webnovel

METANOIA

Dia itu aneh. Tapi yang lebih aneh adalah fakta bahwa kami selalu mendengarnya. Aneh, 'kan?

Gwen_Lightein · Others
Not enough ratings
1 Chs

SOLUSI

Sayang sekali, orang-orang yang memiliki begitu banyak kesempurnaan, apalagi berhati hangat, pasti kau dengar kata-katanya. Ini tentang seberapa populer mereka hingga memiliki pengaruh.

*********

Mayoritas siswa akan memilih kantin sebagai tempat persinggahan ketika bel berdering menandakan tibanya waktu istirahat. Mereka butuh asupan makanan untuk nanti kembali mendengar celotehan para guru menceritakan teori-teori yang katanya bisa menjadi bekal masa depan. Bekal masuk universitas ternama. Bekal mendapatkan pekerjaan impian. Bekal menjalani karir cemerlang, bukan bekal hidup normal dan bahagia dengan pilihan-pilihan sendiri. Ironis. Siswa-siswa pintar tidak akan tahu bagaimana serunya membolos sekolah hanya demi makan tteokbokki di pinggir jalan atau mengejar kenaikan tingkat dalam permainan ponsel.

Alih-alih membeli susu pisang dan kroket isi daging ayam seperti rutinitas biasanya, seorang siswi berkaca mata menyeret kaki menyusuri lapangan olahraga setelah mengumpulkan keberanian mendekati Lee Gahyeon. Tanyakan siapa gadis itu, padaku. Cantik, kaya raya, selalu menempati peringkat tiga teratas hasil ujian, berbakat dalam dunia olah raga, bahkan memiliki segudang teman berkat kepribadiannya yang sehangat matahari pagi. Bukan hal mudah berpura-pura tak mengenal Lee Gahyeon apalagi mengabaikannya. Siswi tingkat akhir itu telah berkembang menjadi ikon sekolah.

Tapi dia aneh.

SMA Hwaseong pasti pernah mendapatkan kutukan seorang penyihir jahat di masa lalu sehingga semua orang mendengarkan seksama kata-kata Lee Gahyeon, termasuk solusi-solusinya atas sebuah permasalahan. Itulah kenapa siswi berkaca mata berhati-hati menghentikan langkahnya tepat di depan Gahyeon yang sedang menempati tribun D lapangan olahraga bersama sekumpulan teman. Senyumannya menyapa begitu ramah. Muncul tawaran untuk duduk bergabung menikmati pertandingan sepak bola antar kelas, tetapi siswi berkaca mata meminta waktu bicara secara pribadi.

Atap salah satu gedung sekolah menjadi tempat siswi berkaca mata menceritakan keluh kesah tentang peliknya permasalahan dalam keluarga. Ayah dan ibunya hampir tidak pernah bisa berhenti bertengkar tiap malam hanya karena urusan sepele. Belum lagi dengan tingkah gila sang ayah yang membuat tubuhnya memiliki beberapa lebam, tetapi sang ibu tidak pernah peduli kecuali memerintahkannya belajar terus-menerus agar memiliki nilai luar biasa sehingga nanti dia bisa dijadikan bahan keangkuhan. Oh, bukan itu saja. Adik dari ayahnya yang ikut tinggal di rumah bahkan sering melakukan pelecehan seksual diam-diam.

"Jangan menangis," ujar Gahyeon seraya mengusap air mata siswi tersebut.

"Aku ingin lari, Gahyeon-ssi. Ingin lari, kemana pun," lirih siswi berkaca mata.

"Tidak. Lari tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah. Kau hanya akan lelah jika terus berlari menghindar," timpal Gahyeon.

"Tapi aku sudah tidak kuat lagi hidup di neraka itu, dengan mereka."

"Apa maksudmu? Lantas kau ingin tinggal di neraka lain asalkan tidak bersama mereka, huh? Semua permasalahan memiliki solusi. Kau hanya perlu menemukannya."

"Lalu aku harus bagaimana?" tanya siswi berkaca mata.

"Bersuara. Menyuarakan apa yang kau pikirkan. Terserah hasilnya nanti, suarakan saja dahulu dan lihat reaksi mereka."

"Tidak akan berhasil. Aku tidak pernah lebih penting dari klien bisnis mereka."

"Kalau begitu ... "

Dapat dirasakan langit mulai mengirimkan rintikan air. Lee Gahyeon beranjak menjauhi bangku tempat dia dan siswi berkaca mata tadi duduk, lantas melangkah mendekati pagar beton rendah yang mengelilingi atap gedung dan melihat para penghuni SMA Hwaseong beramai-ramai meninggalkan halaman untuk kembali masuk gedung karena tak ingin seragamnya basah. Saat itulah Gahyeon mendengus, mencibir bodoh pada orang-orang yang takut hanya dengan gerimis ringan. Sekali-kali mereka harus merasakan basah kuyup di sekolah tapi bukan karena bersenang-senang.

Sahutan siswi berkaca mata memaksa Gahyeon membalik tubuh, melempar senyuman manis.

*****

Pagi-pagi sekali sekumpulan polisi telah menampakan batang hidungnya di beberapa sudut SMA Hwaseong. Kegiatan belajar-mengajar terpaksa dihentikan setelah seorang penjaga sekolah menemukan Kang Hyewon, siswi cantik berkaca mata yang dikenal pendiam, tergeletak tak sadarkan diri tepat di depan gedung administrasi. Posisi tangan serta kakinya menyimpang tidak wajar. Matanya sedikit membuka, sementara kepalanya mengeluarkan begitu banyak darah.

Dugaan paling kuat pihak kepolisian adalah kemungkinan bahwa Kang Hyewon sengaja terjun dari atap gedung administrasi mengingat ditemukannya tas serta sepasang sepatu gadis itu tergeletak rapih di sana. Bunuh diri, begitu kita menyebutnya kasar. Ricuh. Siswa-siswi terkejut, berpura-pura prihatin padahal mereka tidak pernah menjadi teman dalam artian sesungguhnya untuk Kang Hyewon. Beberapa orang lantas dipinta memberi kesaksian, termasuk Lee Gahyeon yang terlihat pergi bersama Hyewon siang kemarin menuju atap gedung. Mereka bicara empat mata.

Pintu ruang konseling berderit menutup. Keluar dari sana Gahyeon membawa tiga buah buku. Bukan. Itu bukan ekspresi sedih kehilangan rekan apalagi bersalah. Air mukanya nampak begitu tenang. Atau datar? Perlahan-lahan, seperti gerakan video yang diperlambat dia akhirnya mengukir senyum sambil berlari menghampiri para teman. Senda gurau kembali mengiringi hari, tetapi hanya Gahyeon yang sanggup tertawa keras seolah tidak pernah terjadi apapun.

Dia aneh, tetapi kami selalu mendengarnya, bahkan melakukan solusi yang dia berikan.

---The End---

.