webnovel

Part 36

Di sebuah rumah sederhana, seorang wanita sedang duduk di depan teras rumah itu. Ia tengah berkutat dengan ponselnya, memeriksa beberapa berkas yang harus segera ia selesaikan. Dari dalam rumah, terlihat wanita lain yang berjalan mendekatinya.

"Kenapa kau berada di luar? udara begitu dingin, aku tidak ingin kau kembali tertidur, Anne!" ujar wanita itu.

"Sia, aku hanya ingin memeriksa beberapa berkas yang Layla kirim," ujar Anne.

"Susah payah aku mencarikan obat untukmu, aku harap kau tidak menyia-nyiakan hidupmu lagi," celoteh Sia.

"Tenanglah saudariku, aku tidak akan membuat dirimu kembali kesusahan karena kondisiku," ujar Anne.

"Kapan kau akan menemui Cio?" tanya Sia.

"Entahlah, aku masih belum siap bertemu dengan mereka," ujar Anne.

***

"Akh! Granger, panggil dokter! Aku akan melahirkan," teriak Anne yang sedang kesakitan di kamar.

Granger berlari memanggil dokter yang berada di sisi lain Mansion utama, lelaki itu juga menghubungi Sia, saudara kembar dari Anne. Granger segera kembali ke Mansion utama untuk memastikan kondisi Anne yang akan melahirkan anaknya.

"Argh! Aku tidak tahan lagi! Cepat keluarkan bayi ini!" teriak Anne.

Dokter segera menyiapkan semua perlengkapannya, ia bersama dua perawat di sana menangani Anne dengan cekatan. Mereka melepaskan pakaian Anne dan menggantinya dengan selimut yang di tutupkan pada tubuh bagian dada hingga kaki.

Dokter mengarahkan agar Anne membuka kakinya, hingga terlihat jelas pintu keluar bagi sang bayi. Keringat membasahi wajah Anne, tubuhnya terasa remuk dan nyeri. Bagian bawah perutnya terasa mengencang dan ia ingin sekali mengejan saat itu.

"Cepatlah, Akh!" pekik Anne.

"Nona, dalam hitungan ketiga, dorong sekuat tenaga!" ujar Dokter itu.

Anne mengerti, kini ia bersiap untuk mengejan dan mengeluarkan bayinya dari dalam sana. Dengan kekuatan yang ia miliki, Anne yang terlihat manja dan juga egois itu, kini harus merasakan sakit yang luar biasa karena seorang anak dari lelaki yang ia cinta.

Aetelah berusaha selama lima belas menit, akhirnya seorang bayi laki-laki keluar dari sana. Anak itu terlihat sangat tampan, perpaduan wajah Anne dan juga Ron terlihat jelas.

Tubuh Anne terasa begitu lemah, tiba-tiba saja ia merasa sangat mengantuk dan ingin memejamkan mata. Perawat yang melihat Anne melarangnya untuk tidak memejamkan mata karena akan membahayakan hidupnya jika ia memejamkan mata.

Saat itu, satu perawat sedang membersihkan tubuh mungil bayi yang di lahirkan oleh Anne. Sementara perawat lainnya membersihkan kamar itu dari noda darah yang Anne keluarkan. Dokter yang menangani Anne juga saat ini sedang berbicara mengenai kondisi Anne pada Sia di depan kamar.

"Kondisi Nona Anne sangat lemah, kami membertikan suntikan untuk menambah daya tahan tubuhnya," jelas Dokter.

"Aku mengerti, sebaniknya lakukan yang terbaik untuk saudaraku itu, aku tidak ingin keegoisan yang membunuhnya."

Sia masuk ke dalam kamar, ia melihat wajah pucat Anne. Dengan sedikit memaksakan senyumannya, Anne ingin mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Tetapi tubuhnya berkata lain, darah terus keluar dari bagian intimnya. Perawat yang mengetahui hal itu segera melakukan pertolongan pada Anne.

"Dok, darahnya tidak mau berhenti," ujar seorang perawat panik.

Sia juga terlihat gelisah melihat Anne yang semakin terlihat lemas. Bibir wanita itu bergerak seperti ingin mengatakan sesuatu. Sia yang melihatnya langsung mendekatkan wajahnya.

"Jaga anakku," ucap Anne lirih.

Kesadaran Anne menghilang, ia memejamkan matanya dengan rapat. Denyut jantungnya hampir tidak terdeteksi, napasnya pun tidak terasa. Setelah bisa menghentikan pendarahan yang terjadi, Sia langsung menghubungi seseorang.

"Hunt, bantu aku. Kirim Candy ke Mansion Evacska sekarang," ujar Sia pada orang di seberang teleponnya.

"Baiklah."

Setelah memutuskan sambungan telepon itu, Sia menggenggam tangan Anne yang kini terasa dingin. Ia sudah tidak bisa berpikir dengan jernih lagi untuk saat ini. Hingga akhirnya ia menghubungi Evacska yang ada di Paris.

"Untuk apa kau menghubungi aku?" Suara lelaki itu membuat tubuh Sia bergetar.

"Anne sudah tiada, ia melahirkan seorang bayi laki-laki beberapa menit lalu," terang Sia.

"Makamkan tubuhnya dengan layak di halaman belakang Mansion! Penerus Evacska adalah bayi itu, kau urus semuanya hingga anak itu siap!" ujar lelaki itu.

"Papa! Anakmu tiada dan kau tidak ingin datang kemari untuk melihat wajahnya?"

"Tidak perlu, wajah Anne sudah terpahat di kepalaku," ujarnya.

Sambungan telepon itu berakhir. Airmata Sia mengalir dengan deras dan tidak dapat dihentikan.

"Nona, Candy sudah datang," ujar Granger.

Candy berjalan masuk ke dalam kamar tanpa menyapa Sia, ia langsung memberikan sebuah obat untuk Anne. Setelah itu, Candy menghitung beberapa detik hingga akhienya ia mengeluarkan suara.

"Aku akan membawanya ke rumah. Ia sedang koma saat ini, entah kapan ia akan sadar kembali," jelas Candy.

Sia mengusap airmatanya, ia melangkah mendekati Candy.

"Ke mana kau akan membawanya pergi? Aku baru saja mengumumkan kematiannya," ujar Sia.

"Canada, ia akan tinggal di rumah mewah milik Hunt, di sana semua akan di urus oleh orang-orangku. Aku juga akan memantau kondisinya," terang Candy.

"baiklah, kau bisa membawanya."

Candy menyuruh dua pengawalnya membawa Anne. Mereka langsung pergi menuju Canada untuk menyelamatkan hidup Anne.

Setelah tiga tahun koma, akhirnya Anne sadarkan diri. Ia terbangun tanpa mengingat apapun. Bahkan namanya sendiri ia lupa, hingga akhirnya Sia menemui Anne dan mengingatkan wanita itu pada masalalunya. Membutuhkan waktu selama satu tahun untuk membuat ingatan Anne kembali. Dan akhirnya, Anne memutuskan untuk tinggal di sebuah rumah sederhana. Di sana, ia bekerja mengendalikan bisnisnya. Bisnis yang selama ini di ketahui Ron, bahwa Layla lah yang memegang penuh semua bisnis itu.

***

"Apa kau masih mencintai lelaki itu?" tanya Sia.

"Ya, aku masih mencintai Ron," jawab Anne.

"Kalau begitu, segeralah kembali, aku akan kembali ke Paris untuk menggantikan Papa," ujar Sia.

Selama ini, Anne tidak mengetahui apa saja yang terjadi pada Sia dan Ron. Yang Anne tahu, saudaranya itu sangat membenci Ron melebihi apapun.

"Sia," panggil Anne,

"Hemm?"

"Kau tidak ingin tinggal bersama aku dan Abercio?" tanya Anne memastikan.

"Tidak, Cio membutuhkan ibu kandungnya, lagi pula ia sangat pandai, pasti Cio bisa mengetahui siapa dirimu saat bertemu nanti," terang Sia.

"Benarkah?"

"Hemm."

"Terima kasih karena telah membesarkan anakku dengan penuh perjuangan," ujar Anne.

"Kau juga akan melakukannya jika hal itu terjadi padaku, benarkan?"

"Tentu saja," jawab Anne.

Keduanya tersenyum dan saling berpelukan. Kini mereka masuk ke dalam rumah dan menghangatkan diri di depan perapian. Anne masih berkutat dengan ponsel dan juga laptopnya, sementara Sia memilih menikmati secangkir cokelat hangat dan makanan ringan di atas piring saji.

"Sia, perusahaan milik Ron bernama Solon group?" tanya Anne.

"Hemm, sepertinya itu. Aku lupa," jawab Sia.

"Hei, jangan dihabiskan! Aku juga ingin memakan makanan itu," protes Anne.

"Hahaha, maafkan aku, ini untukmu saudariku yang paling aku sayang," ujar Sia sembari memasukkan makanan ke dalam mulut Anne.

"Sia, antarkan aku pulang ke Mansion esok," ujar Anne.

"Tidak, kau pulang sendiri! Aku tidak ingin membuat Cio bingung saat melihat wajah kita yang sama," gerutu Sia.

" Ayolah," rengek Anne.

"Hubungi Granger! Biar lelaki itu yang menjemputmu kemari!"

"Dasar kau ini!"

Kesal dengan saudarinya, Anne memilih menutup laptop dan ponselnya. Lalu ia melangkah masuk ke dalam kamarnya. Sementara Sia terkekeh melihat tingkah Anne yang masih sama seperti dulu.