webnovel

Part 12 - AFTER MARRIAGE

***

Setelah sholat subuh, Anin memutuskan untuk segera memasak apapun yang dapat dia masak hari ini. Setidaknya untuk sarapan dirinya dan suaminya. Ya, mulai kemarin dia sudah menyandang sebagai istrinya Yusuf. Anin tidak bisa untuk berhenti mengulas senyum diwajahnya setiap kali mengingat statusnya sekarang. Menjadi milik seseorang yang begitu dia cintai dan setelah sekian lama dia menunggu seseorang itu dengan penuh ketidakpastian, kini terbayarkan sudah oleh Allah yang justru mendekatkannya kembali dengan orang tersebut.

"Dek…"

"Dek Anin…"

Terdengar suara yang menggema di seluruh penjuru ruangan yang membuat Anin segera meninggalkan apa yang tengah dia kerjakan sekarang menuju ke sumber suara yang tidak lain adalah milik suaminya.

Anin segera membuka pintu menghampiri Yusuf yang tengah mengancingkan kemejanya.

"Ada apa sih, Mas?? Jangan jail lagi deh…"

Ungkap Anin sambil menyimpulkan dasi ke leher jenjang milik suaminya yang tertutupi kerah kemeja yang dikenakannya.

"Ngga ada apa-apa…"

Jawab Yusuf sambil mencubit pipi istrinya dengan lembut.

"Mulai nakal ya.."

Jawab Anin dengan menatap Yusuf sambil membenahi kemeja suaminya agar lebih rapi.

"Nakal sama istri sendiri ngga papa dong…"

Kata Yusuf sembari menyatukan keningnya dengan kening milik Anin yang membuat Anin tidak mampu lagi menatap suaminya tersebut.

"Mas itu pengen aku ngga kerja kali ya??"

"Ohh, jadi ngga pengen kerja?? Masih pengen lanjut yang tadi malem??"

Goda Yusuf dengan senyum lebarnya yang membuat Anin salah tingkah. Mengingat kejadian semalam yang serba pertama kali untuk Anin membuatnya malu sendiri setiap kali teringat. Padahal bukan itu maksud dari kata-katanya. Maksudnya bahwa dirinya akan tahan menahan setiap perlakuan Yusuf yang membuatnya tidak berkutik seperti sekarang.

"Ishhh, Mas apaan sih??"

"Kog apaan sih??"

"Mas itu loh, pagi-pagi otaknya minta di rinso-in…"

Anin akhirnya memilih untuk pergi meninggalkan Yusuf yang masih terkekeh mendengar setiap komentar dari Anin untuknya.

"Dek, ada yang lupa loh…"

Kata Yusuf sambil menghampiri Anin yang sudah membawakan tas kerja miliknya dan milik Yusuf.

Anin yang mendengar itu hanya menautkan kedua alisnya tanda tidak mengerti. Yusuf pun dengan jailnya langsung mencium pipi Anin sekilas, namun sudah cukup membuat sang empunya menjadi patung dalam sesaat sebelum tangan sebelah kanannya ada di dalam genggaman Yusuf dan berjalan keluar kamar.

Sampai di meja makan, mereka lebih memilih untuk makan dalam diam. Namun diantara keduanya masih tetap tersenyum ketika memandang satu sama lain. Seperti baru pertama kali bertemu. Saling curi-curi pandang.

"Maaf ya, Mas.. Cuma bisa masak kaya gitu aja…"

Ucap Anin sesaat ketika mereka sudah ada di mobil.

Sekarang, Anin dengan terpaksa memindahkan mobil kesayangannya ke rumah orangtuanya, karena Yusuf dengan PD-nya membawa 2mobilnya yang pasti langsung memenuhi garasi rumah Anin yang sebenarnya hanya muat untuk satu mobil saja.

"Tadi sayurnya enak kog…"

"Tapi Mas… kan cuma oseng kangkung sama telur mata sapi… Mas ngga papa kalau makannya kaya gituan??"

Anin sekarang menatap cemas suaminya yang masih berkonsentrasi dengan jalan.

"Ya Allah, emang mas makannya kaya gimana?? Makan emas gitu??"

"Ishhh, bukan gitu mas maksudnya…"

"Trus maksudnya gimana?? Apapun masakan yang kamu masak, inshaAllah mas akan makan itu. Mas ngga susah kog kalau urusan makan. Mas malah lebih suka masakan rumahan kaya tadi…"

Jawab Yusuf sambil memegang tangan Anin mencoba meyakinkan istrinya bahwa yang di katakan memang benar adanya.

"Maaf mas, aku cuma bisa masak macem kaya gitu…"

"Iya… nanti seiring berjalannya waktu, pasti kamu pinter masak. Apa sih yang ngga bisa buat Anin?? Istrinya Yusuf…"

Yusuf mencoba mengerti apa yang dirasakan istrinya. Padahal kalau boleh di bilang, masakan Anin memang enak. Sekalipun hanya oseng kangkung dan telur mata sapi. Bahkan sebenarnya Yusuf tidak menyangka bahwa Anin bisa masak, jika dilihat betapa sibuknya dia dengan pekerjaannya.

Sedangkan Anin hanya bisa berpikir, berjanji dalam hati jika ada waktu longgar, dia akan belajar masak. Malu kan kalau dirinya cuma bisa masak kaya gitu aja.

Tidak terasa mereka sudah berada di parkiran kantor. Anin mengulurkan tangannya, menyalim tangan dan mencium punggung tangan suaminya. Yusuf pun membalas dengan mencium kening milik Anin. Sungguh rasanya perasaan hangat menjalar antara keduanya. Mereka berdua pun segera turun dari mobil dan bergandengan tangan memasuki kantor. Beberapa karangan bunga tampak memenuhi lobi kantor sebagai ucapan selamat atas pernikahan mereka berdua. Beberapa karyawan pun menyapa mereka dan tidak lupa dengan ucapan selamat. Bahkan beberapa di antaranya menggoda Anin dan Yusuf dengan kata-kata yang menggoda. Yang sudah pasti berkaitan dengan malam pertama mereka.

Yusuf mengantar Anin sampai di ruangannya yang berada satu lantai di bawah ruangannya.

"Aihh, cieee.. pengantin baru. Ngga bisa pisah gitu…"

Franda dengan tatapan menggoda 2 atasannya yang mungkin seperti ABG yang baru pacaran.

"Pengennya sih gitu. Tapi malah banyak kerjaan sekarang…"

Timpal Yusuf yang membuat Anin menatapnya dengan pandangan tidak percaya.

"Cuti sehari atau dua hari kayanya ngga bakal ngancurin perusahaan deh…"

Jawab Franda yang sudah menahan tawanya setengah mati bersama Yusuf.

"Ya udah, Mas. Daripada disini Mas malah nglantur ngga jelas, mending Mas sekarang ke ruangannya Mas. Katanya banyak berkas yang mesti di tandatangani…"

"Iya iya… istriku yang WORKAHOLIC…"

Jawab Yusuf memberikan penekanan pada kata 'WORKAHOLIC' untuk Anin. Disaat seperti ini, bisa-bisanya istrinya mengingatkan tentang pekerjaan. Yusuf pun pergi dan tidak lupa dia mencubit kedua pipi Anin yang membuatnya semakin merah.

"Pamer aja terus…"

"Ishhh, Lo sendiri juga gitu pas awal nikah…"

Kalau di ingat-ingat lagi, Franda dan suaminya memang lebih parah daripada Anin dan Yusuf. Di awal pernikahan mereka, hampir setiap hari Riki akan menyempatkan waktunya untuk makan siang saat dirinya tidak ada urusan kerja di luar kota. Dan mereka berdua dengan PD-nya mengajak Anin untuk makan siang bersama yang otomatis hanya menjadi penghias mereka. Dan itupun Anin terkadang harus rela menjadi bahan ejekkan karena Anin masih betah menjomblo. Tapi sekarang, mungkin bolehlah dia sedikit pamer kebahagiaannya bersama Yusuf.

Anin pun segera memasuki ruangannya dan mengecek beberapa dokumen yang belum dia cek selama dia cuti. Semakin lama dia berada diluar bersama sahabat sekaligus asistennya itu membuat dirinya betah untuk ngobrol ngalor-ngidul yang pasti tidak ada ujungnya. Karena mereka berdua adalah tipikal orang yang suka menceritakan apa yang masing-masing mereka rasakan.

***

Sekarang Anin sedang menikmati malamnya sambil membaca novel yang belum sempat dia selesaikan. Sedangkan Yusuf, jangan ditanya lagi. Setelah makan malam, Yusuf kembali berkutat dengan dokumen yang belum sempat dia selesaikan di kantor.

Waktu sudah menunjukkan 00.00. Dan Yusuf melihat Anin sudah tertidur dengan posisi yang menurut Yusuf bukanlah posisi terbaik untuk tidur. Bagaimana tidak, dengan posisi tertelungkup seperti itu, bisa-bisanya Anin tidur dengan nyenyak seperti tidak ada masalah. Yusuf segera menutup laptop dan beberapa mapnya dan menghampiri Anin. Ternyata istrinya itu memang akan merasa bahwa dunia hanya menjadi miliknya saat tidur. Nyatanya Anin masih saja tertidur saat dia memindahkan posisi tidurnya. Yusuf pun segera menarik selimut dan sekarang dengan posisi menghadap ke Anin. Merapikan anak rambut milik Anin dan sang empunya akhirnya merasakan sentuhan itu terbangun.

"Mas, udah selesai sama kerjaannya??"

Tanya Anin yang masih mencoba mengerjabkan matanya dengan lucu membuat Yusuf tersenyum. Dengan mata yang besar dan bulu mata yang lentik, seolah itu adalah daya pikat tersendiri dari Anin bagi Yusuf.

"Udah… maaf ya buat kamu nunggu sampai ketiduran.."

Anin segera menggelengkan kepalanya dan mengulurkan tangannya mengusap pipi suaminya tersebut dengan lembut.

"Anin yang seharusnya minta maaf, karena malah ketiduran pas nungguin Mas…"

Kalau diingat lagi, Anin memang salah memilih tempat untuk menunggu Yusuf. Tidak seharusnya dia menunggu Yusuf di tempat tidur jika dia memang tidak ingin ketiduran karena kebiasaan buruknya yang langsung tertidur ketika mencium aroma bantal.

Yusuf semakin mendekatkan dirinya ke Anin memeluk Anin yang sekarang menelungkupkan kepalanya ke dadanya seperti bayi sambil mengelus punggung lebarnya. Yusuf suka dengan setiap sentuhan dari Anin. Dan ketika Anin merenggangkan pelukannya untuk menatap wajah suaminya, dengan gerakan cepat, Yusuf sudah mengecup bibirnya. Hanya mengecup saja, tapi begitu hangat karena mereka lakukan dengan ikhlas. Dan akhirnya Anin tertidur dalam dekapan Yusuf.

Ya Allah.. tak hentinya aku mengucap syukur kepada-Mu karena Engkau telah memberikan wanita yang terbaik untukku saat ini.

Meski belum ada cinta di antara kami, aku percaya bahwa Engkau akan mendatangkan cinta itu seiring berjalannya waktu…

Dan terimakasih untukmu, Dek… karena engkau dengan sabar menerima semua ini dengan tulus…

Batin Yusuf sembari mengusap pipi Anin dan mencium keningnya dengan khitmad serasa tidak ada waktu yang tersisa di esok hari. Yusuf pun akhirnya tertidur dengan masih tetap memeluk Anin yang kini menjadi posisi favoritnya saat tidur.

***

"Mas… bangun Mas… Mau sholat tahajud ngga??"

Seru Anin dengan suara yang lirih dengan menggoyang-goyangkan bahu Yusuf.

"Udah jam 3, Mas… ayo bangun dulu. Nanti keburu kesiangan sholatnya…"

Lanjut Anin melihat Yusuf sudah duduk di pinggir tempat tidur sambil mengucek matanya, persis seperti anak kecil yang dibangunkan untuk sahur yang sukses membuat Anin mengembangkan senyum di wajahnya.

Setelah keduanya berwudhu. Mereka segera menunaikan sholat tahajud dengan khusyuk. Untuk kesekian kalinya, Anin begitu tersentuh mendengar lantunan surat yang diucapkan dengan lembut nan tegas oleh Yusuf seakan baru pertama kali dia mendengarnya. Selesai dengan sholatnya, Yusuf pun melanjutkannya dengan doa yang sekali lagi membuat Anin tersentuh sampai menitikkan airmatanya. Yusuf yang mendengar isakkan dari belakang langsunng menghentikan doanya dan mencari tau mengapa istrinya tersebut malah menangis.

"Ada apa, Dek??"

Tanya Yusuf sambil mengusap airmata yang masih mengalir deras dari sumbernya. Bukannya jawaban yang di berikan oleh Anin, justru dia memeluk erat suaminya dan tangisnya justru semakin menjadi membuat Yusuf kebingungan dengan apa yang terjadi.

"Dek, kalau Mas ada salah bilang. Apa kamu marah, karena Mas tadi susah di bangunkan??"

Tebak Yusuf yang sebenarnya melenceng jauh dari apa yang terjadi. Tapi dia hanya mengira-ngira saja, siapa tau tebakannya memang benar. Masih tidak ada jawaban yang akhirnya membuat Yusuf hanya bisa mengusap punggung istrinya yang ternyata memang jauh lebih kecil dari miliknya.

"Sebenernya kamu kenapa?? Hm??"

Tanya Yusuf kembali setelah merasa Anin mulai merenggangkan pelukannya.

"Aku cuma merasa bersyukur Mas. Karena aku mendapatkan suami sepertimu, karena selama ini mendapatkan suami sepertimu bagiku hanya sebatas mimpiku Mas. Aku merasa tidak pantas jika aku mendapatkan suami sepertimu. Bagiku, cukuplah dia menjalankan sholat tepat waktu dan menjalankan semua yang hukumnya wajib untuknya. Mimpi mendapatkan suami yang taat dengan ibadah dan agamanya sepertimu serasa tidak pantas untuk seseorang sepertiku yang belumlah mengerti tentang agamaku dengan baik. Jadi aku mohon Mas, tuntunlah. Bimbinglah aku. Tegurlah aku jika aku ada salah, sebelum teguran itu datang dari Allah.."

Yusuf tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Anin. Sekali lagi dia merasa benar-benar beruntung mendapatkan Anin sebagai istrinya. Tapi ternyata perasaan yang Yusuf rasakan juga di rasakan oleh Anin. Mereka berdua merasa sama-sama beruntung mendapatkan satu sama lain.

"Jika kamu memang merasa tidak pantas untukku, maka berusahalah untuk memantaskan dirimu, Dek… walau sebenarnya, kamu dengan apa adanya dirimu saat ini sudah cukup untukku. Aku juga sama-sama baru mempelajari tentang Islam. Belum ada apa-apanya. Jadi kita akan mempelajarinya bersama-sama. Ingatkan Mas juga kalau Mas ada salah. Mas tidaklah sesempurna seperti yang kamu kira, Dek…"

Jawab Yusuf dengan senyum hangatnya memberikan semangat untuk istrinya. Ya dia ingin bahwa Anin menikmati hari-harinya bersama dirinya untuk selamanya. Yusuf berharap bahwa hal sebahagia ini tidak akan pernah terputus dari kehidupan rumah tangganya. Semoga Allah selalu berada di sisi mereka untuk menuntun mereka menuju jalan yang penuh dengan ridlo-Nya.

Anin pun hanya bisa menganggukkan kepalanya dan mengulas senyum untuk melegakan perasaan suaminya yang terlanjur panic melihat dirinya menangis.

Ya, akhirnya mereka tersenyum satu sama lain untuk saling menguatkan.

***

"Dek…"

Panggil Yusuf yang sudah menghampiri Anin yang kini tengah menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Tanpa menghiraukan kode yang di berikan oleh Yusuf, Anin pun sudah tau dengan kebiasaan Yusuf setiap paginya saat tengah bersiap untuk ke kantor. Yusuf akan memastikan bahwa Anin lah yang akan menyimpulkan dasinya.

"Serasa udah punya anak aja deh kalau kaya gini…"

Ledek Anin sembari merapikan simpulan dasi yang kini telah bertengger di kerah milik Yusuf.

"Tapi seneng kan ngrawat anak kaya Mas yang ganteng kaya sekarang??"

Goda Yusuf sambil menaik-turunkan alisnya yang membuat Anin langsung speechless.

"Ya Allah… Mas ini gudang PD-nya dimana sih?? Ngga pernah habis juga…"

"Lah, stok PD-nya Mas ya sekarang yang lagi Mas liat. Yang lagi cantik pake batik sama jilbab warna orange-nya…"

Kalau seperti ini, siapa juga ya ngga langsung klepek-klepek?? Mungkin hanya Anin saja yang langsung seperti itu, karena memang apapun yang dilakukan Yusuf untuknya, mampu mengalihkan dunianya hanya untuk melihat Yusuf saja.

"Mas ini ya… sukanya…"

"Ngga papa kali, Dek. Godain istri sendiri, daripada godain istri…"

Seketika itu juga Yusuf langsung mendapat cubitan di sekitar perutnya.

"AAwwww…"

"Kenapa Mas??Sakit banget ya??"

Tanya Anin dengan cemas yang melihat Yusuf meringis kesakitan. Padahal kalau di ulang kembali, bisa dipastikan bahwa cubitannya itu tidaklah sesakit seperti yang dirasakan Yusuf sekarang.

"Pedes banget sih cubitannya. Tapi masih pedes cubitannya yang…"

Belum sempat Yusuf melanjutkan kata-katanya, dia sudah mendapat sumpalan tempe goreng kedalam mulutnya. Biarlah seperti itu, daripada Anin mendapati suaminya yang sudah mesum di pagi buta seperti ini.

"Please ya Mas. Pagi-pagi jangan omes dulu deh…"

Kata Anin yang masih menatap Yusuf dengan sekuat tenaganya yang juga menahan detak jantungnya yang menggila di tempatnya sana serasa ingin berpindah tempat.

"Oh… jadi pengennya siang atau malem??"

Mendengar celotehan suaminya yang semakin tidak bermutu, membuat Anin memilih untuk mengalah. Sekarang dia memilih untuk menyiapkan bekal makan siang untuk Yusuf. Sudah satu bulan ini sejak mereka menikah, Yusuf memang sesekali meminta Anin untuk menyiapkan bekal untuknya. Katanya dia terkadang bosan dengan menu makan siang yang tersedia di kantin kantor. Ditambah Anin yang memang belum terbiasa untuk menikmati makan siang seperti orang normal, karena memang dia sudah terbiasa dengan dirinya yang tidak pernah makan siang.

Yusuf memang tidak bisa menampik bahwa dirinya mungkin sudah jatuh cinta dengan Anin. Terlebih dengan perhatian yang di berikan oleh Anin selama mereka terikat dengan ikatan halal ini, membuat dirinya memang selalu menantikan hari yang akan dia lalui bersama Anin. Serasa setiap hari seperti hari yang baru untuknya. Tidak pernah dia bosan untuk melewati dan menikmati harinya sekaligus selalu mengucap rasa syukurnya kepada Sang Pemilik Hati yang telah memberikan rasa yang teramat sangat membahagiakan untuk dirinya.

"Mas… nanti habis pulang dari kantor, belanja bulanan dulu ya??"

Yusuf pun hanya mengangguk sambil menikmati segelas kopi hitam yang dbuatkan Anin untuknya sesuai dengan pesannya.

Anin pun tersenyum melihat apa yang sekarang sudah menjadi pemandangan rutinnya selama sebulan ini. Melihat Yusuf, suaminya yang begitu hangat untuknya. Sekalipun belum pernah ada kata cinta yang keluar dari Yusuf, tapi Anin selalu yakin bahwa jika sudah waktunya, Allah akan menjawab semua doa-doanya yang selalu menyelipkan nama Yusuf agar mereka berdua selalu berada pada jalan yang penuh dengan ridlo Allah.

***

Sekarang Anin dan Yusuf sudah berada di pusat perbelanjaan. Apalagi kegiatan mereka selain belanja kebutuhan sehari-hari di rumah. Yusuf dengan setia mengikuti Anin sambil mendorong troli yang baru terisi sabun mandi dan pasta gigi.

"Mas bisa ambilin detergen ngga?? Anin lupa…"

Yusuf hanya mengangguk saja, sedangkan sekarang Anin sedang mencari pelembut pakaian favoritnya.

Yusuf pun datang dengan menenteng detergen sesuai dengan perintah Anin.

"Mas… bukan yang ini…"

Yusuf yang mendapatkan komentar seperti itu dari Anin hanya bisa menautkan kedua alisnya dengan lucu.

"Mesin cuci di rumah kan itu pintunya ada di atas. Jadi pilih detergennya yang ada tulisan 'Top Load'.."

Jelas Anin sambil menunjuk tulisan yang ada dalam kemasan detergen yang dibawa suaminya. Yusuf ternyata membawa yang 'Front Load'. Sedangkan mesin cuci yang ada di rumah itu 'Top Load'.

"Bedanya apaan??"

Anin sendiri juga tidak terlalu mengetahui alasan pasti akan perbedaan detergen yang sedang mereka bahas. Dan akhirnya Anin hanya memberikan cengiran kepada Yusuf sambil merangkul lengan suaminya.

"Kenapa malah mikir yang ngga jelas gitu. Mending sekarang kita cari barang lain…"

Anin pun mengajak Yusuf menari barang-barang lainnya dan membuat Yusuf terheran-heran dengan apa yang dilakukan oleh Anin terutama saat memilih buah-buahan. Hampir semuanya berwarna hijau. Mulai dari apel hijau, anggur hijau, pir hijau dan kiwi. Mungkin koleksi buah-buahan teresebut sedikit terselamatkan dengan adanya jeruk yang berwarna orange. Kalau tidak, entahlah. Yusuf tidak bisa membayangkannya.

Saat memilih camilan favorit mereka, yaitu ice cream dan wafer, secara tidak sengaja Anin bertemu dengan seorang pria yang entah mengapa sukses membuat Yusuf kembali dengan ekspresi yang selama ini dikenal oleh Anin. Ekspresi dingin dengan tatapan mata elangnya. Padahal Yusuf sendiri juga tahu bahwa pria itu memang satu kampus dengannya, mungkin juga satu jurusan dengannya.

"Anin…"

"Robbi…"

Robbi mencoba untuk menyalami Anin, namun Anin dengan sopan menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya. Robbi yang mengetahuinya langsung mencari kegiatan lain sebelum dia malu dengan apa yang baru saja dia lakukan.

"Ehhh… sama Ranita juga…"

Sapa Anin setelah melihat Ranita yang mendekat antara keduanya.

"Ahh, Lo juga bawa mas suami juga…"

Anin hanya tersenyum sambil melihat Yusuf yang mencoba tersenyum. Meskipun Anin tau bahwa senyum itu adalah senyum terpaksa khas milik suaminya.

"Ngga perlu gue kenalin lagi kan siapa namanya??"

Lanjut Anin mencoba mencairkan suasana yang ada.

Melihat situasi yang semakin mencekam membuat Anin memilih untuk mengundurkan diri mereka pulang terlebih dahulu setelah berbasa-basi membicarakan ini-itu. Sekalipun Yusuf mulai ikut nimbrung dengan pembicaraan antara Anin-Robbi-Ranita, tapi tetap saja Anin tahu bahwa suaminya kurang nyaman dengan kondisinya sekarang.

Setelah Anin dan Yusuf membayar dan menaruh barang belanjaan mereka kedalam mobil. Anin dengan malu-malu mencuri pandang ke arah suaminya, mencari celah agar suaminya bersikap seperti biasanya.

"Mas, mau mampir J.CO??"

Ajak Anin yang sebenaranya lebih condong memaksa, karena sekarang dia sedikit menarik Yusuf untuk mengikutinya.

Anin pun sudah menatap donat-donat yang terpampang di etalase. Dia memang takut dengan ekspresi dari suaminya, tapi dia juga tidak bisa membiarkan suaminya seperti itu. Biarkan sampai rumah baru akan dia jelaskan.

"Mas mau minum??"

Tanya Anin sembari menunjuk donat-donat yang akan dia bawa pulang.

"Americano.. Uno"

Jawab Yusuf dengan singkat dan tanpa embelan apapun, termasuk sebuah senyuman yang biasanya nangkring di wajahnya setiap kali bersama dengan Anin.

Anin pun hanya bisa menahan nafas. Dia memesan sesuai dengan apa yang di katakan Yusuf. Americano dengan ukuran Uno. Sedangkan dirinya memilih Iced Thai Tea ukuran Uno.

Setelah membayar dan mengambil pesannya, Anin mengajak Yusuf duduk sambil menikmati minuman mereka. Tidak ada pembicaraan special dan hangat seperti biasanya yang membuat Anin bosen setengah mati. Saat itulah, dia melihat area permainan yang biasanya dia kunjungi saat dia lagi jalan bareng Arwi.

"Mas, main Pump it up yuk??"

Ajak Anin yang langsung ngloyor begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Yusuf.

Yusuf pun hanya bisa mengikuti meskipun dirinya tidak menyangka bahwa sekarang wanita yang ada di hadapannya, yang sudah menjadi istrinya ingin main Pump it up. Dilihatnya, Anin begitu semangat memainkannya tidak mau kalah dengan anak kecil yang ada di sampingnya. Meskipun yusuf sendiri juga mengetahui bahwa istrinya itu jika dilihat sekilas memang masih terlihat seperti anak SMA.

"Mas, sini.. ayo ikut…"

Awalnya Yusuf menolak sambil menatap orang sekelilingnya yang sedang menatap dirinya dan Anin. Namun mau bagaimana lagi, sekarang dia sudah ada di samping Anin yang serasa tidak habis energinya dalam memainkan dance yang ada di layar. Awalnya, memang Yusuf sedikit ragu dicampur dengan malu, namun lama-lama, dia menikmatinya dan sesekali dia melempar senyumnya ke Anin. Ya, akhirnya Yusuf tersenyum lagi setelah berpuasa untuk tersenyum sejak kejadian belanja tadi.

"Dek.. kamu ngga capek main kaya gitu tadi?? Badan Mas aja rasanya mau rontok gini…"

Keluh Yusuf sambil membantu Anin membawa barang belanjaan. Sedangkan Anin membuka pintu rumah sambil tersenyum ceria. Dia memilih tidak menjawab pertanyaan dari Yusuf yang kelakuannya hari ini sukses membuat Anin bahagia.

"Assalamualaikum…"

Salam Anin ketika dia menapaki rumahnya dan menyalakan lampu.

"Waalaikumsalam…"

Jawab Yusuf segera menuju ke dapur menaruh kantung plastic yang penuh dengan barang yang mereka beli tadi.

"Mas mau mandi pake air anget??"

Tawar Anin ketika sampai dikamar mereka sambil menaruh tas kerja mereka.

"Mas langsung mandi aja…"

Jawab Yusuf sambil mengelus pipi Anin dan akhirnya dia keluar menuju kamar mandi.

Anin pun segera menyiapkan baju ganti untuk suaminya. Dia memilihkan celana panjang dan kaos warna putih. Style favorit dari suaminya ketika tidur. Sebulan menikah ddan hidup bersama, membuat Anin sedikit tahu mengenai Yusuf. Seperti biasa, Yusuf selalu masuk dengan handuk yang melilit di pinggang rampingnya dan bertelanjang dada yang membuat Anin mau tidak mau harus senam jantung setiap kali Yusuf selesai mandi.

Anin memilih langsung pergi dengan sedikit mengalihkan pandangannya sebelum bertemu dengan tatapan dari Yusuf. Dia tidak mau jika tidurnya berakhir dengan dirinya dalam posisi tidak mandi. Selesai mandi, ternyata Yusuf sudah menunggunya untuk sholat Isya berjamaah. Anin seperti biasa mencium punggung tangan suaminya dan di balas dengan ciuman dikeningnya oleh Yusuf.

"Mas, pengen maem lagi ngga??"

Tawar Anin kepada Yusuf. Sebenarnya mereka sudah makan setelah sholat maghrib di tempat perbelanjaan tadi. Tapi Anin mengetahui Yusuf yang sebenarnya adalah tipikal orang yang gampang laper.

Yusuf hanya menggeleng sembari membenahkan tubuhnya mencari posisi ternyaman untuk tidur. Anin yang melihat hal tersebut langsung menyusul Yusuf dan menyibakkan selimut yang sudah menutupi tubuh Yusuf.

"Mas, capek banget ya??"

Tanya Anin sembari memijat Yusuf dengan body butter yang sebenarnya itu adalah kebiasaannya saat itu.

Yusuf segera bangun dan menyenderkan kepalanya ke tumpukan bantal yang ada di belakang punggungnya. Mengamati setiap perlakuan Anin yang ia terima.

"Gimana ngga capek kalau game-nya aja kaya tadi.."

Mendengar kalimat protes dari Yusuf, membuat Anin hanya bisa terkekeh.

"Mas serius loh bilangnya. Permainan tadi lebih capek daripada futsal yang biasa Mas lakuin…"

Ungkap Yusuf dengan ekspresi polosnya yang membuat Anin tidak bisa untuk tidak tertawa.

"Ya Allah, Mas… Anin ngga nyangka loh kalau suaminya Anin yang paket lengkap kaya gini ternyata udah tua…"

Timpal Anin dengan masih mengulum senyum. Anin memang suka menyebut Yusuf dengan sebutan paket lengkap. Karena baginya, Yusuf memang yang terbaik untuknya yang dikirimkan Allah kepadanya.

"Sok muda deh…"

Ledek Yusuf sambil mencubit pipi Anin dengan gemas.

"Eh, tapi Mas beneran loh tanya kamu capek atau ngga pas main kaya gituan tadi…"

Anin akhirnya selesai juga memijat Yusuf dan memakaikannya kaos kaki. Yusuf hanya melirik sebentar dan…

"Biar lebih nyaman boboknya…"

Ungkap Anin sambil meletakkan body butter-nya ke nakas.

"Capek sih, tapi akhirnya seneng kog, karena Anin bisa lihat senyumnya Mas lagi…"

Jawab Anin mensejajarkan posisi duduknya menghadap ke Yusuf.

"Tadi kamu lagi CLBK sama mantan, serasa jadi kacang goreng deh…"

Ungkap Yusuf sambil memanyunkan bibirnya yang sontak membuat Anin tertawa.

"Ishh, bibirnya mau di kucir ya??"

"Mau..tapi kucirnya pake yang itu…"

Goda Yusuf sambil mendelik jahil menatap istrinya yang sudah memberikan tatapan galak pura-puranya.

"Mas mandinya ngga bersih ya?? Pikiran masih mesum gitu…"

Jawab Anin sambil membalas uluran tangan Yusuf yang ingin memeluknya.

"Tapi beneran loh, tadi Mas bete banget pas kamu lagi deket sama siapa tuh… Robbi??"

"Aihh cieee yang lagi cemburu sama istrinya…"

Goda Anin.

"Beneran loh, Robbi itu siapanya kamu sih??"

"Dia cuma temen, Mas… temen pas jaman kuliah…"

"Beneran??"

Tanya Yusuf sambil merenggangkan pelukannya agar dia bisa menatap Anin mencari kebenaran dari mata bening favoritnya.

Anin hanya mengangguk mantap dan kembali memeluk Yusuf.

"Hanya Mas Yusuf yang ada di hatiku. Ngga ada yang lain. Jangan pernah raguin Anin, Mas…"

Kata Anin yang masih memeluk Yusuf dan Yusuf semakin mempererat pelukannya kepada Anin.

"Aku mencintaimu, Mas…"

Untuk kesekian kalinya, Yusuf tidak membalas pernyataan cinta dari Anin. Dan sekarang dirinya hanya bisa mengusap punggung Anin dengan lembut dengan sesekali mencium kening Anin dengan tulus. Sedangkan Anin, untuk sekali lagi dia harus bisa menahan apa yang dirasakan sekarang. Memang sudah menjadi resikonya mengambil keputusan untuk menikah dengan orang yang bahkan tidak mengetahui rasa cintanya itu.

Maaf dek… bukannya Mas meragukanmu…

Meragukan cintamu untukku…

Tapi, justru Mas meragukan diri Mas sendiri…

Takut bila Mas hanya akan menyakitimu..

Maaf dan terimakasih…

Batin Yusuf sambil menoleh kearah istrinya yang mulai tertidur dalam pelukannya.

Aku mencintaimu, Mas… mungkin melebihi cintaku pada diriku sendiri…

Dan ternyata cintamu untuk mbak Fahira memang tidaklah main-main…

Maafkan aku, Mas karena aku mulai egois ingin memilikimu sendiri, hanya untukku…

Tapi terimakasih karena kamu sudah memberiku kesempatan untuk bersamamu…

Batin Anin sebelum tertidur dengan rasa sesak yang menyelimuti hatinya. Rasa sesak karena dirinya belum bisa meraih cinta dari suaminya sendiri yang hatinya sendiri masih terpatri nama seorang perempuan, bukan namanya tapi nama perempuan yang masih di tunggu suaminya. FAHIRA.

***