webnovel

Part 13

Anne baru saja terbangun dari tidurnya. Wanita itu terlihat lebih segar sekarang. Tentu berkat vitamin dan obat-obatan yang diberikan dokter pribadinya. Ia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi.

Wanita itu menghabiskan waktu selama dua puluh menit di dalam kamar mandi. Setelah selesai ia langsung memakai pakaian di dalam walk in closet miliknya. Ia memilih minidress tanpa lengan, entah kenapa wanita itu merasa gerah hari ini.

Lepas itu ia berjalan menuju ruang kerjanya sembari membawa ponselnya.

Anne kini duduk dikursinya menatap beberapa berkas yang siap untuk ditandatangani. Ia tersenyum lalu membuka satu persatu berkas itu.

KLING

Dering dari ponsel Anne membuatnya mengalihkan perhatian dari berkas diatas meja.

From Ron,

Ron : Kau sudah bangun? Aku harus berangkat pagi karena ada pemotretan terakhir. Maaf tidak sempat memberitahu.

Anda : Ya, tidak apa-apa. Aku sedang di ruang kerja. Pekerjaan menanti.

Ron : Baiklah, jangan terlalu lelah. Aku akan pulang secepatnya.

Read.

Anne meletakkan ponselnya kembali. Ia kini kembali menatap berkas yang masih belum selesai diperiksa. Tiba-tiba saja ia merasa ingin sesuatu yang manis. Anne memanggil asisten rumahnya untuk menyiapkan mobil.

"Nona, anda mau ke mana?" tanya Granger yang baru saja masuk tanpa mengetuk pintu.

"Aku kira kau sedang tidur, antar aku membeli kue dan ice creame!" ujar Anne.

"Baik, Nona."

Anne melangkah masuk ke dalam mobil, ia akan pergi bersama Granger ke cafe Blessing. Sebuah cafe yang menyediakan cake dan ice creame dalam satu tempat. Tempat yang dulu sering ia kunjungi bersama saudaranya.

"Granger, kau ingat cafe itu?" tanya Anne.

"Tentu saja, kenapa?"

"Tidak, aku hanya rindu saja ... andai aku tak seegois ini," ujarnya menyesal.

"Nona, jangan menyalahkan diri. Semu keputusan tetap ada di tangan Tuan Evacska."

"Ya, kau benar."

Perjalanan menuju cafe itu memakan waktu tiga puluh menit. Tentu saja dengan kecepatan 100km/jam karena lokasinya yang cukup jauh. Lebih tepatnya di Rockford, jika dalam kecepatan normal membutuhkan waktu sekitar satu jam tiga puluh menit.

Sampai di cafe itu, Anne turun bersama Granger. Ia melangkah masuk dan memesan menu yang ingin ia makan. Sedangkan lelaki yang datang bersamnya hanya memesan kopi. Tentu Granger memilih melihat Anne menikmati hidangannya dari pada menelan makanan manis itu. Granger bukan lelaki yang suka dengan makanan manis. Ia lebih suka sesuatu yang pedas atau makanan berat.

"Kau yakin tak mau ini?" tanya Anne memastikan.

"Tidak, kau tau jika aku tak suka dengan makanan manis."

"Ya sudah, akan kuhabiskan semua ini."

Anne mulai menyantap cake dan ice creame yang dihidangkan diatas mejanya. Sesekali ia berekspresi seperti anak kecil yang mendapatkan permen.

"Hhemmm, ini enak sekali, Granger."

"Ya, makanlah yang banyak, lalu kita segera pulang."

"Kenapa terburu-buru, ha? Aku masih ingin mengunjungi tempat lain di sini."

"Bukankah kau harus banyak beristirahat, Nona?"

"Kondisiku sudah jauh lebih baik, jangan khawatir. Oke!"

Granger memutar bola matanya, ia mengambil cangkir kopi dimeja dan meminumnya. Kopi itu terasa pahit, tentu saja terlihat dari ekspresi Granger yang menahan rasa pahit.

Satu jam mereka di sana, begitu puas Anne memberitahu Granger untuk berkunjung kesebuah toko roti didekat cafe itu. Anne sangat suka roti isi. Ia akan membeli banyak roti kali ini, mengingat ia tidak suka makan nasi sejak hamil.

KLING

"WELCOME!"

Suara bel dari toko roti membuat Anne terkekeh. Suara yang keluar sungguh lucu bagi Anne.

"Selamat datang, Nyonya. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang gadis di sana.

Penampilannya terlihat biasa, gadis dengan surai yang terkuncir di belakang, mengenakan overall berwarna cokelat dan memakan sepatu flat. Ia tersenyum pada Anne dan Granger yang berada di belakangnya.

"Apakah roti isinya masih ada? Aku ingin membeli roti isi."

"Tentu saja ada, Nyonya. Mari, disebelah sini!"

Anne melihat ada banyak pilihan roti isi di sana. Ia mulai memilih roti yang diinginkannya. Dan ia hampir saja membeli semua roti isi itu jika saja seorang anak kecil tidak menangis menginginkan roti yang Anne beli.

"Kau mau ini?" tanya Anne pada anak itu, tentu saja anak kecil itu mengangguk keras.

"Nona, bungkus ini semua untuk anak itu. Sisanya untukku dan semua ini aku yang akan membayarnya," lanjut Anne.

Anak kecil itu tersenyum, ia berterima kasih pada Anne atas rotinya. Tak lama setelah itu, anak itu berlari pergi dari sana.

"Nyonya, ini milik anda. Terima kasih sudah membeli semua roti isi kami. Sebenarnya anak itu biasa kemari untuk mengambil roti, ibunya sedang sakit dan mereka tak memiliki biaya untuk kerumah sakit," jelas gadis itu.

"Siapa namamu Nona?" tanya Anne.

"Angelina, Nyonya."

Anne mengeluarkan dompet dari dalam tasnya. Ia mengeluarkan uang untuk membayar roti yang sudah ia beli. Lalu Anne memberikan sejumlah uang pada Angelina.

"Bantu aku untuk memberikan ini pada anak kecil itu, bilang saja kau memiliki sedikit uang untuk mereka."

"T-tapi, Nyonya. Ini sangat banyak, a-aku tidak bisa. Bagaimana jika anda kuantarkan kerumah anak itu?" ujar Angelina.

"Tidak, Angelina. Aku harap kau bisa memberikannya setelah toko ini tutup nanti dan ini untukmu."

Anne meninggalkan toko itu bersama Granger. Mereka masuk ke dalam mobil dan melaju menuju mansion.

***

Angelina berjalan menuju rumah kecil yang nerjarak lima rumah dari toko rotinya. Ia mengetuk pintu rumah itu dan seirang anak kecil membukakan pintunya.

"Angie, ada apa?" tanya anak itu.

"Longue, apa ibumu bisa ditemui?"

"Masuklah, ia sedang makan roti dari tokomu."

Angelina masuk ke dalam rumah itu dan duduk disebuah kursi disamping ranjang. Seorang wanita terlihat mengenakan sweater, dengan badan yang kurus dan wajahnya pucat. Bisa dipastikan wanita itu sedang sakit.

Gadis itu tidak tahu harus berkata apa, ia menjadi linglung saat ini. Bibirnya seperti tertahan sesuatu.

"Angie, ada apa?" tanya wanita itu.

"Ehem, Monica ... aku hanya ingin membantu, ada sedikit uang untukmu dan Lounge. Kau bis kerumah sakit untuk memeriksakan diri," sembari menyodorkn amplop cokelat berisi uang dari Anne.

"Angie, ini terlalu banyak. Bagaimana bisa aku menerimanya?"

"Kau cukup menerimanya saja, tanpa perlu mengembalikan uang itu. Gunakn sebaik mungkin, aku memaksa ... jangan menolaknya."

Wanita itu tersenyum dan berkata,"terima kasih."

Wanita itu menangis, ia memeluk Lounge yang kini naik keatas ranjang.

"Baiklah, aku harus pergi. Maaf tidak bisa mengantarkanmu ke dokter. Kalian bisa mengambil roti di toko besok," ujarnya seraya berjalan menuju pintu.

"Angie, apa wanita itu yang memberikan uang?" tanya Lounge yang berdiri menghadang Angelina.

Gadis itu mensejajarkan tubuhnya dengan Lounge. Ia mengusap kasar rambut anak lelaki itu.

"Jangan memikirkan siapa yang memberi uang itu, pikirkan kesehatan ibumu! Kau harus mengantarkan ibumu kedokter, atau panggil dokter itu kemari. Karena uang yang kalian terima sangat banyak."

Lounge mengangguk keras dan tersenyum pada Angelina. Ia kini benar-benar pergi dari rumah Lounge.

***

Anne berada di kamar, ia sedang membaca buku di sofa santainya. Wanita itu sangat tenang hari ini, bahkan ia tak terlalu memikirkan di mana Ron saat ini.

Ron masuk ke dalam kamar, lelaki itu terlihat lelah. Ia berjalan menghampiri Anne untuk menciumnya, belum sempat Ron mendekat Anne menatap tajam ke arah Ron.

"Apa?" tanya Ron.

"Mandi! Jangan mendekat!" titah Anne dengan tegas.

"Baiklah."

Ron berjalan malas kekamar mandi. Ia melepaskan pakaiannya lalu meletakkannya di tempat baju kotor. Ron berdiri dibawah shower yang mengeluarkan air hangat.

"Moodnya sedang buruk, dasar wanita hamil!" gerutu Ron.

Setelah lima belas menit ia berada di dalam kamar mandi. Ron keluar hanya mengenakan handuk yang melilit bagian pinggangnya. Anne melirik ke arah Ron, wajahnya memerah saat melihat otot perut yang lelaki itu miliki.

Ron kini masuk ke dalam walk in closet untuk mengambil pakaian. Ia keluar dengan kaos tipis berwarna putih dan celana pendek.

"Kau sudah makan, sayang?" tanya Ron.

"Aku hanya makan roti isi, kau mau makan? Mau kutemani?"

"Tentu saja, temani aku makan malam. Kau bisa melihat ketampananku saat makan hingga puas," goda Ron yang kini tersenyum dan mengedipkan satu matanya.

"Kau sungguh tidak cocok menjadi orang yang humoris atau romantis, Ron."

"Ayolah, temani aku."

Ron meraih tubuh Anne dan menggendongnya menuju ruang makan.