webnovel

Sayang Bella

Pagi pertama seorang Bella tinggal di kediaman Radit. Matahari belum terbit secara keseluruhan, Bella bahkan sudah berkutat di dapur sedari tadi. Menyiapkan suaminya sarapan dengan masakannya sendiri. Radit selama ini belum pernah mencoba hasil karyanya.

Bella tak tahu sebenarnya apa makanan favorit Radit sendiri di pagi hari untuk bisa dirinya masak. Dirinya juga tak tahu, minuman apa yang ingin Radit minum di setiap paginya. Dan kebiasaan-kebiasaan lain yang belum Bella ketahui.

Dirinya hendak bertanya, segala sesuatu yang berhubungan dengan favoritnya. Agar dirinya juga tak salah dalam mengambil langkah. Tak salah dalam berbuat. Tapi saat ini, suaminya masih terlelap dalam tidur.

"Nyonya Bella ngapain pagi-pagi di dapur? Ini sudah tugas dari kami, Nyonya. Untuk menyiapkan Tuan Radit sarapan." Salah satu tangan dari mereka hendak mengambil alih pekerjaan yang sedang Bella geluti. Menyelesaikan apa yang sedang dirinya kerjakan.

Tidak, Bella tak suka dibantu jika sedang memasak. Jika dirinya sedang menciptakan sebuah karya, makan hal ini pasti murni semua berkat tangannya. Berbeda jika memang team chateringnya yang bekerja, semua sudah ada bagian yang Bella tentukan.

"Bibi ngerjain tugas yang lain aja, ya? Pagi ini, biar aku yang siapin sarapan buat Mas Radit," jelas Bella sambil meneruskan kegiatannya.

"Eh, Nyonya. Nanti kalau Tuan Radit tahu Nyonya yang masak sendiri, nanti beliau marah. Seakan kami membiarkan Nyonya bekerja sendiri. Padahal ini tugas kami."

Senyum Bella kembali terangkat. Kekhawatiran pembantunya yang mungkin lebih tahu sifat Radit dari pada dirinya memang tidak bisa begitu saja dirinya hiraukan.

Radit memang sedikit tempramental selama Bella mengamati. Jika pembantunya sering kena marah, hal itu juga pasti hal yang wajar.

"Biar aku nanti yang bilang. Bibi tenang aja.

Kalau Bibi takut kena marah, yaudah. Bibi bagian cuci piring aja, ya?"

Mau tak mau, sang pembantu itu pun mengikuti permintaan Bella. Mengerjakan aktivitas lain di dapur tanpa mengganggunya memasak.

Mencuci piring, menyapu tempat dapur tersebut, mengepel, membersihkan sampah yang ada. Hingga beberapa kali mereka pun juga saling berbincang dan mengobrol satu sama lain.

Pembantu yang dirinya temui kali ini terlihat lebih muda darinya. Mungkin bisa dikatakan umurnya masih 20 tahunan. Memang perbedaan yang tidak terlalu jauh.

Dia juga cantik, terlihat lugu, dan sangat lembut tutur katanya. Berbincang dengannya juga ternyata sangat seru. Tak terlalu kaku untuk satu sama lain.

"Bi, aku mau tanya. Bibi kan udah biasa buatin sarapan buat Mas Radit. Kira-kira kalau pagi itu dia biasanya mau minum apa? Sama sarapan apa?" tanyanya masih sambil memotong beberapa sayuran.

"Kalau Tuan Radit setiap pagi tidak terlalu meminta sih, Nyonya. Hanya segelas air putih hangat yang disiapkan untuk minum Tuan Radit setiap bangun pagi. Dan kalau sarapan, nasi goreng favorit Tuan."

"Cuma itu?"

Sang pembantu pun mengangguk pelan sambil berpikir apakah ada yang kurang atau tidak. Merasa sudah cukup juga karena Tuannya yang sering tidak sarapan di rumah.

Bella mengangguk paham penjelasan yang pembantunya berikan. Tidak terlalu sulit ternyata paginya Radit untuk disambut dengan baik.

Kembali melanjutkan masaknya yang kebetulan Bella sedang menyiapkan nasi goreng spesial untuk sang suami. Tak terlalu membutuhkan waktu lama Bella dalam menyelesaikan karyanya.

Jangan lupa jika Bella sangat handal dalam hal memasak. Bisnis Chateringnya yang sudah meluas ke mana-mana, sudah tak diragukan lagi cita rasanya.

Meja makan yang sudah tertata rapi dengan hasil karya Bella sendiri. Masakan yang sudah tersimpan sesuai pada tempatnya di meja makan. Dan kali ini, Bella yang akan menyambut pagi Radit sendiri.

Pintu kamar telah dibuka sambil mebawa segelas air hangat untuk sang suami.

"Selamat pagi ... Kamu sudah bangun dari tadi?" Memberikan segelas air itu pada Radit dan langsung diterimanya. Berjalan menjauh sambil membuka semua tirai kamarnya agar sinar matahari juga ikut masuk.

Mematikan AC kamar dan membuka jendela agar angin segar masuk mengganti sirkulasi udara. Bella pun menyiapkan pakaian kerja sang suami.

"Pagi. Kamu bangun jam berapa tadi? Matahari belum keluar, kamu juga udah enggak ada di samping aku?" tanya Radit sambil menyeruput air hangatnya.

"Ah, itu? Aku sedang menyiapkan sarapan untukmu, Mas. Kamu belum pernah merasakan hasil karyaku,kan? Kita sarapan bareng, ya? Habis ini?"

Mengeluarkan setelan jas yang sangat pas menurut Bella untuk dikenakan suaminya bekerja hari ini. Dasi, kemeja, dan parfum saja juga dirinya siapkan untuk menjamin pelayanannya.

Memastikan tidak ada yang kusut untuk pakain Radit, Bella pun kembali duduk di samping suaminya. Entah mengapa, energi positif dari Radit saat ini sangat terasa pada dirinya sendiri.

Aura positif yang terpancar, sungguh menghangatkan Bella juga dalam melakukan aktivitas lainnya. Memandang sedikit wajah tapan sang suami, Bella berharap harinya tak seburuk itu.

"Kamu ngapain lihatin aku kayak gitu? Ganteng, ya? Udah tahu kok," jelas Radit sambil bersikap sok cool di depannya.

"Ih ... apaan, sih! Pede baget ya kamu, Mas? Siapa juga yang bilang kamu ganteng?" sahut Bella sedikit tersipu malu.

Melihat Radit yang tiba-tiba berlaku kegantengan di depannya. Merasa sebagai cowok paling ganteng di dunia ini. Bella juga sedikit mual dengan perkataan itu.

Tangan Radit yang tanpa Bella sadari mulai meraih tubuhnya. Mendekatkan dirinya pada tubuh Radit yang masih terduduk di sana. Merengkuhnya sangat dekat sabil memainkan rambut Bella.

"Kamu manggil aku apa?"

"Hah? Mas Radit?" tanya Bella di tengah kegugupan.

"Susstt! Bukan Mas, tapi Sayang."

*Bersambung ...