webnovel

Hidup Mewah di depan Mata

“Lo kenal dia?”

Naomi langsung memukul bahu Indira dan saking gemasnya, ia lupa jika pukulannya cukup keras. Nyatanya, Indira memekik dan mengumpati perempuan yang sudah menjadi sahabatnya itu.

“Remuk tau!”

“Lo bodoh!” seru Naomi yang langsung membuat Indira menatapnya tidak mengerti.

“Ngapain lo ngatain gue bodoh?! Salah gue apa, Naomi tersayang?” gemasnya tersenyum palsu.

“Indiraku tersayang ... kamu emang beneran bodoh. Kenapa nggak bilang kalau tunangan lo tajir begitu?”

“Tajir apaan sih? Gue tau dari nyokap gue, kalau dia bekerja di perusahaan orangtua dan menjabat sebagai General Manajer,” jelasnya menatap Naomi dengan dengkusan sebal.

“Lo tau? Impian gue kayak di novel-novel. Ketemu CEO ganteng, kaya tujuh turunan ataupun lebih dan liburan ke luar negeri.”

Naomi menggeplak kening Indira dengan gemas. Perempuan itu berteriak sakit, menjadi pusat perhatian murid lainnya yang berangsur pulang. Terutama Liam yang masih memerhatikan mereka dengan kening mengkerut.

“Heh! Mimpi nggak usah ketinggian, Indira Aubrey ...” gemasnya dan membuka ponsel saking kesal.

“Nih, lihat! Liam Ogawa. Pria yang belum genap berusia tiga puluh tahun yang lo sebut sebagai General Manajer ...”

“Dia memang menjalankan tugasnya sebagai pewaris dari Keluarga Ogawa, sekalipun jadi GM.”

“Tapi, nggak mungkin pria dewasa kayak dia mau dalam dekapan ketek Emak sama Bapaknya terus, kan?” Ada nada geli yang menyelusup dalam telinga Indira.

Namun, melihat sorot Naomi yang serius, ia hanya mampu diam, memerhatikan jemari lentik itu terus men-scroll layar ponselnya.

“Dia pemilik beberapa hotel bintang lima yang udah tersebar ke beberapa pulau dan kota. Terutama Bali.”

Indira membeliak, menatap data dari informasi Naomi yang sangat akurat. Di sana banyak berita mengenai seorang Liam Ogawa.

“Lo tau? Dia punya pabrik industri makanan olahan Indira ...”

“Calon tunangan lo kaya, bego ... Lo aja yang nggak bisa bangun dari mimpi semu,” kesal Naomi saat Indira melongo menatap informasi dalam ponselnya.

Bahkan perempuan itu tidak berkedip sama sekali. Membuat Naomi merasa puas melihat keterkejutan perempuan di hadapannya.

“Jadi ...”

“Om-om yang lo maksud itu udah sangat tajir, Indira!” selanya cepat.

Indira segera menatap ke arah Liam tadi dan mereka berdua terkesiap. Ternyata Liam sudah nyaris akan sampai ke tempat mereka sedari tadi berdiri, saling menghina dan terus berkutat pada keterkejutan masing-masing.

“Aku nggak telat jemput kamu kan?” tanya Liam tersenyum manis.

Naomi bahkan melongo ketika melihat senyum manis dari pria tampan di hadapannya. Berdarah campuran yang sangat memesona. Indira menelan saliva susah payah, ikut terhipnotis oleh manik hitam dari pria bertubuh tinggi dalam balutan kemeja yang terlipat sampai siku dan celana hitam.

Sepertinya pria itu menanggalkan jas kerja dalam mobilnya.

“Lo ... tau gue pulang cepat?”

Liam mengangguk dengan memertahankan senyum manisnya. “Udah dapat orang dalam di sini. Informasi semuanya akurat,” ungkapnya yang menerbitkan raut bodoh dari Indira dan Naomi.

Keduanya berpandangan dengan polosnya. “Nom ...”

“Naon?”

“Udah gue bilang kan, dia Om-om mesum dan nggak bisa diprediksi setiap sikapnya? Tadi pagi udah gue jelasin sedikit waktu istirahat pertama?” Ia mengangguk mengerti pada Indira.

“Asli, Cuy! Lo dipepet Om-om yang mau ajak lo serius.”

Indira mengangguk dengan memainkan sudut bibirnya, menaik turunkan dan itu terlihat lucu bagi Liam. Pria itu tertawa kecil.

“Dipepet Om-om mesum,” tandasnya yang menghadirkan gelak tawa dari Liam.

**

“Kalau mau tambah, nanti aku pesankan,” ucapnya pada Indira yang duduk di hadapan Liam.

Ketiganya singgah di restoran bintang lima. Hal itu membuat Naomi banjir rasa bahagia, merasakan jika dirinya kecipratan untung. Setidaknya diawal ia sempat menolak apalagi merasa jika dirinya menganggu kemesraan Indira dan Liam.

Tapi semakin ke sini, ia tidak bisa menolak segalanya.

“Udah banyak,” ketus Indira tidak suka ditatap lekat Liam.

Pria itu makan dengan santai, tapi pandangannya tidak jauh dari Indira. Ia seolah lebih menikmati wajah Indira dibandingkan rasa lapar pada hidangan yang pria itu pilih.

“Saya nggak keberatan kalau kamu mau pesan menu tambahan, Naomi,” lanjut Liam yang membuat Naomi langsung menegakkan badannya.

Ia tersenyum kikuk. Padahal, hidangan di depannya memang sudah banyak. Sama halnya yang dikatakan Indira. Bahkan, ia memilih makan siang dengan menu utama kepiting dan udang yang ukurannya cukup besar.

Belum merasa begah. Jadi, masih bisa tertampung di perutnya. Sedangkan Indira lebih berminat pada salah satu menu andalan. Lobster. Perempuan itu terlihat menikmatinya dan terlalu enggan menjawab pertanyaan Liam disela makan mereka.

“I-ya, Kak ...”

Indira mneggerutu, “Giliran sama Naomi, lo justru menyebut diri lo dengan ‘Saya’ dibandingkan gue, lo menyebut ‘Aku’. Memangnya kita sudah sedekat itu sampai lo berasa ajak bicara teman seusia lo?”

Liam tersenyum manis ketika Naomi langsung menyikut lengannya. Ia menjadi tidak enak hati dengan Liam. Kenapa juga namanya harus terseret? Liam yang memintanya berucap demikian.

“Barusan, kamu panggil aku dengan sebutan ‘Lo – Gue’? Seharusnya menjadi pertanda nggak mau pusing dengan sekat dari sebuah panggilan nama, kan? Lagipula, kita akan segera bertunangan. Ini lebih baik dibandingkan kamu melihatku seperti pria dengan usia dewasa.”

“Emang lo udah dewasa! Kelewat malahan! Udah tiga puluh tahun! Pikir sendiri, berapa usia kita terpaut!” ketusnya kembali makan dengan raut kesal.

Naomi berbisik lirih, “Jangan kayak gitu, Ra. Lo bodoh banget sih! Kak Liam pria yang baik dan pengertian, jangan sampai dia pergi dari lo,” ucapnya yang kesal melihat kebodohan perempuan di sampingnya.

“Nggak peduli,” sahutnya dan mengabaikan mereka.

Naomi nyengir lebar ke arah Liam yang memilih menu steak. “Maaf, Kak. Indira memang suka ceplas ceplos. Di sekolah aja dia udah kayak preman, meskipun pesonanya udah buat siswa angkatan maupun Kakak Kelas selalu ngejar dia.”

Liam tampak tertarik mendengarnya. “Dia ditaksir banyak pria di sekolahnya?”

Naomi mengangguk cepat. “Iya, Kak! Parah malahan. Label Indira sudah jadi playgirl,” balasnya yang mendapatkan tatapan sinis Indira.

“Gue bantu kasih informasi untuk Kak Liam,” lanjutnya nyengir lebar.

Indira mendengkus sebal. “Tapi bagus juga. Biar dia tau kalau gue bukan perempuan yang pantas untuknya. Karena gue sering mainin perasaan pria.”

Liam tersenyum mendengarnya. “Nggak pernah jadi masalah untuk mendapatkan perempuan cantik dengan label playgirl seperti kamu.”

Indira melotot sempurna. Sedangkan Naomi sudah menganga, saking hebatnya Liam bertahan dan gigih untuk mendapatkan Indira.

Bagaimanapun Naomi tahu. Pria di hadapannya adalah pria dewasa dan sudah pasti sangat berpengalaman menaklukan perempuan.

Hmmm ... Indira memang keterlaluan jika mengabaikan pria di hadapan mereka.

Sudah tajir, tampan, perhatian pula.

Indira memang yang terlalu bodoh untuk menilai masa depan yang semakin cerah. Atau memang perempuan itu tidak mengerti kerasnya hidup mereka di masa mendatang? Kehidupan bersama Liam bisa membuat perempuan itu bergelimang harta. Dilihat juga, rekam jejak Liam tidak pernah buruk dan terendus sebuah skandal. Bahkan, senyumnya saja terlihat manis.

**