnya adalah, sebuah mobil Mercy yang pasti keluaran terbaru entah pemiliknya siapa menghalangi jalan keluar mobilnya. Dia juga tidak bisa bergerak kemanapun karena di belakang dan sebelah kanan adalah tembok sedangkan sebelah kiri masih ada mobil milik kantor. Untung hari ini moodnya tidak sejelek biasanya, sehingga dia tidak perlu menendang mobil yang ada di hadapannya sekarang.

Anin segera melapor ke satpam untuk membuat pemberitahuan kepada siapa saja pemilik mobil Mercy tersebut sebelum mobil itu menjadi sasaran kemarahannya, karena berhasil menggagalkan rencananya malam ini. TIDUR.

15 menit kemudian...

Anin masih setia menunggu sekalipun akhirnya dia sudah menendang ban mobil mercy tersebut yang membuat alarm-nya berbunyi. Tapi seketika itu juga, bunyi tersebut sudah berhenti. Anin mencari seseorang yang sudah mematikan alarm tersebut yang pasti adalah pemilik mobil tersebut. Setelah dilihatnya, ternyata Yusuf yang sudah ada di sampingnya. Entah kapan dia sudah ada disana yang pasti membuatnya kaget sekaligus malu.

"Maaf ya, tadi yang parkir mobilnya ini si Hendi. Dan gue ngga tau kalau ternyata dia parkirnya kaya gini".

Yusuf rasanya juga ingin mengumpat dengan tingkah Hendi yang hanya dia beri tugas untuk memarkirkan mobilnya harus membawa masalah seperti sekarang. Belum mendapatkan respon dari Anin, dia segera masuk ke dalam mobilnya untuk memindahkan posisi mobilnya tersebut. Dia segera keluar dan menghampiri Anin kembali.

"Jam segini masih di kantor?? Lembur??"

Kali ini Yusuf berhasil membuyarkan lamunan Anin.

"Ehh,.. ada kerjaan aja yang ngga pengen di bawa pulang".

Jawab Anin dengan lirih, namun Yusuf masih bisa mendengarnya.

"Pulang bareng aja ya?? Udah malem lho??"

Entah ada angin apa, Yusuf berbicara seperti itu kepada Anin. Dia sendiri juga tidak menyadari apa yang baru saja dia katakan. Anin sekali lagi terkejut dengan apa yang teradi saat ini.

"Ngga usah, pak.. Eh maksudnya Mas..."

"Lagian udah biasa kog pulang jam segini..."

"Kalau begitu aku pulang duluan, Mas... Hati-hati ya... Assalamualaikum..."

Anin buru-buru masuk dalam mobil nya. Segera dia memasang seat-belt dan menghidupkan mobilnya. Dia sempat membunyikan klaksonnya ketika melewati Yusuf yang masih berdiri di samping mobilnya.

"Hati-hati ya..."

Kata Yusuf yang masih bisa di dengar oleh Anin yang sudah agak jauh meninggalkan Yusuf.

Yusuf segera masuk dalam mobilnya untuk pulang. Dirinya masih tidak menyangka bahwa dirinya akan bertemu dengan juniornya semasa kuliah itu yang dia kenal secara tidak sengaja dalam organisasi yang mereka ikuti. Sekalipun tidak terlalu mengenal Anin saat itu, namun dirinya pernah menyuruh Anin untuk membantunya melaksakan program kerja divisinya. Padahal saat itu, Anin berada di divisi lain. Tapi Anin dengan santai mengiyakan tawaran Yusuf.

***

Anin yang tidak kalah wibawanya dengan para petinggi kantor lainnya menyampaikan laporan keuangan bulanan sekaligus agenda perusahaan selanjutnya, karena orang yang seharusnya menyampaikan hal tersebut berhalangan hadir.

Di kantor, selain memiliki julukan sebagai karyawan terbaik. Anin juga mendapatkan julukan lainnya sebagai TROUBLEMAKER. Bukan masalah yang mengakibatkan kerugian untuk kantor, namun masalah yang membuat beberapa pegawai harus mengelus dada menyediakan lautan kesabaran saat pekerjaan yang mereka kerjaan tidak sesuai dengan harapan Anin.

Yusuf yang sudah mendengar hal tersebut dari Hendi dan pernah mendengar sendiri dari beberapa karyawan yang bergosip ria membicarakan kejengkelannya kepada Anin. Saat itu, dia hanya bisa menahan tawa dan di hadapan Hendi dia sampai menangis karena tertawa yang tidak pernah berhenti. Dia tahu bahwa Anin itu seorang yang hanya menerima hasil pekerjaan secara perfect. Tapi dia tidak menyangka bahwa sikapnya itu masih terbawa sampai sekarang. Dan sekarang, dia ingin melihat secara langsung hasil kinerja dari Anin yang Almost Perfect.

Sesuai dengan perkiraan, tidak ada kesalahan sedikitpun dalam laporan dan presentasinya hari ini. Padahal hari ini pasti dia kurang tidur karena tadi malam dia harus melembur semuanya dan di tambah berurusan dengan mobilnya.

***

Hendi yang sedari tadi memperhatikan Yusuf yang senyum-senyum sendiri sejak rapat, tepatnya saat giliran Anin untuk membacakan laporannya sampai dia masuk kedalam ruangannya.

"Woii... ngapain lo senyum-senyum ngga jelas kaya gitu?"

Yusuf masih senyum-senyum sendiri sekalipun dia sekarang agak sebal dengan Hendi.

"Ganggu aja... Ini lagi di kantor ya.. bukan di luar. Panggil Pak Yusuf kek. Ini malahan pake lo-lo".

Gerutu Yusuf yang tidak sadar bahwa sedari tadi Hendi memang masih memanggilnya 'Pak Yusuf'. Namun Yusuf sendiri yang membuat Hendi tambah gemas. Andai saja, nasib pekerjaannya tidak ditangan Yusuf, mungkin saat ini dia akan menjitak kepala Yusuf dan mengumpat sesuka hatinya.

"Terpesona sama Anin ya??"

Hendi asal tebak, karena memang kalau dilihat Yusuf hanya memperhatikan gerak-gerik dari Anin. Apapun yang dilakukan Anin akan menarik perhatian dari Yusuf. Tapi mungkin tebakannya kali ini memang benar. Yusuf langsung melotot kepadanya. Dia tidak menyangka bahwa Hendi mengetahui apa yang sedang dia pikirkan sekarang.

Tunggu dulu...

Gue terpesona sama Anin??

Yusuf pun siap menyemprotkan sanggahannya. Dia tidak mungkin terpesona dengan Anin. Selama ini dia hanya menganggapnya sebagai junior di kampusnya. Tidak kurang dan tidak lebih dari itu. Tapi kalau boleh jujur, Anin memang lebih cantik dari biasanya. Dia mengenakan rok hitam model A, kemeja warna hitam serta vest batik dengan dominasi warna kuning dan tidak ketinggalan jilbab yang dia selaraskan dengan rok dan bajunya membuat dirinya tampil lebih cantik. Hari ini dia juga tidak menggunakan sneakersnya seperti biasa, melainkan sepatu flat yang berwarna merah maroon membuatnya lebih anggun dari hari biasanya. Sekalipun dia tidak berhasil menyembunyikan wajah kurang tidurnya, tapi dia memang terlihat berbeda dari yang terlihat oleh Anin. Yusuf yang melihat hal itu untuk pertama kali, tidak menyangka bahwa Anin bisa tampil seanggun tadi. Dan kini, Yusuf kembali pada pikirannya tentang Anin hari ini yang membuatnya tidak jadi memarahi Hendi karena sifat sok tahu nya tadi.

"Jadi, lo emang beneran terpesona sama Anin?? Alhamdulillah Ya Allah... Engkau telah membuat sahabat hamba-Mu ini move on..."

Kata Hendi sambil mengusapkan kedua tangannya ke mukanya. Dia tidak percaya bahwa akhirnya, sahabatnya yang susah move-on itu, bisa melihat kehadiran perempuan didunia ini.

"Maksud lo tadi apaan?? Gue udah move on kog. lo aja yang ngga tahu".

Bantah Yusuf yang merasa tersindir oleh maksud dari move-on yang di ucapkan sahabatnya tadi.

"Iya, lo emang udah move-on, tapi baru aja".

Hendi masih terkekeh melihat ekspresi dari Yusuf.

"Oiya, gue tadi kesini cuma mau kasih tahu kalau besok lo ngga usah ke kantor. lo langsung aja dateng ke lokasi proyek yang baru di Jogja".

"Besok Anin juga ikut ke Jogja buat gantiin pak Erwin".

Hendi mencoba menggoda Yusuf. Mendengar hal itu, Yusuf siap melempar bolpoinnya kearah Hendi. Tapi, Hendi yang sudah siap dengan bagaimana respon dari Yusuf, segera menghindar dan keluar dari ruangan boss-nya tersebut.

Jadi, besok Anin juga ikut ke Jogja???

***

Hari ini, Anin berangkat ke Jogja untuk pekerjaannya bersama Arwi. Adiknya itu bilang bahwa dirinya ingin jalan-jalan ke Jogja. Jadi daripada dirinya harus naik motor, panas ngga ada temen buat ngobrol, jadinya dia merengek untuk meminjam mobil kakaknya tersebut. Sekalipun ngga ada teman, tapi setidaknya dia tidak akan kepanasan. Tapi kebetulan sekali, hari ini Anin akan mengunjungi proyek baru dari kantornya yang berada di Jogja, membuatnya tidak bisa menolak tawaran dari Arwi. Itung-itung, dia dapat tidur selama perjalanan nanti. Timbunan rasa kantuk dari seminggu yang lalu.

"Mbak... nanti mau di jemput jam berapa?? Biar gue siap-siap nanti. Ngga pake acara ngaret".

Arwi tahu benar bahwa kakaknya itu paling tidak suka dengan kata menunggu.

"Gue juga ngga tahu. Seharusnya sih, sebentar aja. Tapi katanya juga ada masalah yang mesti di selesain sama perusahaan gue. Jadi mungkin ya, gue tunggu sampai sebelum maghrib. Kalau sampai maghrib lo belum jemput juga, gue jitak ini kepala".

Anin sudah menjitak Arwi yang masih berkonsentrasi dengan menyetirnya membuat Arwi meringis mendapat jitakkan di kepalanya.

"Belum juga telat, udah main jitak. Apalagi kalau gue telat?".

Arwi masih mengelus kepalanya. Dia tidak menyangka bahwa dirinya harus mempunyai kakak super bawel seperti Anin. Sekalipun dia tahu bahwa Anin akan memberikan apapun keinginannya. Termasuk IPhone terbaru yang sekarang ada di sakunya.

"Tapi thanks banget lho mbak. lo udah mau beliin gue IPhone. Seri terbaru lagi".

Anin hanya tersenyum mendengar apa yang dikatakan Arwi tadi.

"lo mah baik sama gue kalau ada maunya aja".

Sindir Anin yang hanya membuat Arwi tersenyum.

"Pokoknya makasih banget. Padahal lo sendiri juga belum punya HP kaya ginian".

Arwi menarik pipi Anin dengan gemas.

"Eh, lo itu kurusan ya??"

Arwi merasa bahwa pipi kakaknya tidak se-cubby biasanya.

"Ngga usah sok ngurusin badan. Badan udah tingginya kurang gitu kog, malah mau di tambah kurus aja. lo mau kaya taoge??"

"lo itu ya, di depan Bunda sama Ayah aja sopannya kebangetan sama gue. Sedangkan kalau lagi berdua kaya gini. Jangankan pake aku-kamu, lha ini pakenya lo-gue".

Anin mencoba mengalihkan pembicaraan. Sebenarnya, dia sendiri juga tidak terlalu memperhatikan berat badannya. Sudah cukup dengan tinggi badan yang kurang yang membuat dirinya masih sering dianggap sebagai anak SMA sampai sekarang.

Arwi hanya tertawa mendengar pernyataan dari kakaknya tadi. Dia yakin bahwa apa yang dikatakan Anin tadi hanya sekedar pengalihan topic. Anin dan dirinya memang tidak mau terbebani dengan status kakak-adik saat santai seperti ini. Itulah yang membuat Arwi sudah terbiasa menggunakan bahasa lo-gue dengan kakaknya, kecuali jika mereka ada dirumah. Bisa-bisa dia kena timpuk dari Bundanya yang masih menjunjung tinggi unggah-ungguh. Dan Anin tidak mempermasalahkan hal itu.

Tanpa terasa, Anin sudah tertidur dengan kepalanya bersandar pada jendela kaca mobilnya. Arwi segera melindungi kepala kakaknya tersebut dengan tangan kirinya yang masih bebas yang membuat Anin mencari posisi ternyamannya lagi. Arwi hanya tersenyum melihat bagaimana keadaan kakaknya saat ini. Dia sangat bersyukur sekaligus khawatir. Bersyukur karena Allah telah memberikan kakak yang begitu bertanggung jawab dengan keluarganya sekalipun dirinya seorang perempuan. Disisi lain, dia juga khawatir karena selama ini dia hanya melihat Anin bekerja keras tanpa memperhatikan dirinya sendiri, khususnya kehidupan pribadinya.

***

"Mbak, nanti kalau mau pulang langsung hubungi gue ya. Gue mainnya cuma daerah jogja aja kog".

Anin hanya menanggapinya dengan deheman sambil membuka pintu mobilnya. Anin tidak percaya dengan apa yang di katakan Arwi bahwwa dirinya hanya main disekitar Jogja dengan waktu seharian itu di tambah sekarang dia membawa mobilnya. Arwi itu memang bocah petualang. Bahkan dia sempat tidak ada kabar selama 3 hari dan ternyata dia sudah ada di Raja Ampat dan baru pulang seminggu kemudian.

"Mbak, jangan lupa makan ya?".

Arwi mencium punggung tangan Anin dan mencium kedua pipi kakaknya tersebut. Sudah kebiasaan mereka sejak kecil dan susah untuk di hilangkan kecuali pas Arwi lagi di depan teman-temannya.

"Bawel lo..."

"Assalamualaikum..."

Anin langsung ngloyor pergi tanpa memperhatikan Arwi yang masih melihatnya.

"Waalaikumsalam... hati-hati mbak..."

Arwi pun langsung melesat mengendarai Outlander Sport yang sebenarnya sudah lama dia taksir sejak kakaknya itu membelinya. Dia juga tidak mungkin meminta kepada orangtuanya, karena dalam keluarganya memiliki prinsip tidak akan memberikan fasilitas kepada anaknya yang tidak ada manfaatnya. Seperti mobil. Membuat Arwi harus bersabar.

Kedatangan Anin ternyata sudah di tunggu oleh Yusuf, Hendi dan beberapa staf lainnya yang sudah ada di lokasi lebih awal.

"Assalamualaikum..."

"Maaf telat, tadi jalannya lumayan macet".

Anin sedikit membungkuk karena malu pada dirinya yang telat sedangkan orang yang mempunyai jabatan lebih tinggi darinya sudah hadir. Khususnya Yusuf. Dia tidak tahu bahwa Yusuf juga ikut dalam kegiatan hari ini.

"Waalaikumsalam.. Ngga papa kog. Lagian kita juga baru dateng".

Ucap Hendi untuk meringankan suasana. Dia tidak ingin pekerjaan lapangan seperti ini bisa seruwet bila sudah memasuki area kantor.

Akhirnya, mereka pun melanjutkan kegiatan mereka. Mengelilingi lokasi proyek dengan sesekali menanyakan masalah yang terjadi di area proyek. Yusuf yang melihat Anin sedang mengarahkan sesuatu kepada salah satu pengawas proyek, terlihat sekali jiwa kepemimpinannya sekalipun dia seorang perempuan.

Tidak terasa, matahari sudah tepat di atas ubun-ubun mereka. Saatnya istirahat dan kunjungan lapangan hari ini juga selesai. Anin tidak menyangka bahwa kunjungan seperti ini juga menguras energinya. Dia segera mengirim pesan ke Arwi yang berjanji akan menjemputnya lagi.

To : my ketjeh lovely brother

(yang pasti yang kasih nama kontak seperti itu adalah pemilik nomor tersebut, bukan Anin)

Dek, sekarang lo dimana??

Jemput gue sekarang..

Gue tunggu di tempat tadi.

Anin memutuskan sholat dhuhur terlebih dahulu sambil menunggu adiknya yang pasti masih diperjalanan. Sholat berjamaah di mushola dekat lokasi proyek di tambah dengan suara sang Imam yang tidak asing bagi Anin membuatnya lebih tenang daripada tadi sebelum dirinya sholat. Suara siapa lagi kalau bukan suara Yusuf yang sekarang ini lebih sering menjadi Imam di mushola kantornya tersebut.

Selesai sholat, Anin memutuskan untuk menunda acara makan siangnya. Apalagi dia juga tidak terbiasa untuk makan siang. Anin masih menunggu Arwi yang sampai sekarang belum membalas pesannya.

"Dek, mau pulang??"

Tanya Yusuf yang setengah berlari menghampiri Anin yang hanya di balas dengan anggukan.

"Ngga makan dulu??"

"Ngga usah, Pak. Lagian saya mau di jemput sama adik saya".

Kali ini Anin menjawab pertanyaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Tapi orang yang ditunggu-tunggu tidak datang juga. Dasar ARWI.

"Lebih baik Pak Yusuf makan aja duluan".

Yusuf hanya mengeryitkan keningnya. Di panggil 'Pak' lagi. Ok, mungkin bagi Anin ini masih jam kantornya.

"Ngga kog, saya hanya nungguin Hendi ambil mobil saya".

Yusuf mencoba mengimbangi cara berbicara Anin yang masih formal.

Anin tidak terlalu menghiraukan apa yang di katakan boss-nya tadi. Sekarang dia berkutat dengan HP-nya. Dia sudah berkali-kali menelpon Arwi, namun hanya jawaban dari operator yang dia dengar bahwa panggilannya tidak terjawab.

Yusuf yang sudah ada di dalam mobilnya, membuka kaca bagian penumpang.

"Kamu beneran mau nungguin adikmu??"

Yusuf memastikan Anin benar-benar akan di jemput oleh adiknya.

From : my ketjeh lovely brother

Mav kak.. aku ngga bisa jemput kakak sekarang.

Gue masih di Borobudur sekarang.

Kalau masih mau nungguin, gue sekarang langsung balik deh.

Yusuf masih menunggu jawaban dari Anin yang tiba-tiba hening, karena sekarang lawan bicaranya lebih berkonsentrasi mengetikkan jarinya ke HP-nya tersebut.

To : my ketjeh lovely brother

Ngga usah..

Gue bareng sama temen aja kalau gitu..

Baik-baik lo sama mobil gue..

Anin hanya menggerutu. Ngga mungkinlah seorang ARWI pulang cepat saat liburan. Adanya, jam dalam sehari itu bisa ngaret sampai 30jam. Tapi salahnya juga sih yang tadi dia bilang akan pulang sebelum maghrib, karena harus mengurus masalah kantor di lokasi yang ternyata hanya urusan perizinan dan sudah di urus oleh Hendi. Dia sudah tau bahwa pasti kejadiannya akan seperti ini.

Sekarang Anin melihat Yusuf yang masih setia menunggunya. Memastikan apakah tawaran yang sempat di ajukan Yusuf masih berlaku untuk saat ini. Kalau di pikir lagi, dia bisa hemat ongkos pulang. Sekalipun dia bisa menghemat dengan naik kereta api. Tapi tetap saja dia harus naik bus untuk sampai ke statiun.

"Pak, tawarannya masih berlaku??"

Anin menggaruk kepalanya yang tertutup jilbab warna pink pastelnya tersebut.

Yusuf langsung membuka pintu dan Anin dengan sigap langsung masuk ke dalam mobil tersebut.

"Lho Pak Hendinya mana??"

Anin mencari sosok Hendi yang biasanya selalu berada di samping Yusuf sambil mengenakan seat beltnya.

"Oh... Hendi masih ada urusan sama bagian pengawas proyek. Jadi dia masih disini. Lagian dia bawa mobil sendiri, jadi ya gue tinggal aja".

Jawab Yusuf sambil tersenyum ringan kepada Anin.

Anin menatap aneh Yusuf. Sejak kapan Yusuf yang dia kenal menggunakan kata-kata 'GUE'.

Sadar dengan tatapan heran dari Anin langsung menyadari apa yang baru saja dia katakan.

"lo ngga usah kaget gitu. Sebenarnya gue udah biasa ngomong pake kata-kata macem gini. Cuma pasti dek Anin ngga biasa ya buat dengernya".

"Ngga kog, Pak. Cuma aneh aja..."

"Pak Yusuf ngga papa, kalau dalam mobil ini cuma ada dua orang??"

Anin mencoba menyadarkan ingatannya tentang Yusuf. Yusuf yang menurutnya akan segera menjauh dari situasi dimana hanya menyisakan satu orang cowok dan satu orang cewek.

"Jangan panggil pak dong. Panggil kaya biasanya. Lagian ini masih jam istirahat".

Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 13.15. Jadi jam istirahat sudah lewat 15 menit yang lalu.

"Yang penting kan ngga ada nafsu... Masih menjaga pandangan dan pikiran".

Jelas singkat Yusuf yang membuat Anin hanya menganggukkan kepalanya. Tapi dalam pikirannya sekarang dia tidak habis pikir mengapa pandangan hidup orang yang ada di sampingnya itu seakan berubah. Ada yang berbeda dan itu semua masih menjadi teka-teki dalam pemikiran Anin.

Akhirnya, mereka memilih diam diselingi dengan music yang sengaja di putar Yusuf untuk menghilangkan rasa sepi. Anin tidak mempermasalahkan hal tersebut. Namun setelah dipikir-pikir kembali. Ini bukan jalan untuk balik ke Solo. Ini masih di sekitar Jogja. Sebenarnya, Anin penasaran. Namun dia juga tidak bisa berbuat banyak. Mungkin ini salah satu jalan menuju ke Solo yang belum pernah dia lewati.

Anin memutuskan untuk tidur berharap saat dia bangun, dia sudah ada di depan kantornya.

***

Sedari tadi, Anin mencoba untuk memejamkan matanya. Namun usahanya gagal dan membuat Anin sering menggeser-geserkan posisi duduknya. Tidak biasanya dia tidak bisa tidur, apalagi kalau sudah ada di dalam mobil dalam keadaan menumpang seperti ini. Ditambah dengan degupan jantungnya yang seakan seperti orang habis lari marathon. Padahal sedari tadi dia hanya duduk-duduk saja dan saat bekerja tadi dia hanya berjalan sambil sesekali berhenti bertanya tentang proyek kepada salah satu pekerja.

"Kamu ngga nyaman ya??"

Yusuf mencoba memecahkan kesunyian dalam mobilya. Sedari tadi dia memikirkan kata-kata apa yang cocok dia gunakan untuk berbicara dengan Anin. Dan akhirnya dia memilih bahasa 'AKU-KAMU'. Formal namun masih bisa di bawa asik.

"Ngga kog mas..."

Jawab Anin bohong. Sebenarnya tidak 100% bohong, karena saat ini dia berada di mobil mewah yang pastinya buat siapapun yang naik pasti langsung merasakan kursi empuk dalam mobil tersebut. Namun berada di satu mobil bersama Yusuf membuat semuanya terasa berbeda.

"Ehhhhmmm..."

Hanya itu. Dan berakhir seperti itu. Tapi semakin lama, Anin merasa yakin bahwa mereka itu masih di Jogja dan sekarang mobil tersebut malah memasuki perumahan mewah.

Satu...

Dua...

Tiga...

Empat...

Mobil itu akhirnya berhenti di rumah keempat yang mereka lewati. Rumah yang menurut pandangan Anin masih bernuansa asli Jawa karena model Joglo di bagian depannya, namun ada nuansa modern karena rumah tersebut berlantai dua. Itulah yang ada di pikiran Anin sekarang.

"Ini rumah orangtuaku yang di Jogja. Mumpung aku ke Jogja, jadi sekalian mampir".

Hahhh...

Mampir??

Tapi kenapa ngajak gue lagi...

Namun, Anin hanya memberikan ekspresi anggukan saja. Dia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Pikiran dan tubuhnya memang tidak bisa diajak kerjasama sedari tadi.

Tunggu dulu...

Kalau ini rumah orangtuanya mas Yusuf..

Berarti bentar lagi gue... HHHHUUUUWWWWAAAA...

Jantung Anin berasa mencelos keluar. Takdir macam apa seperti ini. Kalau memang pengen mampir, kenapa harus nawarin tumpangan buat balik ke Solo. Kalau kaya gini, gimana mau baliknya. Dan Anin juga teringat, bahwa hari ini dia hanya memakai baju seadanya. Celana Jeans hitam, baju batik dengan lengan ¾, jilbab paris segiempat andalannya dan tak lupa sneaker warna putih yang sudah berubah warna menjadi cream karena terkena debu di lokasi proyek. Dia memang ingin berpenampilan simple, apalagi dengan agendanya hari ini yang mengharuskan dirinya terjun ke lapangan langsung. Tapi kalau ketemu sama keluarganya Yusuf yang dia yakini memiliki pemahaman Islam yang sudah kuat itu membuat badan Anin serasa lemas. Mau jadi apa nak, kalau pakaianmu aja masih kaya gitu.

"Ayo..."

Ajak Yusuf yang sudah membukakan pintu mobilnya kepada Anin. Anin pun segera kembali pada kehidupan nyatanya. Dia tidak ingin berpikiran yang aneh-aneh. Tapi kalau kaya gini siapa juga yang ngga bakal mikir yang aneh-aneh.

***

Yusuf segera membuka pintu rumahnya. Rumah orangtuanya. Dia sendiri juga tidak tahu dengan apa yang dilakukannya sekarang. Entah dasar apa dia ingin mengenalkan Anin kepada keluarganya. Khususnya orangtuanya.

"Assalamualaikum..."

Teriak Yusuf. Yang ternyata para penghuni rumahnya sudah ada di ruang tamu.

Anin yang begitu gugup, hanya bisa meremas-remas tangannya yang sudah berkeringat dingin. Menghadapi calon investor saja, Anin dapat menghadapinya dengan baik. Tapi ini, yang akan dia temui bukanlah orang sembarangan. Mereka adalah orang tua dari Yusuf.

"Waalaikumsalam..."

Terlihat perempuan paruh baya yang mengenakan jilbab yang menurut Anin itu sangat besar, namun tetap memberikan kesan anggun tersebut menghampiri mereka berdua yang masih di ambang pintu. Yusuf segera mencium punggung tangan perempuan tersebut yang di yakini Anin adalah ibunya Yusuf. Kemudian Anin pun segera mengikuti Yusuf untuk menyalim tangan lembut tersebut dengan sopan ditambah cipika-cipiki ala ibu-ibu. Dan benar saja apa yang ada di pikiran Anin. Hampir semuanya berpakaian menurut syariat Islam, kecuali ada satu perempuan yang masih kira-kira umurnya 30-an masih berpakaian santai. Terlihat dari caranya berjilbab. 11:12 dengan Anin.

"Aduh, nak... udah lama kamu ngga pulang ke Jogja. Ngga kangen sama Umi??"

"Baru aja seminggu Yusuf kesini..."

Jawab Yusuf yang mengumbar senyum ke Uminya.

"Wah ini pasti calon mantu Umi yang dibicarain Yusuf tadi pagi".

Kali ini, Anin tidak dapat menyembunyikan rasa kagetnya.

WHAT????

CALON MANTU???

GUE NGGA SALAH DENGER KAN???

Anin masih dengan kesadaran penuh menahan kekagetannya. Namun sedetik kemudian...

"lo phedofil ya?? Masih kecil kaya gini mau di jadiin istri??"

Ini lagi...

Siapa yang mau di jadiin istri siapa??

Anin semakin pusing mendengar pembicaraan yang ngga karuan ini. Perempuan yang sudah dia kira akan 11:12 dengannya ini malah ikut nimbrung, sepaham dengan apa yang di katakan Ibunya.

"Enak aja kamu mbak. Ngatain adiknya Phedofil. Dia seumuran kali sama Ifa".

Yusuf menanggapi pertanyaan dari yang sudah bisa di pastikan bahwa dia itu kakaknya Mas Yusuf. Sedangkan yang bertanya tadi hanya terkekeh karena merasa berhasil menggoda adiknya.

"Kenalin... Ini ANINDIYA ANASTASYA KAMIL... calon ISTRI".

Anin langsung menoleh menatap Yusuf yang balik menatapnya dengan senyum kharismatik yang siap membunuh syaraf malu setiap perempuan yang melihatnya karena tidak mau barang sedetik pun kehilangan senyum tersebut. Dia hafal nama panjang dari Anin.

Iyalah Anin...

Mas Yusuf kan atasan lo... wajar aja kali kalau dia tahu dan kebetulan dia inget nama panjang lo...

Anin tidak tahu mengapa dirinya memilih untuk berbicara dalam hati sedari tadi. Tapi, Yusuf memperkenalkan Anin sebagai calon istrinya di hadapan keluarganya. Suara riuh ucap syukur dari keluarga tersebut serasa menggema. Anin tidak tahu harus berbuat apa. Dia langsung nimbrung dengan keluarga yang terlihat sangat hangat tersebut sambil menyalami satu-persatu orang yang ada di ruang tamu tersebut. Dan khusus untuk pria yang memiliki kemiripan mutlak dengan Yusuf, Anin mencium punggung tangan tersebut.

"Waahhh... ngga salah lo dek cari pasangan. Makanya gue jodohin ngga mau, lha udah punya pilihan sendiri yang cantik gitu kog".

Sekali lagi, Anin merasa jantung seperti melompat dari tempatnya. Tapi disisi lain ada rasa senang, kalau ternyata Yusuf memillihnya sebagai calon istri.

Tapi kenapa aku yang menjadi calon istrinya??

Bukankah Mas Yusuf sudah memiliki calon sendiri yang sudah lama bertunangan??

Pemikiran itu masih menggelayuti otaknya Anin. Memang beberapa waktu yang lalu Yusuf berkata bahwa dirinya belum menikah. Tapi belum menikah bukan berarti putus dari tunangannya dong. Sekarang dirinya harus dipusingkan dengan acara perkenalan dirinya sebagai calon istri dari Yusuf. Orang yang baru saja kembali dalam kehidupannya yang berhasil membuat banyak kejutan. Kejutan bahwa Yusuf belum menikah, banyak perubahan sifat dari Yusuf yang sulit di terka oleh Anin dan sekarang Yusuf menjadikannya sebagai calon pasangan hidupnya.

Takdir macam apa ini, Ya Allah...

***