webnovel

Apa Iya, Ya?

Waktu terus berlalu, kira-kira pukul sepuluh malam Hanif dan Kang Hafizh kontrol diluar pondok lalu secara kebetulan mereka melihat ada tetangga pondok yang tengah menghardik seorang pengemis.

"Dasar gembel ...!! Udah malam-malam gini masih aja ganggu orang! Pergi sana!" melihat kejadian itu Kang Hafizh pun langsung berlari mendekat manakala pengemis tua itu didorong oleh tetangga pondok yang angkuh itu hingga terjatuh, sesaat Hanif nampak tertegun dia tiba-tiba ingat waktu dia masih menjadi preman di kampungnya dulu, dia pun juga sering bertindak kasar terhadap orang yang dia satroni, hati Hanif terenyuh melihat kejadian itu.

Terdengar dari mulut pengemis tua itu berkata lirih, "Lapar ... lapar ..." Kang Hafizh lalu merogoh kantong bajunya dan kemudian memberikan uang kepada pengemis tua itu.

"Ini Mbah .. ada sedikit uang buat Mbah .. bisa untuk beli makanan, yang sabar ya Mbah? Insyaallah nanti diakhirat Mbah akan hidup mulia di surga," ujar Kang Hafizh menyemangati pengemis tua itu, melihat hal itu tidak terasa air mata Hanif menetes.

Setelah itu Hanif dan Kang Hafizh pun kembali melangkah melanjutkan kegiatan patrolinya mengitari lingkungan pondok pesantren.

"Kang Hanif," panggil Kang Hafizh.

"Iya Kang Hafizh," balas Hanif.

"Melihat kejadian barusan itu setidaknya kita bisa mengambil pelajaran," ujar Kang Hafizh.

"Iya Kang, aku tadi juga tidak tega melihat pengemis tua diperlakukan kasar seperti itu."

"Terus kira-kira pelajaran apa yang Kang Hanif dapatkan dari peristiwa itu?" tanya Kang Hafizh lagi.

"Ya itu tadi Kang aku gak tega melihat pengemis tua itu, dan tadi aku juga ingat masa kelam ku sewaktu masih di rumah dulu itu, karena aku juga sering berbuat kasar pada orang-orang yang aku satroni," jawab Hanif nampaknya masih belum sesuai dengan pertanyaan Kang Hafizh.

"Yah itu bagus, sekarang sampean sudah sadar dan telah berubah menjadi lebih baik, ada hal lain yang tidak kalah penting dari rasa iba sampean itu," ujar Kang Hafizh terjeda.

"Emang apa itu Kang?" sahut tanya Hanif.

"Ya banyak, diantaranya kita tidak boleh berbuat kasar kepada orang yang meminta, karena dari harta yang kita miliki itu sesungguhnya ada hak bagi mereka yang tidak mampu, lalu kita juga tidak bisa memandang rendah kepada orang lain hanya sebatas tampilan luarnya saja, karena mulia atau hinanya seseorang bukan dilihat dari casingnya saja melainkan kebersihan hati dan ketakwaannya," tiba-tiba Hanif memotong ucapan Kang Hafizh.

"Berarti menjadi pengemis itu baik yang Kang?" tanya Hanif.

"Ya enggak begitu juga maksudnya .. meskipun kita diperintahkan untuk membantu para peminta-minta tapi sebenarnya mengemis atau meminta dalam agama pun juga tidak bisa dibenarkan apabila itu terus dijadikan sebagai pekerjaan karena agama pun memberikan ajaran yang baik untuk kita jadikan pedoman yaitu tangan di atas itu lebih baik dari tangan dibawah," terang Kang Hafizh.

"Jadi intinya teruslah berbuat baik, jangan bosen, tetap istiqamah, sedikit tapi rutin itu lebih baik dari banyak tapi cuma sekali," kembali ucap Kang Hafizh dirasa Hanif cukup membuat wawasannya tentang agama menjadi lebih luas.

Begitulah hidup di pondok, tempat belajar yang terbilang sangat efektif dibanding tempat belajar lainnya, karena di dalam pondok itu ilmu tidak cuma didapatkan dari Abah Kiai saja, namun semua teman bisa saja menjadi guru bagi yang lain, atau gambarannya belajar di pondok itu tak ubahnya seperti padi yang ditumbuk dalam sebuah lesung, karena yang namanya menumbuk padi itu tidak selalu semua padi bersentuhan langsung dengan kayu yang digunakan menumbuk, adakalanya padi bisa terkelupas kulitnya dikarenakan gesekan antar sesama padi.

Hari terus berlalu, semua yang hidup di dunia pasti akan menerima cobaan dengan macam dan ukurannya sendiri-sendiri, karena Alloh sudah menakar kadar kemampuan hambanya. Semakin hari Hanif semakin memahami dengan para santri yang ada di pondok itu, mengenal Kang Hafizh adalah sebuah keuntungan bagi Hanif, karena dari dia Hanif banyak belajar, banyak sekali nasehat-nasehat Kang Hafizh yang masuk ke hati Hanif.

"Assalamualaikum ..." Kang Hafizh datang.

"Waalaikumsalam ..." jawab Hanif.

"Anu Kang Hanif ... eh .. sampean mau bantu aku?" tanya Kang Hafizh terlihat ragu-ragu.

"Ah .. Kang Hafizh, jangan panggil aku dengan sebutan Kang to ... Hanif aja .. anggap aku ini adik sendiri," timpal Hanif dan Kang Hafizh pun cuma tersenyum.

"Emang Kang Hafizh mau minta dibantu apa?" lanjut tanya Hanif.

"Membantu Adikku, dia sedang dapat masalah," ucap Kang Hafizh.

"Serius Kang? Emang Adik Kang Hafizh dapat masalah apa?" sahut tanya Hanif terlihat kaget.

"Dia dimusuhi oleh temannya, karena dia dianggap merebut pacar temannya itu, padahal pacar temannya itu lah yang memang naksir dengan adikku," terang Kang Hafizh.

"Mmm ... siapa cowoknya itu Kang? Apa anak santri sini juga?" tanya Hanif penasaran dan nampak Kang Hafizh langsung mengangguk tanpa berucap.

"Siapa namanya Kang?" kejar tanya Hanif makin penasaran, namun rupanya Kang Hafizh tidak berkenan untuk menyebutkan namanya.

"Terus aku mesti bantu gimana Kang Hafizh?" tanya Hanif.

"Eh ... dengan pura-pura jadi pacar adikku." Seketika Hanif pun langsung terdiam, 'Jadi pacar Naila? Gimana ya ... aku kan naksir nya dengan Neng Zahra,' ujar batin Hanif.

"Tenang Kang Hanif ... tidak lama kok, cuma sebentar, sekiranya masalah kelar udah kok pura-puranya," timpal Kang Hafizh lagi.

'Gimana ya .. Kang Hafizh sudah baik banget dengan aku .. apa iya aku menolak?' ujar batin Hanif masih terlihat bingung.

"Baiklah Kang Hafizh aku bersedia," tiba-tiba Hanif menyanggupi permintaan Kang Hafizh.

"Terimakasih Kang Hanif, tenang Kang .. ini cuma sementara, aku tahu kok kamu itu yang ditaksir adalah Neng Zahra," ujar Kang Hafizh berseloroh.

"Ah .. Kang Hafizh bisa aja, terus ini aksinya gimana Kang Hafizh?" tanya Hanif.

"Aksi apanya Nif?" tanya balik Kang Hafizh nampak belum paham.

"Ya katanya aku suruh pura-pura jadi pacar adik Kang Hafizh? Terus aku mesti ngelakuin apa?" tanya Hanif.

"Hahaha ... emang sampean mau ngelakuin apa? Mau ajak adikku jalan-jalan gitu?"tanya Kang Hafizh sambil tertawa.

"Lha iya makanya aku tanya Kang ... apa iya memang harus gitu .. atau gimana .. terus ngelakuin apa aja ..? Kan harus tanya dulu sama sutradaranya .." timpal Hanif tidak mau kalah.

"Ya gak adalah Nif ... namanya juga pacaran tipu-tipu .. ya pokok cukup dibilangin aja ke cowok yang naksir sama adikku itu kalau Naila sudah pacaran sama kamu, wes gitu aja!"

"O ... gitu .. ya udah sana berangkat," balas Hanif dengan enteng, nampak Hanif tidak berpikir bahwa meskipun cuma untuk bohong-bohongan tapi mau gak mau berita pacarannya dengan Naila sudah pasti akan tersebar di kalangan anak santri terlebih untuk santri putri.