webnovel

Menelpon Ibu

Keesokan paginya disaat kegiatan mengaji masih berlangsung Hanif yang sebenarnya mendapat keringanan tidak mengaji karena habis ronda terlihat tidak mengambil keringanan itu alias tetap mengaji, bahkan dia mengambil jatah antrian lebih awal, lalu begitu dia keluar dari serambi masjid dan hendak masuk ke asramanya tiba-tiba terdengar seruan memanggilnya.

"Kang Hanif ... dapat telpon dari ibunya," ucap Kang Siddiq sambil menyodorkan ponsel pondok.

"Nih hapenya .."

"Terimakasih ya Kang Siddiq?"

"Ya sama-sama." Hanif terlihat agak gugup mengangkat teleponnya.

"Halo assalamualaikum ..." Hanif merasa ibunya nampak senang karena mendengar suaraku, lalu ibunya pun langsung menjawab.

"Waalaikumsalam ... gimana kabarnya Nak ..? Kamu kapan pulang ..?" tanya ibunya Hanif.

"Alhamdulillah Bu .. kabarku baik .. insyaallah lima bulan lagi aku pulang," jawab Hanif terdengar malu-malu.

"Sekarang kamu ada di mana to nak?" lanjut tanya ibunya Hanif.

"Hmmm ... aku lagi ada di penjara suci Bu," jawab Hanif sambil senyum-senyum. Sesaat nampak ibunya Hanif terdiam, mungkin dia tengah berpikir apa yang dimaksud penjara suci, faham dengan keadaan akhirnya Hanif pun buru-buru menjelaskan maksud dari ucapannya itu.

"Penjara suci itu pondok pesantren Bu ... hehehe ..."

Sontak ibunya Hanif terkejut sambil berkata.

"Ya Alloh ... matursuwun ya Alloh ... engkau telah membimbing putraku dan menjaganya dengan baik, gimana Nak .. apakah sekarang kamu butuh kiriman?" sahut tanya ibunya Hanif dengan suara terdengar agak bergetar karena menahan rasa haru.

"Eh .. enggak usah Bu .." balas Hanif dan kemudian dia kembali berkata.

"Oh iya Bu bagaimana kabar Ayah?"

"Alhamdulillah baik, bentar Nak .. ibu panggilkan Ayahmu ... Ayah .. Yah .. ini lho putramu ..." seru ibunya Hanif terdengar jelas, terlihat wajah Hanif begitu bahagia karena bisa membuat hati ibunya senang. Lalu ayahnya pun langsung berbicara.

"Gimana kabarnya Nif?"

"Alhamdulillah Yah .. baik .." jawab Hanif kembali terlihat begitu lega karena Ayahnya berkenan untuk dia ajak bicara setelah sempat mengusirnya beberapa waktu lalu.

"Ayah gimana kerjaannya?" lanjut tanya Hanif.

"Alhamdulillah ... Alloh melancarkan rizki Ayah, oh iya kata Ibumu kamu sekarang mondok? Mondok di pesantren mana kamu?" Hanif nampak terdiam sejenak rupanya dia lupa dengan alamat pondoknya itu, lalu kemudian dia segera bertanya kepada Kang Hafizh.

"Ini pondok pesantren mana Kang alamatnya?"

"Pondok Pesantren Mujahidin Alal Khotib Cluring Banyuwangi," sahut Kang Hafizh dengan setengah berbisik, dan kemudian Hanif pun segera memberi tahu kepada ayahnya tentang alamat pondoknya itu.

"Yah .. maafkan Hanif ya Yah .. karena selama ini selalu membuat Ayah marah dan kecewa ..?" ujar Hanif dengan suara memelas.

"Ya ... Ayah telah maafkan bahkan sebelum kamu minta maaf .. orang tua itu selalu tidak tega kalau melihat anaknya berbuat salah .. jadi sebenarnya marahnya Ayah kemarin itu bukan karena apa-apa selain hanya karena rasa sayangnya Ayah kepadamu," jawab ayahnya Hanif.

"Iya Yah ... doakan Hanif terus semoga bisa tetap istiqamah dalam belajar menuntut ilmu, ya udah ya Yah ... Hanif grogi nih," ujar Hanif memang betul-betul terlihat gugup.

"Hahaha ... sama ayahnya sendiri kok gugup, oh iya kemarin banyak teman-temanmu dan juga pacar-pacarmu yang datang mencarimu," ujar ayahnya Hanif, mendengar ucapan ayahnya seperti itu Hanif pun kaget dan nampak merasa sangat malu, dia tidak bisa berkata-kata lagi untuk menjawab ayahnya, Hanif hanya terdiam, tahu kalau anaknya itu malu akhirnya ayahnya Hanif pun langsung menyambung kembali perkataannya tadi.

"Ya tapi sudah saya bilangin ke mereka kalau sekarang kamu sudah punya tunangan, ya wes ya kalau gitu? Kamu baik-baik di situ, wassalam ..." Hanif nampak tersenyum-senyum bahagia.

"Waduh ... senengnya rek ... ya baru omong-omong sama ibunya ..." ujar Kang Hafizh mencandai Hanif.

"Ya udah Kang .. ini hapenya silahkan dikumpulkan lagi," ujar Hanif sambil mengulurkan hapenya itu. Sementara itu rupanya yang sedang mendapatkan telpon dari keluarganya bukan cuma Hanif saja, karena Kang Siddiq sendiri juga tengah berbicara di telepon dan sepertinya itu juga dari keluarganya, dan Hanif mendengar percakapan Kang Siddiq ditelpon itu.

"Iya Bu ... yang sabar kalau memang tidak laku dagangannya ibu bisa cari pinjaman dulu ke Pakde Lukman .. dan ibu gak perlu khawatir .. aku gak usah dikirim gak papa .. dan kalau memang ibu masih belum sehat jangan dipaksakan untuk ke pasar .. jaga kesehatan ya Bu .. maafkan Siddiq belum bisa bantu ibu mencari uang .." suara Kang Siddiq begitu menyentuh perasaan Hanif.

'Ya Alloh ... rupanya orang tuanya Kang Siddiq malah tidak bisa mengirim ... dan sepertinya juga sedang sakit, hoh ... rupanya masih ada yang hidupnya lebih susah dariku ... Alhamdulillah ya Allah ... jadikan aku agar terus bisa bersyukur kepadamu ...' ujar hati Hanif.

Memang yang namanya mencari ilmu itu butuh yang namanya tekad yang kuat dan pantang menyerah, karena yang seperti itu memang sudah menjadi kebiasaan para pesohor dari ulama-ulama kelas dunia, satu contoh kisah mencari ilmu dari ulama besar yang juga merupakan seorang mujahid mutlak yaitu kisah mencari ilmunya Imam Syafi'i ra.

Ketika berguru di kota Mekah Imam Syafi'i di perintahkan oleh gurunya, "wahai Muhammad pergilah engkau ke Madinah untuk berguru lagi, karena sesungguhnya ilmuku sudah habis, semuanya sudah kuajarkan padamu". Imam syafi'i pun menuruti perintah sang guru dan beliau segera berpamitan dengan sang ibu. Berkatalah sang Ibu, "pergilah engkau menuntut ilmu di jalan Allah, kita akan bertemu nanti di akhirat." Maka Imam Syafi'i Pun berangkat ke Madinah mencari guru untuk mengajarkannya ilmu.

Di Madinah beliau berguru kepada Imam Malik. Tak butuh waktu lama, Imam Syafi'i langsung menyerap ilmu yang diajarkan Imam Malik sehingga semua orang terkagum-kagum dibuatnya. Termasuk sang guru yang pada saat itu merupakan ulama tertinggi di Madinah, Imam Syafi'i Pun menjadi murid kesayangan Imam Malik.

Imam Syafii kemudian mengembara ke Iraq dan menimba ilmu di sana, beliau berguru kepada murid-muridnya Imam Abu Hanifah atau Imam Hanafi. Meski sudah banyak menyerap ilmu di Irak, imam Syafi'i belum ingin pulang karena belum ada panggilan dari ibundanya. Di Irak Imam Syafi'i berkembang menjadi murid yang terkenal sangat pintar dan tercerdas. Sehingga dalam waktu singkat ia sudah diminta untuk mengajar. Tak butuh waktu lama, ribuan murid pun berbondong-bondong datang untuk berguru padanya. Hingga ia pun menjadi ulama besar yang terkenal ke seluruh penjuru Irak hingga Hijaz.

Ibundanya imam syafi'i pada setiap tahunnya juga melakukan ibadah haji, pada kesempatan tahun itupun sang ibu melaksanakan ibadah haji. Pada saat itu sang ibu mengikuti kajian dari salah seorang ulama yang mana sang ulama tersebut sering mengucapkan nama imam Syafi'i. Mendengar ulama tersebut sering mengucapkan nama sang anak, setelah pengajian sang ibu pun menjumpai ulama tersebut. Sang ibu bertanya kepada sang ulama Wahai syekh siapakah itu Muhammad bin Idris Asy Syafi'i? sang ulama pun menjawab bahwa imam syafi'i adalah gurunya di irak.