webnovel

NAMA DI KAIN KAFAN

Saat ini adalah malam Jum'at Kliwon. Suara tetes air hujan terdengar jelas dari atap rumah Seroja, yang terbuat dari genteng tanah liat. Sebuah sobekan kecil, kain kafan putih tergeletak di atas meja riasnya. Seroja mengambil sebuah silet, yang tergeletak di samping kain kafan tersebut. Sambil menyeringai sinis dan membaca mantra, yang pernah diajarkan oleh Ibunya, Nyai Ayu Rembulan. Kemudian dia mulai menyayat sedikit ujung jari telunjuknya, agar dapat mengeluarkan darah segar. Pada saat darah menetes, Seroja mulai menuliskan tujuh nama laki-laki di atas sobekan kain kafan tersebut. "Besok, aku akan menyelipkan kain kafan ini di jenazah Rembulan. Agar rohnya kelak dapat membantu aku, membalaskan semua dendam!" gumam Seroja sambil menyeringai penuh kebencian.

Ifan_Tiyani · Horror
Not enough ratings
284 Chs

TABIR KEBENARAN PERISTIWA

Seroja segera turun dari atas motor. Tatapan matanya menatap penuh kerinduan, ke arah rumah berwarna serba hijau tersebut.

"Ini rumah Pak Haji Ibrahim, Mbak," seru Pak Udin memberitahukan.

"Oh ya, terimakasih banyak Pak Udin. Karena telah mengantarkan saya. Ini ongkos perjalanannya, apakah cukup?" tanya Seroja, sambil memberikan selembar uang lima puluh ribuan kepada Pak Udin.

"Cukup Mbak, terimakasih banyak. Bahkan sebenarnya kebanyakan, untuk pembayaran jarak segitu saja. Akan saya kembali kan uang, Mbak Seroja," jawab Pak Udin sambil mengambil uang kembalian, dari dalam tas kecil yang dibawanya.

"Tidak usah Pak Udin, uang kembaliannya untuk Bapak saja. Tidak usah Bapak kembalikan lagi," sahut Seroja dengan cepat.

"Yang benar Mbak? Alhamdulillah kalau begitu, terimakasih banyak Mbak. Saya permisi pulang dulu ya, rumah saya hanya beberapa meter dari rumah Pak Haji Ibrahim ini. Kapan-kapan mampir, Mbak," pamit Pak Udin sambil tersenyum penuh kebahagiaan.

Setelah itu Pak Udin kembali menyalakan mesin motornya, kemudian berlalu dari hadapan Seroja. Seroja berjalan perlahan mendekati pintu gerbang rumah, dengan langkah kaki pasti penuh kebahagiaan. Dengan perlahan Seroja membuka pintu gerbang yang lumayan tinggi, lalu masuk ke dalamnya.

Sebuah taman bunga yang terlihat sangat indah, juga terpelihara dengan apik langsung menyambut kedatangan Seroja. Beserta keharuman bunga mawar merah, yang banyak tumbuh di sana.

Dengan jantung yang berdebar karena menahan rasa bahagia, akan bertemu dengan Bapak dan Rembulan. Seroja berjalan mendekati pintu utama rumah. Lalu menekan tombol bel rumah tersebut, yang berada di samping pintu.

Ting nong! Ting nong!

Setelah menekan belum beberapa kali, akhirnya terdengar suara langkah kaki menghampiri daun pintu. Tidak beberapa lama kemudian pintu terbuka. Kemudian muncullah sosok perempuan setengah tua, yang tampak sangat terkejut melihat kehadiran dirinya.

"Astagfirullahalazim! Mbak Rembulan? Kenapa Mbak? Apa yang terjadi?" tanya perempuan tua tersebut tampak panik sekali. Melihat sosok Seroja berdiri dihadapannya, yang ternyata dianggapnya sebagai sosok Rembulan saat ini.

"Ma-maaf Mbok, sa-saya bukan Rembulan. Saya Seroja, saudara kembar dari Rembulan yang tinggal di Jawa Timur. A-apakah saya bisa bertemu dengan Bapak saya, Mbok?" tanya Seroja dengan suara yang terbata-bata mencoba menjelaskan, dengan bibirnya juga mulai membiru, Akibat udara dingin yang mulai dirasakan, karena pengaruh pakaian basah yang dikenakannya.

"Mbak Seroja? Kembarannya Mbak Rembulan, yang tinggal bersama Ibunya di Jawa Timur? Ya ampun! Mbok pikir, Mbak Rembulan! Karena kalian berdua benar-benar mirip sekali. Ayo Mbak Seroja, kalau begitu silahkan masuk!" ajak Mbok Jum sambil tersenyum ramah, mempersilahkan Seroja untuk masuk ke dalam rumah.

Mbok Jum merupakan asisten rumah tangga, yang sudah lama sekali bekerja di rumah Pak Haji Ibrahim. Dia sangat memahami siapa Seroja. Karena Mbok Jum memang mengetahui pasti, sejarah perjalanan hidup majikannya tersebut. Dengan langkah kaki sedikit gemetar karena kedinginan, Seroja mengikuti langkah kaki Mbok Jum memasuki rumah.

"Silakan duduk, Mbak Seroja," ucap Mbok Jum mempersilakan.

"Jangan Mbok, nanti sofanya basah," jawab Seroja dengan cepat sambil melirik ke arah sofa ruang tamu, yang berwarna merah magenta tersebut.

"Oh iya, bagaimana jika Mbak Seroja, langsung mandi dan ganti pakaian saja di kamar, Mbak Rembulan? Mbak Seroja, bisa mengenakan pakaian Mbak Rembulan. Mbok Jum rasa Mbak Rembulan tidak akan marah, jika pakaiannya dikenakan oleh Mbak Seroja," usul Mbok Jum sambil tersenyum, menatap ke arah Seroja dengan lekat.

"Kenapa Mbok Jum tidak langsung memanggil Bapak dan Rembulan saja sekarang? Karena aku sangat ingin berjumpa dengan mereka?" tanya Seroja sambil tersenyum. Binar matanya tampak memperlihatkan rasa rindu yang dalam.

"Saat ini Mbak Seroja belum bisa bertemu dengan Bapak dan juga Mbak Rembulan. Karena sekarang Bapak sedang pergi mencari Mbak Rembulan. Yang sudah seharian belum juga pulang. Sehingga saat ini yang berada di rumah, hanya Mbok Jum dan Mas Budi. Yang merupakan sopir, sekaligus tukang kebun di rumah ini," tutur Mbok Jum menjelaskan, dengan raut wajah yang tampak memancarkan kesedihan.

"Bapak sedang mencari, Rembulan? Memangnya Rembulan pergi kemana Mbok Jum? Apa yang terjadi dengannya, sehingga Bapak harus mencari Rembulan?" tanya Seroja dengan nada suara, yang terdengar mulai tampak cemas sekali.

Seketika itu juga sekelebat bayangan sosok perempuan penuh darah, yang ditemuinya di rumah tua melintas begitu saja. Lalu mengguratkan perasaan sedih dan luka di hati Seroja.

"Mbok Jum juga tidak tahu Mbak, karena tidak biasanya Mbak Rembulan seperti ini. Biasanya jika pulang kuliah langsung kembali ke rumah, paling malam ya pas adzan maghrib berkumandang. Tetapi entah mengapa saat ini, Mbak Rembulan belum juga sampai di rumah. Makanya tadi Pak Haji langsung segera menyusulnya. Karena pada saat Pak Haji mencoba menghubungi HP milik Mbak Rembulan, tidak juga dapat dihubungi. Sehingga membuat Pak Haji sangat khawatir sekali dengan keadaannya," tutur Mbok Jum menceritakan.

Mendengar apa yang dikatakan Mbok Jum tersebut, seketika jantung Seroja kembali berdetak dengan sangat kencang sekali. Sosok perempuan berlumuran darah, di dalam rumah tua itu kembali melintas di pikirannya dengan cepat.

"Apakah ... apakah perempuan itu adalah, Rembulan? Ka-karena waktu itu aku lihat, wajahnya sangat mirip denganku? Tapi tidak mungkin! Jangan! Tidak mungkin!" teriak Seroja di dalam hatinya, penuh kecemasan yang sangat dalam.

"Sebaiknya Mbak Seroja sekarang mengikuti Mbok Jum, kita ke kamarnya Mbak Rembulan untuk mandi dan berganti pakaian. Mbok Jum yakin sekali. Jika pakaiannya Mbak Rembulan, pasti pas dikenakan oleh Mbak Seroja. Karena selain wajah kalian yang benar-benar mirip, postur tubuh Mbak Seroja dengan Mbak Rembulan juga sama sekali!" komentar Mbok Jum memberikan penilaiannya, sambil tersenyum lembut.

Lalu Mbok Jum memegang tangan Rembulan, dan menariknya perlahan agar mengikuti langkah kakinya. Seperti seekor kerbau yang di cocok hidungnya saja, Seroja mengikuti langkah kaki Mbok Jum berjalan masuk kedalam rumah besar tersebut. Kemudian langsung menuju ke sebuah kamar, yang berada tidak terlalu jauh dari ruang tamu tersebut.

Tiba di depan pintu kamar, Mbok Jum langsung membukanya. Lalu dia beserta dengan Seroja pun masuk ke dalam kamar tersebut, sambil sebelumnya Bu Jum menyalahkan terlebih dahulu saklar lampu yang berada di samping pintu.

Pada saat saklar lampu dinyalakan, langsung terlihatlah sebuah ruang kamar yang berwarna serba merah jambu. Dengan aroma bunga mawar, yang langsung menyusup masuk ke dalam hidung Seroja saat ini. Ruang kamar milik Rembulan ini, terlihat sangat rapi dan bersih juga tertata dengan baik.

Bahkan di sudut ruangan terdapat meja kecil, yang diatasnya ada hiasan sebuah vas bunga cantik. Berisikan beberapa tangkai bunga mawar merah dan putih, menghiasi sudut ruangan. Tampaknya dengan adanya bunga mawar itulah, yang membuat aroma kamar ini menjadi sangat harum sekali.