webnovel

Relentless Hostility

Dirga melambaikan tangannya seraya tersenyum menampilkan gummy smile miliknya, Setidaknya Alana bersyukur karena Dirga bisa menenangkannya hari ini, pria itu meyakini Alana bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Malam ini dia akan membicarakan perihal rencana pernikahannya dengan Alana kepada kedua orang tuanya, berharap semoga apa yang direncanakan olehnya akan berjalan dengan baik. Alana hanya ingin bahagia bersama dengan Elena dan Dirga, apa permintaannya itu terlalu berlebihan?

Langkah kakinya memasuki pekarangan rumah, Alana sedikit kebingungan saat mendapati sepasang sepatu pria yang tak dikenalinya ada di depan teras.

Apa mungkin sang ayah kedatangan tamunya?

"Bundaaaa!!!!" teriakan Elena membuatnya sedikit terkejut, dari mana datangnya anak itu sedangkan Alana tak melihatnya sama sekali.

"Hey, putri cantik bunda.. sudah mandi ternyata ya? hum.. anak bunda harum sekali." Alana terlihat gemas dengan sang anak, menciumi surai anaknya bertubi-tubi.

"Iya bunda, ayah mengajak El jalan-jalan."

Kedua alisnya tertaut, Jefri? dia ada di rumah kah? untuk apa dia datang lagi. Kurang tegas apa lagi ucapannya saat berbicara dengannya tadi?

"Bun, aku ingin ulang tahunku dirayakan." kata Elena, hampir saja Alana melupakan hari jadi sang putri.

"Okay, El ingin dirayakan di mana?"

"Rumah oma, di sana ada Jeje."

"Rumah oma?" tanya sang ibu kebingungan, apakah yang dimaksud Elena adalah rumah Jefri? dan siapa Jeje?

"Iya, kata ayah.. Oma ingin bermain denganku lagi. Boleh ya Bun? aku suka bermain di sana. Di sana banyak mainan!"

Alana mencoba menenangkan dirinya, Elena hanya anak kecil yang tidak tahu apa-apa, yang Elena tahu hanya kesenangan semata. Alana ingin sekali menegur dan memarahi Elena tapi dia menahan diri. Bukan salah Elena semua ini terjadi padanya. Semua ini salahnya dan Jefri.

"Kenapa nggak merayakan di sini aja? Elena juga punya banyak mainan di sini kan? ada kakek dan juga nenek, nanti kita ajak papa Dirga. bagaimana?"

"Bunda?"

"Iya nak."

"Bunda bertengkar dengan ayah ya?"

"Nggak sayang.. kata siapa?"

"Aku mendengar kakek memarahi ayah." ungkapnya, apalagi yang akan dilakukan Jefri kali ini?

"Elena? bunda pernah berpesan apa padamu sayang? Jangan menguping pembicaraan orang dewasa." Elena merengut, Ia menatap sang ibu dengan wajah berkaca-kaca.

"Maaf bunda.."

"Bunda maafkan, sekarang Elena masuk kamar ya? jangan keluar sampai bunda yang menjemputmu. Okay? nanti kita bicarakan lagi acara ulang tahunmu."

"Tapi.. boleh ya Bun di rumah oma?"

"Iya. bo.leh..." pada akhirnya Alana harus mengalah.

"Asiiikkk!"

Alana hanya bisa mengiyakan permintaannya. Dia tak ingin Elena semakin berpikir bahwa sang ibu dan sang ayah sedang bertengkar.

Sejauh ini Alana belum memutuskan untuk memberitahu Elena bahwa sejujurnya dia dan Jefri telah lama berpisah, saat di mana Elene baru bisa berbicara 'yaya'.

"Tapi bunda ikut kan? ada papa juga kan?"

"Nanti diusahakan ya. Cepat ke kamar, bunda harus bicara dengan ayah."

"Siap bunda!" Alana tersenyum memperhatikan pergerakan sang anak yang begitu lucu menurutnya.

"Nak, semoga kamu akan selalu bersama dengan bunda hingga kamu dipersunting oleh pria yang benar-benar mencintaimu." batin Alana berbicara.

Do'a terbaik untuk sang anak akan selalu dia panjatkan.

•••

"Alana, kamu sudah pulang?"

"Iya yah."

"Duduk dekat ayah, ada yang ingin ayah bahas."

Alana berjalan pelan mendekati sang ayah, matanya tak lepas dari tatapan Jefri. Pria itu bahkan tersenyum ke arahnya seakan tidak terjadi apapun.

"Ada apa yah?" tanyanya setelah mendudukkan diri di sofa tepat sebelah sang ayah.

"Jefri, dia sudah menjelaskan semuanya kepada ayah dan ibu." mendengar penuturan dari ayah membuat jantung Alana berpacu dengan cepat.

Apa yang sudah dikatakan pria itu kepada ayahnya?

"Alana, ayah tahu sulit bagi kamu memaafkan semuanya dan sulit bagi kamu untuk berdamai dengan masa lalu. Tapi ayah sudah mengerti sekarang, kalian menikah di saat umur kalian masih muda. Banyak hal yang belum kalian mengerti saat itu dan kalian belum siap menghadapi masalah besar dalam rumah tangga. Ayah hanya bisa berpesan, keegoisan tak akan bisa memecahkan masalah. Kalian memiliki Elena, dia butuh sosok figur seorang ayah dan ibu. Hidupnya masih panjang.. yang dia tahu hanyalah bersenang-senang, dia tidak tahu jika sebenarnya orang tuanya tidak lengkap. Apapun keputusan kalian ayah akan selalu dukung."

"Apa maksud ayah?" Wanita itu meremat kedua tangannya di atas paha, hanya berharap agar ayahnya tak termakan bujuk rayu dari Jefri.

"Jefri memiliki niatan untuk kembali bersama denganmu."

"Ayah..."

"Alana pikirkan ini sayang, demi Elena."

"Yah, ayah tahu... aku nggak mungkin kembali ke masa lalu."

"Siapa yang bilang kamu akan kembali ke masa lalu nak, Jefri mengajakmu untuk ke masa depan. Jangan terkurung dengan masa lalu, hanya akan bisa membuatmu sakit. Lupakan semuanya."

"Aku memiliki mas Dirga. Elena juga menyukainya."

"Sebaik-baiknya ayah sambung tetap cinta tulus dari ayah kandung yang dibutuhkan seorang anak." Tegas Jefri membuat Alana menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh kebencian.

"Aku menolak."

"Pikirkan baik-baik dulu sayang, tidak ada salahnya untuk membina rumah tanggamu kembali dengan Jefri."

"Ayah membela mas Jefri? anak ayah sakit karenanya. Anak ayah disakiti olehnya begitupula juga dengan cucu ayah. Mengapa ayah terus membelanya?"

"Ayah tidak membela siapapun Al. Pikirkan ini baik-baik. Karena kalau tidak Jefri akan mengambil Elena darimu."

Mendengar jawaban dari sang ayah, sontak Alana menatap Jefri dengan tatapan nyalang miliknya, "Mas, apalagi yang kamu mau dariku?" Alana tak pernah menyangka jika pada akhirnya dia akan berpikiran untuk menyeret Elena masuk ke dalam permasalahan ini. "Elena, dia.. tak mengerti apapun." ujar Alana lirih.

"Haruskah kita memberitahunya bahwa kita sudah berpisah? kamu mau? kamu tahu anak itu terlalu pintar."

"Jangan mengancamku ataupun keluargaku." ujarnya penuh penekanan. Alana sama sekali tidak takut dengan apa yang akan Jefri lakukan.

"Aku menolak karena aku akan menikah dengan mas Dirga Minggu depan."

"Ayah sudah mencobanya Jefri, keputusan tetap ada pada Alana. Ayah tidak suka kalau pada akhirnya kalian memaksakan kehendak. Mengertilah kalau semua yang pernah terjadi pada kalian adalah takdir yang harus kalian jalani."

"Terima kasih ayah." ujar Jefri.

Sekujur tubuhnya lemas ketika melihat punggung ayahnya yang kian menjauh, bagaimana ayahnya bisa melakukan hal itu? Alana anak kandungnya kan?

"Apa yang sedang kamu lakukan mas?" tanya Alana menuntut.

"Hanya memperjuangkan milikku."

"Aku bukan milikmu dan aku bukan barang."

"Aku tidak sedang membicarakanmu Alana. Aku sedang membicarakan Elena, putriku."

"Elena, dia putriku. Dia bukan barang. Jangan menyentuhnya secuil pun."

Jefri terkekeh pelan, apa ada yang lucu dengan itu? "Bagaimana bisa aku tidak menyentuhnya? apa ada larangan seorang ayah untuk menyentuh putri kecilnya. Alana, jangan terlalu berlebihan. Aku sudah berbaik hati untuk mengajakmu kembali membina rumah tangga. Tapi sepertinya kamu keras kepala. Jadi sampai jumpa di pengadilan. Katakan pada Elena bahwa aku akan menjemputnya besok pagi, dia meminta ulang tahunnya di rayakan di rumahku. Tahu apa artinya? siapa yang lebih diuntungkan di sini? kamu itu pintar. Tidak perlu bersusah payah untuk melawanku Al."

"Jefri, aku tak menyangka sekali bahwa kamu tetap akan menjadi pria tak tahu diri."

"Sayangnya yang kamu anggap pria tak tahu diri ini dulu pernah kamu cintai kan? aku pamit. Sampaikan salamku pada anakku, ayah dan ibu."

Alana terdiam, ia tak tahu lagi apa yang mesti dia lakukan. Berpisah dengan Dirga agar tetap bersama dengan Elena atau membiarkan Jefri menang?