webnovel

Pagi Pertama

"Malam ini Kak Bella baik-baik aja, bukan?"

"Hah?"

Bella mengusap air matanya seketika. Tak mempedulikan pipinya yang sudah basah sedari tadi karena tindakan Radit yang cukup menyakiti hatinya. Menghalau segala kesedihan yang sekarang dirinya rasakan. Sepertinya orang di seberang telpon lebih membutuhkannya.

Mengontrol kembali suaranya agar tak terlalu kentara bahwa dirnya yang tadi habis menangis. Menormalkan kembali aturan napasnya agar tak terlihat tersenggal-senggal. Menanggapi gadis di sana. Ada apa Abel, mengapa menelponnya semalam ini?

"Kamu ngomong apa, Abel? Kenapa nelpon semalam ini?" tanya Bella merespon.

"Kak Bella baik-baik aja, kan? Kak Bella masih sama Bang Radit, kan di sana? Dan Kak Bella—"

"Kamu mau nanya Kakak, apa mau introgasi sih, Bel?" tanya kembali Bella sambil sedikit terkekeh.

Mendengar kecerewetan Abel yang tak ada habis-habisnya. Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari mulut gadis yang berisik itu. Mendengar perhatian ataupun sejenisnya yang Abel layangkan. Hal itu sungguh menghibur Bella pribadi.

Merasa ada orang yang tahu kondisinya. Merasa ada orang yang lebih peka di bandingkan Edo di sekitarnya sekarang. Ini memang nyata adanya. Abel benar-benar perhatian dengannya.

"Hehehe ... maaf Kak Bella. Aku tuh perhatian banget tahu, sama Kakak.

Setelah tahu kalau kakak ipar aku itu kakak. Abel seneng banget."

"Serius seneng banget? Pakek banget?" sahut Bella tak kalah semangat.

Di tengah malam yang sudah larut. Bella yang masih terjaga dalam malamnya. Di kamar hotel sendirian tanpa adanya Radit yang menemani. Entah ke mana suaminya itu pergi. Bersama dengan teman-temannya ataupun yang lainnya, Bella tak ingin terlalu memikirkannya.

Abel yang hingga sekarang masih menemaninya berbincang. Malam yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Dengan perbincangan yang semakin seru, membuat Bella melupakan semua kesedihannya tentang Radit.

Lebih memilih mendengarkan Abel bercerita saja dengan keasikannya. Membiarkan juga suaminya bersenang-senang di luar. Pernikahan ini memang tak terlalu bisa Bella harapkan lebih selain kebahagiaan orang tuanya sendiri.

"Kak Bella, aku mau pesen buat Kak Bella boleh?" tanya Abel lirih saat pembahasan mereka sudah mulai berakhir.

"Boleh, Abel mau pesen apa?"

Suara tarikan napas yang dalam terdengar sangat jelas di pendengaran Bella. Mengerutkan keningnya tak paham apa yang hendak Abel sampaikan pada dirinya di waktu tengah malam ini. Sepertinya ini penting untuknya.

Menunggu beberapa detik hingga Abel kembali membuka suara. Mendnegarkan dengan sungguh-sungguh setiap kata yang Abel keluarkan dari bibir kecilnya. Meski perbincangan mereka dengan perentara telepon, tapi Bella tahu Abel sedang serius di sini.

"Ada apa, Bel?" Bella kembali menanyakan hal apa yang hendak Abel sampaikan.

"Aku tahu, apa yang sedang Kakak rasakan sekarang. Aku tahu jika Kak Radit pasti sekarang sedang tidak ada di kamar, kan?

Aku tahu, Kakak pasti tak biasa jika mendapat perlakuan ini dari orang lain yang termasuk dalam konteks jahat. Tapi ...

Kak Bella harus lebih kuat, ya nanti. Di saat Kakak tinggal bersama dengan Mama dan Papa? Kuatin hatinya aja."

Ada apa?Apa yang sebenarnya ini Abel sampaikan kepadanya? Mengapa cukup mesterius bagi Bella?

Orang yang pastinya sudah Abel tahu sisi baik dan buruknya. Orang yang selalu merawat Abel sejak kecil dengan penuh kasih sayang hingga Abel bisa tumbuh menjadi gadis yang manja dan periang. Kenapa pesan yang dirinya sampaikan begitu dalam?

Dan satu lagi, bagaimana bisa Abel tahu jika Radit sekarang tak bersamanya? Sebegitu kenal, kah Abel dengan Radit hingga kebiasaan buruk pun bisa dirinya baca meski hanya sebagai pengingat untuk Bella?

Abel memang sudah seperti cenayang yang bisa baca hati dan pikiran orang lain di sini. Seakan telah menjadi pengamat handal yang selalu bisa hapal kebiasaan apa saja yang akan terjadi di masa depan. Tapi, Bella sedikit takut jika begini.

"Maksud kamu apa, Abel?"

"Abel enggak mau jelasin apapun di sini. Biar Kakak tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi di keluarga kita, dan Abel sudah memperingatkan ke Kakak. Kuatkan mental dan jangan mudah bersedih. Abel selalu ada di pihak Kakak."

Panggilan mereka pun terputus. Abel lebih dahulu mengakhiri perbincangan mereka setelah selesai menyampaikan pesan-pesannya. Tak menunggu responnnya terlebih dahulu baru bisa mengakhiri percakapan mereka, Bella sadar mungkin Abel sudah mulai mengantuk dahulu.

Membiarkan sang adik iparnya ini untuk beristirahat juga. Dan sekarang gantian dirinyalah yang juga harus mulai beristirahat.

Merapikan sebenatar kamarnya yang sedikit berantakan. Menata beberapa koper yang sedikit tak rapi. Setelah semuanya sudha beres, Bella juga tak lupa mengirimkan pesan kepada sang suami.

Memberi pesan bahwa Radit boleh meneloponnya jika hendak masuk kamar. Karena kunci yang ada hanya satu, dan hanya Bella yang bisa membuakakannya. Maka Radit pun harus mengabarinya terlebih dahulu.

Untuk saja Bella termasuk orang yang peka meski dirinya sedang dalam posisi tertidur. Meski ada chat atau pun telpon sekalipun, Bella bisa mendengarnya meski mimpi pun telah bersamanya. Maka dari itu Bella tak khawatir jika sewaktu-waktu Radit menghubunginya.

"Good night, Radit."

Memejamkan kedua matanya dan segera tidur. Menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut tebal yang akan menemani malamnya. Menyandingkan ponselnya tepat di sampingnya. Bella pun mulai terbawa mimpi.

Tak terasa, hari sudah mulai berganti pagi. Belum ada lima jam Bella tertidur di kasurnya yang sangat empuk, suara seseorang kembali memangunkannya.

Bukan, bukan suara seseorang yang tepat. Tapi suara orang yang sedang mandi yang sedang Bella dengarkan kali ini. Jam menunjukkan pukul enam pagi. Matahari juga belum sepenuhnya terlihat dari arah jendela.

Bella pun turun dari ranjang tidurnya. Menyibakkan tirai dan membukan jendela agar udara baru masuk ke dalam kamarnya. Menunggu orang yang Bella sangak adalah radit yang ada di dalam untuk keluar, dirinya lebih memilihkan baju sang suami saja.

"Udah dari tadi bangunnya?"

"Hah?"

Bella terkejut saat dirinya tengan membuka koper milik Radit. Mengeluarkan pakaian yang dirinya pilihkan untuk di kenakan setelah ini. Tapi, belum semuanya selesai, Radit lebih dahulu mengejutkannya.

"Hm ... enggak juga. Aku baru bangun, kok." Bella tampak gelagapan sekarang. Mendapat todongan pertanyaan yang sebenarnya juga tak terlalu serius.

"Oh, yaudah. Buruan mandi, habis ini kita keluar buat sarapan."

Mengambil alih baju yang telah Bella siapkan tadi. Mengenakannya tepat di depan kedua matanya. Bella kembali terkejut saat Radit tak mengomeninya sama sekali dan menerima baju pilihannya.

Kedua matanya masih masih tak terkedip, seakan terpana dengan sikap radit yang di luar dugaan. Menutup mulutnya tak bisa berkata-kata. Bella ingin berteriak sekarang juga melihat Radit menghargai pilihannya.

Masih dalam tempat yang samadan posisi yang sama. Bella masih ternganga di tempat. Membiarkan koper suaminya ini masih terbuka dan mengamati sang suami berkaca di hadapannya.

"Kenapa masih bengong? Buruan siap-siap sana!"

"Tapi tunggu!"

"Kenapa?"

"Nanti dandan yang cantik, ya?"

*Bersambung ...