webnovel

Naruto Story : Love, Decision, And Hatred

Dua tahun telah berlalu sejak perang dunia shinobi ke-4. Semua kembali normal Sasuke telah kembali dan menjalani petualangan bersama tim taka. Naruto mulai belajar untuk mengejar mimpinya sebagai Hokage dan Sakura mulai menyadari perasaannya terhadap Naruto telah berubah. Sementara itu sosok misterius muncul mengancam kedamaian dunia shinobi apa yang akan terjadi? Naruto masih milik paman Masashi Kishimoto

VaughnLeMonde · Anime & Comics
Not enough ratings
40 Chs

Chapter 35 : Troublesome

"Ah! Kemarin itu benar-benar memalukan!"

'Hahahahaha."

Suasana kamar apartemen begitu gelap, walaupun seberkas cahaya masuk melewati celah jendela, hal itu sia-sia saja karena sampai pagi ini Naruto tidak beranjak dari kasurnya, masih tetap terbangun dalam keadaan menutup wajahnya dengan bantal.

Ini hari libur, Naruto bisa cukup tenang, membiarkan dirinya terus tengkurap di atas kasur, sambil sesekali terus mengusapkan wajah di atas bantal.

Sejak kemarin malam tidurnya tidak nyenyak, bahkan bisa dibilang dia sudah terbangun sejak dua jam yang lalu, alarm dari jam kecil yang baru saja dia beli tidak lagi bersuara.

Bayangan kejadian kemarin malam tidak pernah lepas dari benak-nya, terus menghantui hingga membuatnya hampir terjaga semalaman.

Bahkan mungkin inilah mengapa dia terus menyembunyikan wajahnya di balik bantal, berusaha menutupi pipinya yang terasa panas dan detak jantung yang terus berdegup semakin kencang.

-----------------

"Baiklah, aku pergi dulu ya, anggap aku sejak tadi tak di sini, kalian bisa melanjutkan aktivitas yang kalian tunda tadi, oke." Seru Tsunade, kembali mengedipkan sebelah matanya sambil memasang senyum aneh.

Wajah Naruto dan Sakura kembali merah padam, tak dapat berbicara, lebih memilih berdiam dalam kegugupan yang terus menyerang keduanya.

Hening...

Naruto dan Sakura tak bergeming, menahan posisi mereka masing-masing, tak sedikitpun ingin beranjak atau sekedar memulai pembicaraan.

Terus seperti itu, hingga tak terasa beberapa menit sudah berlalu, baik Sakura dan Naruto masih tetap mempertahankan posisi mereka masing-masing, saling memalingkan muka, tak berani untuk menatap secara langsung.

"Ehem, S-sakura-Chan.." Naruto berdehem singkat, mengumpulkan nafas untuk berbicara, walaupun masih terdengar gugup.

"Y-ya." Sahut Sakura ikut tergugup.

"S-soal tadi.." Naruto semakin tergugup, kedua pipinya terasa mulai memanas kembali.

"Y-ya, kenapa.." Sakura semakin penasaran, namun teegugup kembali, setelah detak jantungnya semakin cepat.

"Ma-af j-jika tadi mengejutkanmu." Naruto berusara dengan gugup, mulai membalikkan badan perlahan, memaksakan sebuah senyuman sambil mengusap belakang kepala, masih meunduk sedikit.

Sakura yang disana hanya bisa diam, menatap Naruto lekat-lekat sembari mengerjapkan mata sesekali, dengan cepat memalingkan muka.

"Ii-a, betsu ni." Sahut Sakura sambil memalingkan muka, timbul sembuar merah kecil di pipi-nya.

Naruto yang melihatnya hanya bisa tertawa canggung, kembali mengusap belakang kepala, mencoba meredam kegugupannya.

"Jadi, apa kita lanjutkan saja mencari dekorasinya?" Tanya Naruto, mulai merasakan rasa gugup yang memudar.

"B-boleh." Sahut Sakura malu-malu, dengan cepat mengambil sebuah dokumen untuk menutupi wajahnya yang semakin merah, nampaknya Sakura belum berdamai dengan rasa gugupnya.

"Ya, baiklah." Naruto menghela nafas, tak mau lagi terlibat dengan percakapan, bisa-bisa suasana akan semakin canggung.

Sakura menggeser kursinya, mencoba membuat ruang untuk Naruto melihat kembali ke arah laptop di atas meja.

Cklek.

Cklek.

Cklek.

Menit-menit berikutnya berlalu begitu cepat, Naruto terus saja mengetuk dengan cepat, terus menerus memperhatikan gambar yang silih berganti tanpa mengutarakan pendapatnya.

Terus seperti itu, karena Sakura di sampingnya tak berbicara sepatah kata pun, masih terus menutupi sebagian wajahnya dibalik dokumen yang dia pegang di depan dada.

"Bagaimana menurutmu?" Tanya Naruto, menghentikan ketukan jari di atas pad laptop, memunculkan sebuah gamabr dekorasi yang cukup indah terpampang di layar laptop.

"B-bagus." Jawab Sakura malu-malu, masih terus menutupi sebagian bawah wajahnya.

"Baiklah, kalau kau setuju, berarti kita sudah selesai." Sahut Naruto santai, mulai menyimpan gambar dekorasi ke dalam file laptop.

"Belum." Sela Sakura cepat, nampak masih malu-malu.

"Eh? Ada apa lagi?" Naruto menoleh ke arah Sakura, mulai menautkan kedua alisnya.

"Ada satu lagi." Sahut Sakura, dengan segera mulai mendekatkan kursinya ke arah Naruto.

"Hmm, coba kita lihat, apa yang aku lewatkan." Naruto kembali fokus ke layar laptop, berusaha mencari apa yang dia lewatkan.

"Aku mencintaimu, Naruto-Kun." Bisik Sakura, tepat di telinga Naruto.

Deg.

Naruto terdiam, kedua mata-nya membulat dengan sempurna, jarinya terasa kaku, melayang tepat di atas touch pad laptop.

Naruto perlahan menoleh, mendapati Sakura yang mulai tersenyum lembut, membuat semburat merah kembali muncul di pipi-nya.

Melihat Naruto yang terus menatap seperti itu, membuat Sakura kembali tersipu malu, dengan segera kembali menangkat dokumen untuk menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah kembali.

Dengan segera beranjak dari kursinya, dengan masih menutup muka langsung berlari tergesa-gesa ke arah pintu ruangannya, dengan cepat meninggalkan Naruto yang masih tak bergeming di belakang mejanya.

'Tadi itu apa?'

'Apa seharusnya tadi aku membalasnya?'

'Ada apa ini?'

Naruto merasakan jantungnya kembali berdegup kencang, hanya bisa terus menatap kosong ke arah pintu ruangan, di mana di situlah dirinya terakhir melihat keberadaan Sakura.

Pipinya kembali memanas, semburat merah mulai menghiasi pipinya dan di situlah Naruto, tertinggal sendirian di dalam ruangan dalam keadaan bingung dan perasaan yang mendebarkan.

----------------

"Ah! Itu tidak mau hilang!" Pekik Naruto, kembali mengusapkan muka di atas bantal.

"Bodoh, bodoh, kenapa aku bisa bodoh seperti itu sih!" Pekik Naruto, terus meracau.

'Hahaha, kau terlihat begitu bodoh sekarang.'

"Diam..." Lihir Naruto, nampak wajahnya masih memerah, masih terbayang dengan kejadian kemarin malam.

'Hei, sampai kapan kau terus tengkurap seperti itu, cepat bangun, ini sudah pagi!'

Teriakan Kurama tadi nampak tak berguna, melihat Naruto yang masih terus saja menutupi mukanya memakai bantal, bahkan bantalnya itu sudah terlihat sangat basah, akibat dari keringat wajah Naruto yang terus mengucur, tanpa sadar tidak merasakan suhu di kamarnya mulai panas.

Naruto menghela nafas, dengan segera membalikkan badan, merentangkan kedua tangannya, mulai menatap ke arah langit-langit kamar.

"Apa seharusnya aku membalas perkataannya kemarin?" Gumam Naruto, mulai berdamai dengan detang jantung yang sedari tadi berdegup kencang.

'Mungkin.'

"Sepertinya dia kelihatan marah." Lirih Naruto, mulai nampak meras bersalah, menutup kedua mata-nya denga pergelangan tangan.

'Sepertinya tidak.'

"Bagaimana kau tahu?" Tanya Naruto, mulai beranjak, terduduk di atas samping kasurnya.

'Hanya menebak, bagaimana kalau kau tanyakan sendiri?'

"Yah, itu akan sangat canggung." Naruto terkekeh, mulai beranjak kembali, bergerak ke arah pintu kamarnya.

'Tapi patut dicoba bukan?'

---------------

"Hmm, sepertinya aku lupa membeli susu." Ujar Naruto, mendapati tidak ada satupun benda di dalam kulkas, hanya menyisakan udara dingin yang menghempas dari dalam kulkas itu.

Kryuk...

Suara perut keroncongan terdengar, membuat Naruto menoleh kearah perutnya, tersenyum kecil.

"Dan sepertinya aku juga belum sarapan."

'Ah, jadi kangen bento buatan Sakura-Chan.'

Naruto menutup kulkas, mulai berjalan kembali ke arah kamar.

"Sepertinya pergi ke Ichiraku sedikit menarik." Gumam Naruto, terus melangkahkan kaki ke arah pintu kamar, bersiap untuk ganti baju.

Ting-Tong.

Suara bel menggema, membuat Naruto menoleh ke arah pintu apartemennya, berhasil menghentikan langkahnya menuju kamar-nya.

"Siapa yang datang pagi-pagi seperti ini, bukankah ini hari libur?" Gumam Naruto, sambil terus melangkahkan kaki menuju ke arah pintu yang tak lagi terdengar suara bel.

Cklek.

"Ada apa?" Tanya Naruto sambil menguap lebar sembari membuka pintu apartemennya.

"Eh? Sakura-Chan!" Pekik Naruto, terkesiap mendapati Sakura lagi-lagi berada di depan pintu apartemennya sekarang.

Sakura ikut terkesiap, nampak mundur beberapa langkah, namun salah satu tangannya tetap setia bersembunyi di balik punggung-nya.

"Kukira kau belum bangun, tadinya aku berniat pergi saja." Jawab Sakura, mulai kembali tenang.

"Tidak aku sudah bangun, ya walaupun sebenarnya entah aku tidur atau tidak, jadi, ada apa Sakura-Chan?" Tanya Naruto, sembari menggaruk pelipisnya.

"Apa kau sudah sarapan?" Tanya Sakura.

"Hmm, sebenarnya aku berniat ke Ichiraku sekarang, ya jadi jawabannya belum, kenapa?" Tanya Naruto mengerenyit bingung.

"Aku bawa bento untukmu." Jawab Sakura pelan, mulai menyodorkan sebuah kotak bento di hadapan Naruto.

"Wah, terima kasih Sakura-Chan! Kau tahu baru saja aku kangen dengan bento buatanmu!" Seru Naruto, tersenyum riang, menyambut bento itu dengan senang.

"Benarkah, apa yang kemarin enak?" Tanya Sakura malu malu, mulai menuatkan kedua jarinya.

"Ya, enak sekali, bagaimana kalau kau ikut makan juga?!" Seru Naruto, masih tersenyum riang.

"Eh?" Sakura terkesiap, kedua pipinya mulai memerah, mulai memalingkan muka.

"Etto..etto.."

"Tidak apa-apa, jangan sungkan, mari masuk, dan tenang saja apartemenku selalu aku bersihkan setiap hari kok!" Ajak Naruto, tersenyum riang ke arah Sakura, mempersilahkan Sakura untuk masuk ke dalam apartemennya.

"Eh? Etto.. etto..." Sakura terus menundukkan kepala, masih menuatkan kedua jarinya, wajahnya semakin memerah.

"Ayo!"

"Eh?!

Brak.

Naruto dengan cepat menarik tangan Sakura, membuat Sakura terhempas masuk ke dalam apartemennya, dan dengan segera pintu apartemennya tertutup dengan sangat keras.

-----------------

"Hoh!" Pekik Chouji.

"Ya, aku akan memberikan Naruto dan Sakura tempat untuk bulan madu." Jelas Shikamaru, mulai tersenyum.

Keduanya berjalan di sana, mengarungi jalan desa yang begitu sepi, akibat dari kebanyakan shinobi yang tengah fokus mencari sebuah hadiah pernikahan untuk diberikan.

Bahkan beberapa toko memilih untuk buka lebih siang, mereka sedang. menyiapkan tokonya agar siap melayani jika suatu saat akan terjadi antrian panjang antar pelanggan.

Membuat Chouji dan Shikamaru fokus berjalan, menyadari hanya mereka berdua yang ada di jalanan desa membuat mereka tak segan mengumbar rencana mereka tentang hadiah pernikahan.

"Lalu tempat apa yang kau maksud itu?" Tanya Chouji, menoleh ke arah Shikamaru.

"Hmm, aku belum menentukannya, aku harus memeriksa beberapa tempat terlebih dahulu." Jelas Shikamaru santai.

"Dan juga aku ingin meminta pandangan dari seorang wanita tentang tempat itu." Tambah Shikamaru, masih berjalan santai.

"Kurasa Ino yang paling cocok, karena dia mengerti dengan selera Sakura." Ujar Shikamaru kembali.

"Andai saja Ino ada disini.." Gumam Shikamaru.

Chouji yang terus mengukir senyum, mulai menoleh, seketika itu terkejut mendapati sesuatu di depannya.

"Itu dia!"

"Eh?!" Shikamaru terkejut, menoleh ke arah Chouji.

Deg.

Shikamaru terkesiap, setelah mendaoati bukan sosok Ino yang ada di depannya, melainkan sosok Temari yang berjalan.

Deg.

Temari mulai menoleh, membuat pandangannya saling bertemu dengan Shikamaru, seketika itu pula semburat merah muncul di pipi keduanya.

"Y-yo lama tak jumpa T-temari." Sapa Shikamaru terbata-bata, mengangkat tangannya di udara.

"Semenjak waktu itu ya.." lirih Shikamaru, mulai menurunkan tangannya.

"Y-ya." Sahut Temari ikut terbata-bata, mulai menundukkan kepala.

"Kalian mau kemana?" Tanya Temari, setelah akhirnya berhasil menghilangkan semburat merah di pipinya, mulai tenang kembali.

"A-aku ada urusan, kami baru saja makan bersama, kau sendiri?" Tanya Shikamaru, sedikit terkejut membuatnya terbata-bata sebentar.

"Aku datang ke sini untuk membicarakan masalah ujian Chunnin." Jawab Temari cepat, semburat merah kembali muncul di kedua pipinya.

"Dan memberi salam pada orang-orang." Tambah Temari.

"O-oh jadi begitu ya?" Shikamaru kembali terbata-bata, memutar bola matanya ke samping, tak ingin melihat Temari secara langsung.

"Kau tadi bilang apa? Kukira Ino tadi ada di sini." Bisik Shikamaru, mulai mendekat ke arah telinga Chouji.

"Bukannya tadi kau bilang ingin pandangan wanita, jadi tak harus Ino kan?" Tanya Chouji, tanpa berbisik.

"Tapi kan dia tidak dekat dengan Sakura, kau tahu kan?" Bisik Shikamaru lagi, mencuri pandang ke arah Sosok Temari yang masih berdiri di depannya.

"Tapi bukankah mereka tipe gadis yang sama?" Tanya Chouji lagi, masih tanpa berbisik.

"Ya, tapikan tidak mungkin membicarakan hadiah pernikahan dengan wanita seperti itu.." Shikamaru berbisik lagi.

"Dilihat saja, dia pasti akan menertawakan ide-ku ini." Tambah Shikamaru, masih berbisik.

"Bukannya Ino juga akan seperti itu?" Tanya Chouji balik, menatap heran ke arah Shikamaru.

"Hoi, apa yang sedang kalian bisikkan?" Tanya Temari, sedikit kesal dengan Shikamaru yang terus berbisik, seakan mengabaikan keberadannya di sini.

"Tidak, bukan apa-apa kok!" Sahut Shikamaru cepat, memaksakan sebuah senyum, mengibaskan kedua tangannya di depan dada.

"Shikamaru ingin berbicara sesuatu denganmu." Sahut Chouji tiba-tiba, menepuk pundak Shikamaru, mulai memasang sebuah senyuman.

"Me-membicarakan sesuatu?" Pekik Temari, kembali terbata-bata.

"Me-membicarakan apa?" Tanya Temari malu-malu.

"Hoi, Chouji, kau itu!" Shikamaru berdecak kesal, menoleh ke arah Chouji yang masih tersenyum.

'Tak mungkin aku akan bilang, "Tak ada gunanya berbicara tentang bulan madu dengan Temari."

"Yah.. mau bagaimana lagi.." Shikamaru mulai pasrah, memejamkan mata-nya sebentar.

"Aku sedang memikirkan soal bulan madu." Jelas Shikamaru cepat, tidak melihat langsung ke arah Temari.

"Eh?"

"Kalau kau bagaimana, jika ingin berbulan madu kau akan pergi kemana?" Tanya Shikamaru, tak menyadari Temari yang bersemu merah setelah mendengar perkataannya tadi.

"Bu-bulan madu?!" Pekik Temari, pipinya semakin memanas.

"Kenapa?"

"Be-betsu-ni, bulan madu ya?" Tanya Temari malu-malu.

"Ke-kenapa kau menanyakan hal itu padaku?" Tanya Temari kembali malu-malu.

"Soalnya..."

'Tunggu, aku tidak boleh menanyakan hal ini dengan blak-blakan.'

'Lagipula aku hanya butuh pendapat dari seorang wanita, kan?'

"Aku rasa, lebih tepat jika menanyakan hal ini padamu." Seru Shikamaru, nampak bersemangat.

"A-aku?!" Pekik Temari, kembali terkejut.

"Baiklah, tak ada pilihan lain, dengarkan baik-baik, ya." Temari mulai tenang sebentar.

"Y-ya, kalau menurutku, pemandian air panas bisa jadi tempat bulan madu yang bagus dan menyenangkan.. tapi kedengarannya seperti tempat bagi para orang tua ya?" Shikamaru menjelaskan, tertawa canggung di akhir, menertawakan idenya yang terdengar kuno.

"Tidak, pemandian air panas cukup bagus!" Sela Temari cepat, menggelengkan kepala singkat.

"Begitu, ya? Syukurlah! Makanan enak dan pemandian air panas, kedengarannya sempurna, bukan?" Seru Shikamaru, mulai bersemangat mendapati Temari tidak menertawakan idenya ini.

'Bagus pandangan sudah kudapatkan, sekarang....'

"Tinggal pilih tempat yang mana kan?" Tanya Chouji tiba-tiba.

"Ya, benar juga."

"Yah sebaiknya kita periksa tempatnya terlebih dahulu." Tambah Shikamaru.

"Ini masih pagi, bagaimana kalau sekarang kita pergi ke sana?" Ajak Chouji.

"Benar juga, kalau begitu-"

Tep.

"Aku akan pergi ke Amaguriama, kalian pergi saja berdua." Sela Chouji cepat, menepuk pundak Shikamaru.

"Hah?!" Pekik Shikamaru.

"Maaf, setelah makan tadi aku jadi ingin makan lagi." Ujar Chouji, mulai tersenyum aneh.

"Hei, alasan macam apa itu?!" Tanya Shikamaru sedikit kesal.

"Yah, aku harus mencuci mulutku setelah makan tadi." Jelas Chouji, masih tersenyum aneh.

'Gawat, gara-gara Chouji wajah Temari menjadi merah padam dan kelihatannya dia sangat marah.'

Shikamaru sedikit merinding, menoleh ke arah Temari yang sedang menundukkan kepala.

"Maaf-maaf, Chouji tidak bermaksud seperti itu Temari." Shikamaru dengan cepat meminta maaf, salah mengartikan ekspresi wajah yang diunjukkan Temari.

"Baiklah kalau begitu, aku pergi dulu!" Sahut Chouji, segera berlari meninggalkan Shikamaru dan Temari.

"Oi, Chouji!" Sahut Shikamaru, berusaha menyusul Chouji namun seketika itu terhenti, menyadari masih ada Temari di belakangnya.

'Bagaimana ini, gawat, Temari pasti sekarang.."

Grep..

"Aku akan ikut denganmu." Ujar Temari pelan, memegang lengan baju Shikamaru.

"Hah?!"

-----------------

'Kenapa jadi seperti ini? Kenapa aku jadi gugup begini? Dan yang jelas, aku tidak menyangka Temari akan membantuku memilihkan hadiah pernikahan Naruto dan Sakura.'

Shikamaru terus berjalan dengan tegang, sesekali menoleh ke arah Temari yang berjalan di belakangnya sambil menundukkan kepala.

'Tapi, kenapa dia diam saja dari tadi?'

"Yoo Shikamaru!"

Deg.

Shikamaru menghentikan langkahnya, terkejut mendengar sebuah suara familiar memanggilnya dari arah depan.

'Sial Naruto, bukan waktu yang tepat!'

"Eh? Ada apa Shikamaru?" Naruto sudah berdiri di depan Shikamaru bersama Sakura di sampingnya.

Naruto mulai mengerenyit bingung, mendapati Shikamaru tak menjawab sapaannya, malah terus memandangi Temari yang masih menunduk.

"Oh, H-hei Naruto!" Shikamaru membalas terbata-bata.

'Sial, aku harus cepat pergi dari sini, Naruto dan Sakura tidak boleh mengetahui perihal hadiah Ini!'

"Oh, ada Temari-San juga, Hai Temari-San!" Sapa Sakura riang, mulai sadar dengan keberadaan Temari.

"H-hai Sakura!" Temari menyapa dengan gugup, mulai kembali menundukkan kepala.

"Hei, apa kalian sedang berkencan?" Tanya Naruto, mulai memasang senyum aneh.

"Maaf, kita harus pergi, ada Bulan madu yang harus diurus!" Sela Shikamaru, dengan cepat menarik lengan Temari, membawanya pergi melewati Naruto dan Sakura yang nampak terkejut.

Wajah Naruto dan Sakura nampak mulai menimbulkan semburat merah, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Shikamaru tadi.

"Kau dengar kan tadi?"

"Iya"

"Bulan madu kan?"

"Iya."

"Eh? Bulan madu?!" Pekik Sakura dan Naruto secara bersamaan, nampak begitu terkejut.

-------------

"E-etoo, karena kita sudah pergi berdua... Bagaimana kalau kita mampir ke suatu tempat?" Tanya Shikamaru, berusaha membuat suasana tidak canggung lagi akibat pertemuannya tadi dengan Naruto.

"O-oh, Baiklah." Jawab Temari malu-malu, kembali memalingkan muka.

"Kalau begitu bagaimana dengan permainan itu?" Tanya Shikamaru, menunjuk salah satu kedai di samping jalan.

"Baiklah."

Temari dan Shikamaru segera mendekat ke arah kedai, membayar beberapa yen untuk ikut ke dalam permainan.

Penjaga memberinya masing-masing satu Kunai.

Dan Temari lah yang memilih untuk melakukannya lebih dulu.

Tep.

Kunainya tertancap, namun tidak tepat sasaran, sedikit meleset dari target.

Membuat Temari mengembungkan pipinya, sedikit kesal.

"Tidak seperti biasanya kau meleset!" Sahut Shikamaru, terkekeh pelan.

"Lihat ini!" Shikamaru tersenyum sombong, mulai fokus ke arah papan target yang ada di hadapannya.

Wushh.

Tlang.

"Eh?" Shikamaru terkejut, kunainya tidak menacap dengan sempurna, dan terjatuh beberapa detik setelahnya.

Temari yang melihatnya hanya bisa tertawa kecil, membuat Shikamaru berdecak kesal, menyipitkan matanya ke arah penjaga kedai yang ikut tertawa kecil.

"Aku ingin coba lagi!" Sahut Shikamaru, tidak ingin menyerah, segera memberikan beberapa koin lagi kepada penjaga kedai.

Wush..

Tak. Tak. Tak.

Ketiga kunai di tangan Shikamaru menacap dengan tepat di tiga papan target, membuat Temari dan oenjaga kedai terkejut.

Dengan pasrah si penjaga kedai segera mengambil beberapa mainan, memberikannya kepada Shikamaru sebagai hadiah.

"Ini, aku hanya bisa memenangkan ini saja." Ujar Shikamaru, segera menyodorkan semua mainan yang berada di tangannya ke arah Temari.

Temari hanya bisa tertawa kecil melihat Shikamaru yang seperti itu, sepertinya Temari sudah mulai melupakan rasa gugupnya yang sejak tadi terus hinggap.

'Aku masih belum yakin, tapi sepertinya dia sudah ceria sekarang.'

-------------------

Langit mulai gelap, matahari perlahan terbenam, dan akhirnya Shikamaru berhasil sampai di tempat yang di tuju.

"Ya penginapan ini terlihat bagus." Ujar Shikamaru, memandangi sebuah gedung yang berdiri kokoh tak jauh di depannya.

"Huh?!" Temari terkejut, ikut menoleh ke arah pandangan Shikamaru.

'Kalau tidak cepat-cepat memilih, aku hanya akan berputar-putar mencari hadiah pernikahannya, aku hanya perlu memberikan sesuatu!"

"Yosh, ayo masuk!" Ajak Shikamaru.

"Eh?!" temari semakin terkejut, wajahnya mulai merah padam.

"Ada apa?" Tanya Shikamaru, menoelh ke arah Temari.

"Bukannya ki-kita hanya a-akan jalan-jalan?" Tanya Temari malu-malu.

"Iya sih, tapi kalau kita tidak masuk, kita tidak bisa membuat keputusan!" Tegas Shikamaru tenang.

"T-tidak, tapi hatiku masih belum siap." Jelas Temari, masih tergugup.

Kedua mata Shikamaru mulai membulat, terkejut mendengar apa yang dikatakan Temari.

'Apa? Hatinya belum siap? Apa dia jadi takut karena tempat ini terlalu mewah?'

"Tak apa!" Seru Shikamaru cepat.

"Yang penting kita masuk dulu, baru nanti kita putuskan!" Tambah Shikamaru, menatap serius ke arah Temari.

Temari terkesiap, mundur beberapa langkah, mulai menautkan kedua jarinya.

"Kalau sudah masuk, semuanya sudah telambat!" Ujar Temari malu-malu, memalingkan muka, tak ingin melihat Shikamaru secara langsung.

"Mungkin nanti aku jadi terbawa suasana." Tambah Temari, wajahnya semakin merah padam.

'Sekarang aku tidak mengerti, dia bicara apa sih?'

'Suasana? Memangnya ada apa dengan suasana penginapan itu?'

Shikamaru kembali melihat ke arah gedung, mencoba mengerti apa yang dimaksud dengan suasana oleh Temari.

'Lalu apa maksudnya dengan terbawa suasana? Aku tidak mengerti!'

"Hei, mungkinkah.. kau sedang demam?!" Tanya Shikamaru, segera mendekatkan wajahnya kepada Temari, mulai menempatkan telapak tangan di atas dahi Temari, melihat wajah Temari yang terus merah padam.

"A-aku pulang duluan saja!" Temari dengan cepat mundur beberapa langkah, mulai salah tingkah akibat sikap Shikamaru tadi.

"Hei, Tunggu!" Sahut Shikamaru, terkejut melihat Temari yang sudah berbalik badan.

"Sebentar lagi gelap lo!" Tambah Shikamaru, namun Temari tetap melanjutkan langkahnya, menjauhi Shikamaru.

"Jika kau sedang kurang sehat, mungkin sebaiknya kita memang memesan kamar dan istirahat!" Bujuk Shikamaru dalam larinya mengejar Temari.

Tep.

"Tunggu!"

Shikamaru berhasil meraih tangan Temari, dengan segera menariknya, berusah menghentikan langkah Temari yang semakin menjauh.

"Aku benar-benar membutuhkanmu!" Tegas Shikamaru.

Seketika itu pandangan mereka bertemu lagi, Shikamaru berhasil membalikkan badan Temari, membuat Temari mulai menatapnya lekat-lekat dengan wajah yang semakin merah padam.

"Apa kau yakin memilihku?" Tanya Temari.

"Ya! Hanya kau Satu-satunya!" Tegas Shikamaru.

"Lagipula, aku tak bisa masuk ke kamar mandi wanita!" Tambah Shikamaru, mulai menjelaskan dengan tenang.

"Heh?" Temari mulai bingung sekarang.

"Temari, aku ingin kau masuk ke kamar mandi wanita, lalu melaporkannya padaku secara rinci!" Tegas Shikamaru, menepuk kedua pundak Temari, menataonya dengan raut wajah Serius.

"Itu saja, mudah bukan?"

Ekspresi Temari seketika itu berubah, mulai memicingkan mata ke arah Shikamaru.

"Sebentar, kita lagi membicarakan apa sih?" Tanya Temari datar.

"Apa maksudmu? Tentu saja ini semua tentang bulan madu sebagai hadiah pernikahan Naruto dan Sakura yang akan kuberikan." Tegas Shikamaru, mulai tersenyum percaya diri.

"Dan tentunya aku harus memilih penginapan bukan?" Tambah Shikamaru.

Tatapan Temari semakin menajam, dengan cepat mengenyahkan dua tangan Shikamaru yang berada di atas pundaknya.

"Oh, jadi itu, ya." Ujar Temari singkat, perkataannya terdnegar sangat dingin.

"Eh? Memangnya aku tak bilang padamu, ya?" Tanya Shikamaru hati-hati, mulai merasakan hawa tidak enak, keringat dingin mulai mengucur dari wajahnya sekarang.

"Ya, baru kali ini aku mendengarnya." Tegas Temari, dengan cepat mengambil kipas yang tersemat di belakang punggungnya, menatao tajam ke atah Shikamaru.

Wushhh....

Dengan begitu hari di akhiri, dengan Shikamaru yang terhempas beberapa meter ke atas udara akibat dari angin puting beliung yang terjadi akibat kibasan senjata kipas milik Temari.

-------------

"Nee Shikamaru, kau akan memberi hadiah apa?" Tanya Ino, menoleh ke arah Shikamaru yang sedang terduduk di atas kursi Ichiraku.

"Menjelaskannya saja sudah merepotkan!" Gerutu Shikamaru, wajahnya dipenuhi dengan lebam, hanya bisa terus memalingkan muka, hari ini mungkin akan diingatnya sebagai hari tersial!

"Haha...ha..." Iruka yang melihatnya hanya bisa tertawa canggung.

-------------

"Kami tidak pernah dengar kalau Naruto akan segera menikah!"

"Temari, kau sudah datang kemarin kan, kau pasti sudah tau kan?" Tanya Kankuro, sepertinya agak kesal mendengar kabar mendadak ini.

"Y-ya." Jawab Temari pelan.

"Lalu kenapa kau tidak bilang pada kami?!" Tanya Kankuro semakin kesal.

"Urusai! Aku lupa tahu! Baru juga aku telat sehari!" Temari bersahut kesal, menggebrak meja di hadapannya.

"Kau ini kenapa?" Tanya Gaara tenang, sedangkan Kankuro sudah bersembunyi di balik sofa, ketakutan melihat amarah Temari tadi.

"Kalau begitu, kita harus mempersiapkan hadiah pernikahan ini secepatnya." Ujar Gaara, mulai memikirkan sebuah ide.

"Karena ini hadiah dari Kazekage, kita harus menyiapkan sesuatu yang mewah!" Seru Kankuro dari balik sofa.

"Mewah ya? Apa Naruto akan menyukainya?"

To Be Continued.