webnovel

The Decision

Apa yang harus Alana lakukan lagi selain menghindari Jefri? meskipun terlihat sangat sulit karena dia merupakan atasannya saat ini tapi Alana mencoba untuk terlihat biasa saja agar tidak ada yang curiga tentang hubungan keduanya.

"Kamu menghindari saya?"

Mata Alana melebar saat Jefri berbicara padanya, Alana semakin tak mengerti alasan Jefri mengatakan itu di depan koleganya.

"Pak?" tegur Alana.

Bukan apa-apa. Alana hanya tidak ingin jika dianggap tidak profesional. Kejadian tempo hari membuatnya sangat malu berhadapan dengan kolega yang sama.

"Oh, sorry Mr. Jo." ucap Jefri sedikit menyesal, sepertinya dia memang lupa jika ada orang lain.

"Nampaknya ada hal yang belum kalian tuntaskan? Anda bisa selesaikan meeting lebih cepat jika perlu pak Jefri."

"Sorry, Mr. Jo. I'm a little tired lately."

"It's okay... take your time after this. Saya permisi. Pak Jefri dan Bu Alana."

Alana menghela nafasnya pelan, melihat Jefri yang sedang mengacak rambutnya frustasi. Ada apa dengan dirinya? harusnya Alana yang lebih terlihat gila saat ini.

Alih-alih menanyakan sesuatu padanya, Alana memilih untuk meninggalkan Jefri sendirian di ruang meeting. Tak ada orang lain yang tersisa selain mereka berdua.

"Alana, duduk." pinta Jefri pelan menahan pergerakan Alana yang hendak keluar ruangan, "Kita harus bicara."

Apakah harus membicarakan masalah pribadi di kantor?

"Alana, tolong... Haruskah saya ke rumah dan membicarakan masalah ini di depan ayah dan ibu kamu?" Jefri selalu tahu di mana kelemahan Alana.

"Apalagi yang harus dibicarakan mas? aku rasa semua sudah jelas. Kamu dan aku, kita tidak mungkin bisa bersatu lagi. Aku memberi kamu ruang hanya untuk Elena, tidak lebih. Tolong jangan melewati batas."

"Alana, tolong pikirkan kembali. Apa Elena memberitahumu? dia ingin aku tinggal di rumah, dia ingin memiliki keluarga yang utuh."

"Dia akan memiliki keluarga yang utuh setelah aku menikah dengan mas Dirga."

"Apa kamu yakin dengan keluarganya? kamu yakin kalau pada akhirnya dia akan menikahimu? apa kamu menginginkan pernikahan tanpa restu dari mertua? Aku mengenalmu Al..." dan dari mana Jefri tahu tentang itu?

"Kita lupakan semuanya, hum? kembali merajut keluarga kecil kita dari awal. Aku janji akan menjadi Jefri yang kamu cintai lagi."

"Jangan mengada-ngada, kamu pikir mudah buat aku ngelupain semua yang udah terjadi. Aku mengandung anak kamu waktu itu tapi kamu selalu sibuk dengan pekerjaan dan sahabatmu.. Elena lahir tanpa ada ayahnya, kamu nggak ada di sampingnya saat dia menangis kencang untuk pertama kalinya. Kamu lupa ke mana kamu pergi? saat aku hamil besar, kamu lebih memilih mengantarkan Leta ke rumah neneknya yang ada di Aussie. Kamu lupa?"

"Aku minta maaf karena aku terlalu kekanak-kanakan saat itu Al, aku mementingkan persahabatan di atas segalanya."

"Ya, kamu memang seperti itu. Leta, Leta dan Leta hingga Elena sakitpun kamu nggak ada di sampingnya. Kamu pikir aku tahan dengan semua sikap kamu itu? 3 tahun mas, bahkan selama berpacaran pun aku mencoba mengerti dengan status kalian yang katanya sebagai sahabat. Salahkah jika aku cemburu pada sahabatmu saat itu?"

Air mata Alana kian mengalir, rasanya sungguh sesak saat dirinya mengingat kejadian pahit itu kembali. wanita itu menganggap semua laki-laki sama seperti Jefri.

Setelah bercerai dengannya pun Alana tidak berniat untuk jatuh cinta lagi. Dia takut, takut jika pada akhirnya tersakiti berulang kali.

"Tahu seberapa rapuhnya aku? tahu seberapa rasa sakit yang aku derita? kamu... nggak akan mengerti semua itu. Yang lebih lucunya lagi kamu selalu didoktrin dengan mama. Kalau pada awalnya mama nggak mengijinkan aku untuk menjadi menantunya. Just say it, i will give up.. aku nggak akan menerima pinanganmu saat itu dan Elena nggak akan merasakan sakitnya tumbuh tanpa seorang ayah. Dia nggak akan menanyakan di mana keberadaan ayahnya setiap malam."

"Alana, kamu sadar dengan ucapanmu? dengan begitu kamu tidak bersyukur atas hadirnya Elena dalam hidup kamu."

Jangan mengajarinya atau pun mengingatkan Alana, Alana tahu apa yang terbaik untuk Elena saat ini.

"Aku nggak pernah menyesalinya mas. Yang ku selali adalah bertemu denganmu lagi." tandasnya tanpa keraguan. Jujur saja, Alana ingin marah kepada semesta yang mempertemukannya lagi dengan Jefri. Apa rencana Tuhan dibalik semua ini?

Wanita yang sedang menatap Jefri merasa bahwa ia sudah menerima semua yang terjadi dalam hidupnya. Mencoba untuk ikhlas meskipun sulit. Alana mungkin bisa memaafkan Jefri dan mantan mama mertuanya tapi rasa sakit itu masih belum bisa terhapus.

Hal itu yang membuatnya selalu menolak pernikahan dengan Dirga apabila keluarganya tidak merestui hubungan mereka. Alana tak ingin kejadian yang dulu terulang lagi. Ibu mertuanya yang membandingkannya dengan teman masa kecil suaminya sendiri.

Salahnya, salahnya karena berpikiran negatif di awal. Padahal tidak semua manusia akan berpikiran yang sama, Ibu dari Dirga jelas berbeda dengan mama dari Jefri.

Lalu mengapa Alana menyamaratakan? semua karena masa lalu. Alana si pengecut telah kembali.

"Al... Alana?!"

Dibiarkannya Jefri menyebut namanya berkali-kali. Masa bodoh dengan semua rekan kerja yang sedang memperhatikannya berlari seraya menangis. Entah, ke mana tujuannya saat ini. Yang jelas Alana muak dengan Jefri.

"Sayang?" panggil Dirga saat melihat Alana berlari di koridor.

Tatapan khawatirnya membuat Alana semakin merasa bersalah, Dirga menghampirinya dan merengkuh tubuhnya dengan erat.

"Kamu benar mas, harusnya dari awal aku nggak memberikan ruang untuk dia kembali."

"Sssttt.. ayo ikut aku."

Tanpa membalas ucapannya, Dirga menuntun Alana ke arah parkiran, sedang sang wanita hanya bisa menundukkan kepalanya, berusaha tak mendengar suara-suara dari luar yang sedang membicarakannya, Jefri dan juga Dirga.

"Jangan kamu dengar ucapan mereka. Kamu cuma butuh aku ada di sampingmu Al. Kamu nggak membutuhkan yang lain."

"Mas?"

"Ya?"

"Ayo kita berpisah."

Sebuah keputusan yang tidak pernah Alana pikirkan sama sekali, Alana tidak ingin terlalu jauh untuk menyakiti Dirga.

Dirgantara Mahesa, pria itu terlalu baik. Alana tak ingin semua orang membencinya, dia tidak pantas menerima itu semua.

Alana sadar bahwa seorang janda memang tidak pantas mendapatkan kebahagiaan dari pria baik-baik seperti Dirga.

"Kamu bicara apa? masuk mobil." Permintaannya terlihat menuntut, kilatan amarahnya tercetak jelas. Alana tahu jika Dirga tak suka dirinya berbicara mengenai perpisahan tapi Alana sudah lelah dengan semuanya. Mungkin sudah takdirnya harus membesarkan Elena seorang diri.

"Sampai kapanpun aku nggak akan melepaskan kamu, Alana. Kita menikah Minggu depan dengan restu ataupun tanpa restu dari orang tuaku." jelas Dirga.

Tak ada yang bisa menahannya lagi. Baginya kebahagiaan Alana diatas segalanya, Dirga tidak ingin Alana semakin tersakiti ditambah hadirnya Jefri dalam kehidupan Alana.

Banyak pertanyaan dibenak Dirga, untuk apa sepupunya kembali? Sedang Dirga tahu betul bagaimana perlakuan Jefri terhadap kekasihnya. Mungkin mereka bersaudara tapi Dirga tak mungkin membiarkan Jefri kembali menyakiti Alana lagi.