webnovel

Suddenly

"Saya ingin kamu ikut perjalanan bisnis mendampingi saya kali ini." kata Jefri, lebih tepatnya sebuah perintah dari atasan kepada bawahannya, awalnya Alana sedikit terheran mengapa harus dia yang menemani Jefri?

"Mengapa harus saya pak? saya bukan sekretaris bapak."

Jefri meletakkan pena yang sedari tadi ia gunakan untuk membubuhi tanda tangan di secarik kertas, lengan kemejanya ia gulung ke atas hingga siku sedakan dasinya dilonggarkan.

Apa maksudnya melakukan hal seperti itu di hadapan Alana? sedangkan Alana memilih untuk mengedarkan pandangannya ke arah lain.

"Saya siapa kamu?"

"Man... maksud saya, di kantor bapak bos saya." balasnya.

Ya Tuhan hampir saja Alana kelepasan berkata bahwa Jefri adalah mantan suaminya.

Alana melihat senyum asimetris dari bibir Jefri, satu sisi bibirnya terangkat sementara satu sisi lainnya tetap pada tempatnya atau lebih ke bawah.

Senyum yang membuatnya merasa lemah karena Alana menyadari bahwa jabatannya jauh berada di bawah Jefri saat ini, ya Jefri adalah atasannya.

"Baiklah pak." katanya pasrah.

"Bagus, kita berangkat besok pukul 8 pagi dari kantor bersama dengan 2 perwakilan dari Divisi Program."

Tak bisa Alana bayangkan jika dirinya melakukan perjalanan dinas bersama sang mantan suami meskipun itu merupakan tugas dari kantor.

"Baik pak, saya permisi." pamitnya kepada Jefri dan hendak melangkah keluar dari ruangannya. Namun, panggilan Jefri membuatnya menahan diri untuk melangkahkan kaki kembali.

"Alana? bisakah aku membawa Elena untuk makan malam hari ini?" tanya Jefri meminta ijin.

Tubuh Alana seketika menegang, ia berbalik menoleh ke arah Jefri, "Kembalikan dia sebelum pukul 9 malam." tandasnya, kemudian kembali melangkah keluar dari ruangan Jefri.

Alana tahu jika dirinya tidak bisa egois memiliki Elena sendirian. Alana pun menginginkan hubungan baik dengan mantan suaminya.

Dia sempat berpikir untuk apa jika nantinya menjadi musuh toh semua itu sudah berlalu, fokusnya sekarang adalah membahagiakan Elena dan juga dia tidak mau jika Elena tahu hubungannya dengan Jefri tidak baik.

Semoga Elena mengetahui jika Alana sangat menyayanginya lebih dari apapun.

Dia sadar tidak mudah untuk membentuk hubungan yang baik dengan mantan suaminya, terlebih saat dirinya juga memiliki hubungan dengan Dirga yang merupakan sepupu dari mantan suaminya sendiri tapi Alana juga berharap Dirga mau mengerti dengan posisinya saat ini.

Tadinya dia memilih untuk tidak perlu berteman baik dengan Jefri karena ada hati yang harus dia jaga, cukup bersikap rasional dan tenang ketika Jefri datang ke rumah untuk menjemput Elena.

Apakah Alana harus membuat jadwal untuk Jefri menemui anaknya? semoga Jefri menyetujuinya karena Alana takut jika Elena akan kebingungan nantinya.

Pagi tadi Elena sempat bertanya kepadanya, alasan mengapa ayahnya tidak tinggal di rumah? tentu saja Alana belum memberikan jawaban apapun karena belum saatnya Elena tahu jika orang tuanya sudah berpisah, yang terpenting saat ini adalah ayah dan bundanya selalu ada untuknya.

•••

"Ma-mas kamu ada perlu apa kemari?" tanya Alana kepada Dirga yang tidak memberitahu sebelumnya jika ia akan datang ke rumah.

Alana sedikit tergagap mengingat ada Jefri yang sedang duduk di ruang tamu sedang berbicara dengan sang ayah. Ayahnya meminta Jefri untuk makan malam bersama saat Jefri berniat untuk menemui Elena dan berakhir dengan Jefri yang membatalkan acara makan malamnya di luar bersama dengan Elena. Mungkin pria itu merasa sungkan dengan mantan ayah mertua.

"Biasanya aku kemari tanpa memberitahumu. Kenapa kamu terlihat heran dan gugup? ada apa?" tanya Dirga. Pria itu menyadari ada hal yang tak biasa yang ditunjukkan Alana.

"Bukan begitu, maksudnya supaya aku bisa menyambut kedatangan kamu lah mas." ujar Alana asal, Dirga terkekeh dan merengkuh tubuh mungil sang kekasih ke dalam pelukannya.

"Aku sama sekali nggak melihat kamu hari ini di kantor jadi aku kemari." ungkap Dirga.

"Ini kamu belum berganti pakaian, sesibuk itu ya? udah jam 8 malam, kamu baru pulang?"

"Akhir-akhir ini pekerjaan aku kacau karena nggak ada kamu, ditambah penggantimu itu kurang cekatan, sayang. Dia selalu membuat aku sakit kepala." keluh Dirga.

Alana memilih melonggarkan pelukannya dan menatap wajah sang kekasih yang terlihat letih. "Lalu kenpa kemari? bukannya kamu pulang dan istirahat."

"Rasa rinduku udah nggak terbendung lagi meskipun bisa aja aku menemuimu besok." mungkin besok mereka juga tak akan bertemu karena Alana yang harus menjalankan tugasnya.

"Ayo masuk, kamu udah makan malam? aku hangatkan lauk ya?" Alana menarik Dirga untuk memasuki rumah, sebelum melewati ruang tamu dia memberitahu bahwa di dalam sedang ada Jefri.

Awalnya Dirga terkejut dan marah, namun Alana meminta agar membiarkan Jefri bertemu dengan Elena karena bagaimanapun Jefri adalah ayah kandung Elena.

"Nak Dirga? baru sampai?"

"Iya om, maaf ya saya mengganggu."

"Tidak nak, kami baru aja mengobrol santai. Mari bergabung."

"Mas Dirga makan malam dulu ya yah." sela Alana cepat karena tak baik meninggalkan Dirga di ruang tamu bersama dengan ayahnya dan juga Jefri.

"Sepertinya saya harus pulang karena sudah malam juga, saya juga harus menyiapkan diri untuk besok melakukan perjalanan dinas bersama Alana. Ijin ya yah titip Elena karena bundanya harus mendampingi saya dinas ke Bandung."

Alana tergugu, setelah itu menatap nyalang ke arah Jefri. Untuk apa dirinya membahas masalah itu kepada ayah ditambah ada Dirga di sekitar mereka dan Alana juga tidak habis pikir mengapa Jefri tidak merubah panggilan untuk ayah dan ibunya?

"Oh seperti itu. Baik Jef. Di mana anakmu Al? cepat kamu beritahu, ayahnya ingin pulang."

Alana menatap Dirga yang hanya diam menatapnya dengan raut wajah datar tanpa ekspresi.

"El udah tidur karena kelelahan bermain." balasnya tanpa memutuskan tatapannya dari Dirga.

"Nggak apa yah kalau begitu saya pamit ya, Al, Dirga. Selamat malam." pamit Jefri, pria itu melewati Alana yang sedang berdiri di samping Dirga, "Besok jangan terlambat." peringatnya.

"Kalau begitu ayah tinggal sebentar. Al kamu temani masmu makan malam."

Setelah melihat punggung ayah menuju kamarnya, Dirga menarik Alana untuk duduk, "Kenapa kamu nggak memberitahu aku mengenai perjalanan dinas?"

"Belum, aku baru berniat mau kasih tau kamu setelah Jefri pulang."

"Jarak 3 meter, nggak kurang." ucap Dirga membuat Alana tak mengerti dengan maksudnya, "Beri jarak 3 meter dengan Jefri, nggak kurang dan boleh lebih. Aku akan meminta Kayla untuk mengganti Ryan denganku."

"Maksud kamu apa mas?"

"Coba kamu pikir, apa aku akan memberi ijin untukmu pergi besok? Aku mengenal Jefri sayang, dia akan memaksamu untuk ikut karena dia atasanmu dan kamu nggak akan bisa menolaknya meskipun aku nggak memberikan ijin... jadi, aku juga yang harus mewakili rapat itu."

"Lalu, kenapa harus diganti?"

"Kamu masih bertanya? nggak mungkin aku biarin kamu pergi sama dia." ujar Dirga menahan kesal.

"Tapi aku bukan hanya pergi berdua mas, ada 2 orang lagi dari Divisi kamu."

"Kenapa kamu jadi sering membantahku? keputusanku udah yang terbaik. Aku nggak akan tenang kalau membiarkan kamu pergi sama dia. Lagi pula biar aku yang langsung turun tangan di rapat besok."

Menyetujui semua keinginan Dirga adalah jalan yang terbaik untuk saat ini karena tidak mungkin bagi Alana untuk membantah semua yang dia perintahkan atau yang dia inginkan.

Alana merasakan bahunya sedikit berat, ia tersenyum saat menyadari kepala Dirga bersandar pada bahunya.

"Sayang, aku lapar."

"Siapa yang memintamu untuk marah?" tanya Alana berniat menggoda Dirga.

"Aku? marah? mana mungkin." lalu yang tadi itu apa?

"Aku nggak marah Alana, hanya berusaha untuk menjaga apa yang sudah menjadi milikku."

Apa Dirga lupa jika Alana belum menjadi miliknya?