webnovel

NAMA DI KAIN KAFAN

Saat ini adalah malam Jum'at Kliwon. Suara tetes air hujan terdengar jelas dari atap rumah Seroja, yang terbuat dari genteng tanah liat. Sebuah sobekan kecil, kain kafan putih tergeletak di atas meja riasnya. Seroja mengambil sebuah silet, yang tergeletak di samping kain kafan tersebut. Sambil menyeringai sinis dan membaca mantra, yang pernah diajarkan oleh Ibunya, Nyai Ayu Rembulan. Kemudian dia mulai menyayat sedikit ujung jari telunjuknya, agar dapat mengeluarkan darah segar. Pada saat darah menetes, Seroja mulai menuliskan tujuh nama laki-laki di atas sobekan kain kafan tersebut. "Besok, aku akan menyelipkan kain kafan ini di jenazah Rembulan. Agar rohnya kelak dapat membantu aku, membalaskan semua dendam!" gumam Seroja sambil menyeringai penuh kebencian.

Ifan_Tiyani · Horror
Not enough ratings
284 Chs

TRAGEDI RUMAH KOSONG

Hujan turun kembali dengan derasnya, Seroja nampak kebingungan dengan situasi yang ada saat ini. Matanya langsung melihat ke sekelilingnya dengan liar, dia berusaha mencari tempat berteduh dari derasnya hujan.

Matanya langsung tertumpu pada sebuah rumah tua, dengan perkarangannya yang luas terlihat berdiri tegak di belakangnya. Seroja segera berlari, menuju ke arah rumah tua itu. Di depan rumah tua yang tampak kosong ini, terdapat lima buah sepeda motor besar diparkirkan.

Kemudian sayup-sayup Seroja mendengar suara gelak tawa, beberapa orang lelaki yang terdengar bahagia sekali. Dia pun menghentikan langkah kakinya untuk masuk ke dalam rumah tersebut. Seroja memutuskan untuk berjalan ke samping rumah, kemudian berteduh di sana.

Entah ada perasaan aneh apa yang menyergap batinnya saat ini. Jantung Seroja terasa berdegup dengan sangat kencang melebihi biasanya. Hatinya pun terasa teriris rasa sakit yang luar biasa.

Beberapa saat kemudian, terlihat ada tujuh orang lelaki yang keluar dari dalam rumah kosong tersebut sambil tertawa lepas. Beberapa orang lelaki terlihat memapah temannya, yang dalam keadaan tidak sadarkan diri.

"Payah nih Levin, pakai mabok segala, jadi tidak ikutan menikmati surga dunia kan dia, hahahaa!" seru salah seorang diantara mereka tertawa tergelak.

"Jaga suaramu Roy, berisik tahu! Sebaiknya kita segera pergi dari tempat ini, sebelum ada orang yang melihat!" ujar salah satu dari mereka.

"Iya, apa yang Bagas katakan benar. Sebaiknya kita segera pergi dari tempat ini!" sahut salah seorang diantara mereka, dengan nada suara yang terdengar cemas dan ketakutan.

"Ya sudah kalau begitu, pegangin nih si Levin yang pingsan di belakang aku!" perintah lelaki tersebut lagi.

Kemudian mereka semua bergegas pergi dengan cepat, mengendarai sepeda motor masing-masing. Dengan langkah kaki yang ragu, Seroja berjalan hendak masuk ke dalam rumah tersebut. Seperti ada sebuah kekuatan magnet, yang menarik dirinya untuk masuk ke sana.

Sebuah kegelapan yang luar biasa langsung menyergap Seroja, pada saat kakinya menginjak masuk ke dalam rumah. Hanya secercah cahaya kecil sedikit menerangi, masuk melalui lubang jendela. Sehingga dapat membantu Seroja, melihat keadaan di dalam ruangan rumah tua tersebut secara remang-remang.

Hidung Seroja langsung menghirup bau aroma amis darah segar, pada saat mulai memasuki rumah tersebut. Matanya memicing mencoba menyapu ke sekeliling ruangan rumah. Pada saat matanya melihat ke sudut ruangan.

Seroja melihat ada sesosok tubuh, tergeletak begitu saja di atas lantai. Pada saat kaki Seroja berjalan mendekati sosok tersebut. Seketika sekujur bulu kuduk Seroja merinding, jantungnya berdebar dengan kencang sekali. Entah mengapa, Seroja seakan sangat mengenali dengan jelas, siapa pemilik sosok tubuh yang tergeletak itu.

Langkah kaki Seroja semakin mendekati tubuh yang tergeletak. Ternyata adalah seorang perempuan. Seroja dapat melihat perempuan tersebut saat ini dalam keadaan setengah telanjang. Sekujur tubuhnya nampak berlumuran darah segar, terutama di bagian kepalanya.

Tampaknya perempuan itu sudah dalam keadaan meninggal dunia. Hal tersebut dapat terlihat, dari tubuhnya yang banyak mengeluarkan darah juga tidak bergerak sama sekali.

Dengan tangan bergetar dan jantung berdegup kencang. Tangan Seroja berusaha menyibak rambut perempuan itu, yang menutupi separuh wajahnya. Dia ingin mengetahui, bagaimana raut wajah dari perempuan itu.

Alangkah terkejutnya Seroja, pada saat melihat wajah perempuan tersebut. Ternyata wajahnya sangat mirip sekali dengan dirinya!

"Astaga! Si-siapa perempuan ini? Ke-kenapa wajahnya sangat mirip denganku?" desis Seroja dengan suara bergetar ketakutan, dengan apa yang dilihatnya saat ini.

Kemudian dengan cepat, Seroja langsung membalikkan tubuhnya. Lalu berjalan secepat mungkin, untuk keluar dari rumah tua tersebut. Di dalam pikirannya yang ketakutan, dipenuhi berjuta pertanyaan.

Tanpa menghiraukan air hujan yang turun dengan deras membasahi seluruh tubuhnya. Seroja terus melangkahkan kaki menjauh dari rumah tua itu.

Tap tap tap!

Tiba di depan sebuah toko yang sudah tutup. Dengan nafas yang memburu, Seroja pun menghentikan langkah kakinya. Kemudian memutuskan untuk berteduh di depan toko tersebut. Sambil memeluk tas ransel miliknya dengan erat, lalu meringkuk kedinginan. Dalam keheningan Seroja kembali memikirkan, peristiwa mengerikan yang baru saja dialaminya.

"Se-sepertinya perempuan tadi, sudah meninggal dunia? Ta-tapi kenapa, wajahnya sangat mirip denganku? A-apakah aku saja yang salah melihatnya tadi? Ahh, aku tidak perduli mengenai hal tersebut! Aku tidak ingin ikut campur dengan urusan orang lain, yang bukan terkait dengan diriku. Tetapi kasihan sekali perempuan itu. Sepertinya dia baru saja diperkosa, oleh beberapa orang lelaki tadi. Kemudian setelah itu dia, di ... bunuh! Hufff! Peduli amat, bukan urusanku! Jika aku ikut campur, nanti malah aku yang akan di tuduh yang tidak-tidak oleh para Polisi yang menyelidikinya nanti. Tetapi kenapa jantungku terasa sakit sekali? Juga terus berdebar dengan sangat kencang saat ini, hingga sangat sulit untuk ditenangkan?" gumam Seroja di dalam hatinya terus berbicara.

Beberapa menit kemudian, pada saat Seroja sedang asyik dengan pikiran sendiri. Tiba-tiba saja seorang lelaki dengan mengendarai motor, menghampiri Seroja sambil tersenyum ramah.

"Mbak, apakah membutuhkan ojek? Kalau mau bisa saya antarkan?" sapa lelaki tersebut yang ternyata adalah seorang tukang ojek menawarkan jasanya.

"Oh i-iya Pak, apakah Bapak tahu alamat rumah ini?" tanya Seroja sambil memberikan secarik kertas, yang senantiasa dijaganya dengan baik.

"Oh iya, saya tahu! Ini sih dekat dengan rumah saya Mbak, rumahnya Pak Haji Ibrahim 'kan?" tanya lelaki tersebut sambil tersenyum lebar.

"I-iya benar, dia Bapak saya. Apakah Bapak mengenalnya?" jawab Seroja balik bertanya dengan bibir bergetar karena kedinginan.

"Tentu saja saya kenal, Mbak. Ohh, pantas saja kalau begitu, wajah Mbak mirip sekali dengan Mbak Rembulan. Hanya saja, Mbak Rembulan mengenakan jilbab, sehingga jadi terlihat sedikit berbeda dengan Mbak. Bagaimana, apakah Mbak mau saya antarkan? Sekalian saya pulang ke rumah?" tanya tukang ojek tersebut lagi.

"Oh ya, boleh saja kalau begitu, Pak!" jawab Seroja akhirnya memutuskan.

"Mbak namanya siapa? Kalau nama saya, Pak Udin. Maaf, apakah Mbak ingin mengenakan jas hujan?" tanya Pak Udin menawarkan.

"Nama saya Seroja, Pak, saya rasa tidak perlu mengenakan jas hujan. Karena hujan saat ini juga sudah mulai berhenti, dan saya juga sudah terlanjur basah kuyup," jawab Seroja sambil tersenyum tipis.

"Baiklah kalau begitu, silahkan naik Mbak Seroja sebelum hujan kembali turun dengan derasnya," ujar Pak Udin mempersilahkan.

Lalu Seroja segera naik ke atas boncengan motor Pak Udin. Tanpa menunggu lama Pak Udin langsung mengendarai motornya, menuju ke alamat yang diberikan Seroja kepada dirinya.

Kurang lebih selama lima belas menit di perjalanan. Akhirnya motor yang dikendarai oleh Pak Udin pun berhenti. Tepat di depan sebuah rumah besar, yang memiliki nuansa warna serba hijau muda.